Malang Raya
Chef Agus Sasirangan Berbagi Pengalaman Bisnis Kuliner di Universitas Negeri Malang
Chef Agus Sasirangan (31) berbagi pengalaman berbisnis kuliner lewat 'Kreatif Kuliner' dengan para mahasiswa Universitas Negeri Malang
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Chef Agus Sasirangan (31) berbagi pengalaman berbisnis kuliner lewat 'Kreatif Kuliner' dengan para mahasiswa di Ruang AVA, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM), Rabu (21/2/2018).
Personal brandingnya adalah selalu memakai batik Sasirangan, batik khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan membuat ia disebut Agus Sasirangan, sedangkan nama aslinya adalah Agus Gazali Rahman.
Ia memiliki usaha mie khas Banjar, Mie Bancir. Ini adalah mie berkuah dengan daging ayam kampung, telur bebek dan diberi limau dan dimasak di atas arang.
"Saya memutuskan fokus pada masakan Banjar," kata Agus di acara itu.
Banjar adalah daerah asalnya. Alumnus Tata Boga UM ini mengatakan memilih masakan daerah karena mencintai produk daerahnya.
"Masakan khas Banjar tak hanya soto tapi juga ada mie," ungkapnya. Inti dari hal itu adalah jika memilih berbisnis kuliner, maka fokuslah.
"Misalkan jika fokus kuliner jamur, maka jangan berubah produk. Jika belum terwujud impianmu jangan merubah dulu mimpinya. Namun ubah strateginya," saran dia.
Jika berubah produk, maka berubahlah mimpi itu. Ia juga menyarankan menggunakan media sosial, seperti di instagram dulu untuk branding kuliner.
Misalkan setahun di online sambil melihat respons pasar. Jika dalam proses itu berhasil, ketika buka offline, tidak akan kesulitan karena sudah memiliki branding. Namun menurut dia, bisnis kuliner online juga sudah berkembang. Berbisnis cukup di rumah. Apalagi sekarang ada aplikasi Go Food dari Gojek.
Dalam bisnis kuliner harus memperhatikan rasa, aroma dan kemasan. Ide adalah hal utama yang harus dimiliki ketika melangkah berusaha. Jika sudah berdiri usahanya, masalah SDM juga penting diperhatikan. Maka harus dicari yang sesuai dengan bisnis yang dibangun.
Tantangannya lainnya adalah perlu kerjasama dengan supplier. Karena sangat dimungkinkan jika belanja sendiri oleh karyawan, ada yang mencurangi harga atau barang tidak sesuai belanja. Sehingga harus sering mengecek ulang. Contohnya beli bawang sekian kg senilai sekian rupiah. Apa benar barang dan harganya sesuai.
"Namun jika dengan supplier, ibaratnya beli bawang Rp 5000 saja dilayani. Harganya juga jelas," kata host TV di beberapa program masak ini.
Dari perjalanan bisnis, menurut Agus adalah mempertahankan usaha yang sudah berjalan. Karena ada kalanya sepi sehingga harus disiapkan program promo atau kerjasama.
Latifah, seorang mahasiswa bertanya bagaimana menyiasati kenaikkan harga pokok. Padahal pengusaha tidak ingin mengurangi porsi makanan karena khawatir pelanggan pergi.
"Kalau saya lebih memilih cari harga tengah. Misalkan harga bawang per kg antara Rp 20.000 sampai Rp 30.000. Maka saya pakai perkiraan harga tengah Rp 25.000 per kg," ujar penulis buku ini.
Sehingga ketika menjual harga makanan sudah diprediksi kenaikan beberapa produknya.
"Jangan berasumsi dengan harga termurah," tipsnya. Sebab ketika naik, akan memberatkan. Namun jika sedang naik, berada di tengah-tengah, jika menaikkan harga tak banyak. Misalkan Rp 1000.
Sepengetahuan dia, tak pernah harga kebutuhan pokok naik semua. Namun hanya beberapa. Tips lainnya adalah jika punya usaha offline, maka tukang parkir juga perlu kerjasama. Karena ulah tukang parkir bisa jadi penyebab orang enggan datang. Sehingga tukang parkirnya bisa berlaku sopan dari sikap dan lisan.
Pesan Chef Agus kepada mahasiswa adalah motivasi harus datang dari diri sendiri.
"Hidup itu harus punya impian untuk melangkah setiap harinya," kata dia.
Jika bermimpi jadi pengusaha kuliner, maka miliki pengetahuan dengan kuliah atau kursus kuliner, bergaul dengan orang kuliner. "Jika impian kita jelas, maka jalankan," papar Agus.