Media Sosial
Cerita Sumardin yang Tak Lulus SD, Jadi Petani, Lalu Menikah dengan Bule Jerman, Kisahnya Bikin Haru
pemuda asal Desa Baloli, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan tak pernah menyangka jika jodohnya adalah seorang bule
SURYAMALANG.COM - Jodoh itu rezeki, namun kapan dan bagaimana bertemunya itu misteri. Jodoh merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan hanya berada di tangan-Nya. Jodoh kadang datang melalui cara tidak disangka-sangka dan tidak bisa diterka.
Sumardin, pemuda asal Desa Baloli, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan mungkin tak pernah menyangka jika jodohnya adalah seorang bule.
Pada Selasa (17/1/2017) kemarin, pemuda berusia 29 tahun itu melangsungkan akad nikah dengan Ermina Fransica, wanita lebih tua enam tahun dari usianya, di Kantor Urusan Agama Masamba.
Ermina adalah wanita berusia 35 tahun asal Würzburg, sebuah kota otonom di Bayern, Jerman atau 11,6 ribu kilometer dari Masamba, Provinsi Sulawesi Selatan.
"Ini sudah jodoh kami," kata Sumardin, singkat.
Sebelum mereka menghalalkan hubungan, seperti gaya hidup pemuda-pemudi masa kini, mereka juga sempat menjalani masa pacaran selama beberapa bulan. Mereka pun akhirnya memutuskan naik ke pelaminan setelah merasa hatinya bisa disatukan.
Sumardin dan Ermina yang ditemui TribunLutra.com di kediamannya di Baloli, mengatakan awal pertemuan mereka terjadi saat Ermina berkunjung ke Baloli.
Di desa yang hanya berjarak sekitar dua kilometer dari pusat Kota Masamba, ibu kota Luwu Utara itu, Ermina bersama beberapa rekannya mendirikan sebuah Rumah Pohon, rumah untuk tempat belajar bahasa Inggris untuk warga setempat.
"Awal bulan tiga (2016) saya datang di sini (Baloli) tinggal di rumah Adnan (rekannya) untuk project Rumah Pohon," kata Ermina dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Aktivitas sebagai penggiat Rumah Pohon menjadi sambilan, di mana pekerjaan sehari-hari Sumardin adalah mengelola kebun. Pekerjaan itu dilakoni karena pendidikan rendah.
"Saya tidak tamat SD (sekolah dasar)," kata Sumardin.
Kendati pendidikannya rendah, namun jiwa sosial Sumardin tinggi. Semangatnya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa bagi warga masyarakat di desanya tak pernah pudar.
Sama dengan istrinya kini. Semangat, jiwa yang ditumpahkan di Rumah Pohon membuat mereka bisa menyatu. "Di situ awalnya kita mulai kenalan," katanya menambahkan.
Setelah berpacaran beberapa bulan, hasrat untuk hidup bersama selamanya timbul pada bulan September 2016.
"Pada bulan sembilan (September), kami mengurus berbagai persyaratan untuk bisa menikah," katanya.