Surabaya
Kakek Juru Parkir di Taman Bungkul Surabaya Bisa Pergi Haji Dua Kali, Kok Bisa? Simak Kisahnya
Penampilan H Asnawi (78) tak ubahnya seperti para juru parkir alias jukir kebanyakan di Taman Bungkul, Surabaya
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Penampilan H Asnawi (78) tak ubahnya seperti para juru parkir alias jukir kebanyakan di Taman Bungkul, Surabaya.
Ia mengenakan seragam oranye-merah lengan panjang dan berkalung peluit warna putih yang mulai usang.
'Abah' panggilan akrab Asnawi, mengaku sudah jadi jukir di Taman Bungkul Surabaya sejak 35 tahun silam.
Warga Krembangan, Surabaya ini bercerita meski jadi jukir hidup tak begitu dibuat susah.
"Dulu saya jual kacamata di Gresik, lalu diajak keponakan jadi jukir di area Taman Bungkul. Akhirnya sampai sekarang," akunya memulai cerita, Sabtu (24/3/2018).
Nasib jukir dulu menurut Abah tak enak, seperti sekarang.
Dulu masih jadi jukir liar, keuntungan 100 persen tidak pernah bisa didapatkan.
"Selalu ada bagian untuk keamanan, atau kepala jukir. Misalnya seharian kami mulai jam 06.00 sampai 18.00 WIB dapat Rp 100 ribu, Rp 10 ribunya untuk kami.
"Sisanya disetorkan. Tapi dulu biasanya sehari paling banyak dapat Rp 70 ribu untuk dibawa pulang," akunya memelas.
Meski begitu Abah mengaku jika sempat pergi menunaikan ibadah haji, dari hasil jukir.
"Tahun 1990 saya masih ingat pergi ke tanah suci, ya dari uang jukir ini. Setiap hari nyelengi (menabung), paling sedikit Rp 5000. Celengannya tanah liat, jadi sampai banyak celenganya," akunya semangat.
Dua tahun setelah berangkat haji, abah Asnawi pun berangkat ke tanah suci lagi untuk kedua kalinya.
Saat itu dia mendapatkan uang tambahan dari sang tetangga.
Suami Hj Suwarni ini termasuk tipikal orang yang tidak malas.
Abah Asnawi berhasil membesarkan satu anaknya, dan kini dia tinggal dan hidup bersama istri dan cucu-cucunya.