Nasional
Mahkamah Konstitusi Tolak Kriminalisasi LGBT dan Hubungan Seks di Luar Nikah
"Hukum berhenti di depan pintu kamar atau pintu rumah," kata Rita Soebagio. Artinya, hukum tidak boleh wilayah privat.
Namun Koalisi Perempuan menilai, pemidanaan tidak beralasan karena zina adalah urusan domestik keluarga sehingga berbagai alasan yang membuat perempuan atau istri tidak mengadukan perzinahan oleh suaminya, harus dihargai.
Koalisi Perempuan justru menganggap putusan ini menunjukkan MK 'memenangkan akal sehat,' sebagaimana dikatakan salah satu anggotanya yang hadir di sidang itu, Dian Kartikasari.
Ia mengutip saksi ahli Budhi Munawar Rahman dalam sidang di MK, yang menyebut keluarga merupakan tempat pengampunan dan merangkul kasih sayang bagi anggotanya yang berzinah, cabul, maupun orientasi seksual berbeda.
"Biarlah masalah itu diselesaikan secara kekeluargaan berdasarkan nilai-nilai dalam agama, budaya, termasuk Pancasila yang sudah hidup dalam masyarakat," jelas Dian Kartikasari.
Dalam wawancara beberapa waktu lalu dengan BBC Indonesia, Ketua AILA Rita Hendrawaty Soebagio, menyangkal anggapan bahwa upaya mereka tidak dimaksudkan untuk masuk ke wilayah pribadi.
"Hukum berhenti di depan pintu kamar atau pintu rumah," kata Rita Soebagio waktu itu.
Namun Sri Agustin dari Ardhanari Institute mengatakan, di lapangan berbeda, pintu itu bisa didobrak, baik oleh aparat resmi maupun masyarakat biasa.
"Sekarang-sekarang saja sudah banyak penggrebekan terhadap tempat-tempat kos kawan-kawan perempuan lesbian, juga pelecehan terhadap kawan-kawan buruh perempuan yang ekspresi gendernya maskulin," kata Sri Agustine.
Putusan ini dpuji berbagai pihak. Antara lain LBH Masyarakat, yang menyebut bahwa dengan utusan itu MK "menolak menjadi lembaga yang dapat mengkriminalisasi suatu perbuatan,' dan "menegaskan kewenangannya sebagai negatif legislator dan tidak bisa menjadi positive legislator sebagaimana dimintakan oleh pemohon." BBC INDONESIA