Bangkalan

Ketua KPK di Madura: Calon yang Kasih Uang Akan Merampok APBN

KETUA KPK: Jangan pilih calon yang ngasih uang. Uangnya sedikit tapi ia akan rampok uang rakyat di APBN selama 5 tahun ke depan.

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: yuli
ahmad faisol
Ketua KPK agus Rahardjo saat menghadiri Musyawarah Bersama (Mubes) I Alumni dan Simpatisan Ponpes Syaichona Cholil Kelurahan Demangan Kabupaten Bangkalan, Minggu (1/4/2018). 

SURYAMALANG.COM, BANGKALAN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo didapuk sebagai pemateri dalam seminar bertajuk "Pencegahan Korupsi melalui Peran Pondok Pesantren" di Ponpes Syaichona Cholil, Kelurahan Demangan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Sabtu (31/3/2018).

Seminar anti korupsi itu merupakan rangkaian dari Musyawarah Bersama (Mubes) I Alumni dan Simpatisan Ponpes Syaichona Cholil yang digelar hingga besok, Minggu (1/4/2018).

Di hadapan ribuan santri, alumni, dan unsur Forum Pimpinana Daerah Kabupaten Bangkalan, Agus Rahardjo mengimbau untuk menghindari praktek money politic dalam Pilkada Bangkalan.

"Jangan pilih calon yang ngasih uang. Uangnya sedikit tapi ia akan rampok uang rakyat di APBN selama 5 tahun ke depan," ungkap Agus disambut riuh tepuk tangan.

Bangkalan akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah serentak bersama 18 kabupaten/kota di Jatim termasuk Pilgub Jatim pada 27 Juni 2018.

Menurutnya, tugas KPK sejatinya tak jauh beda dengan tugas ponpes dalam melakukan pembinaan dan pendampingan.

Namun bedanya, para 'santri' KPK yang tidak taat tidak hanya mendapat teguran tapi juga mendapatkan sanksi berupa hukuman penjara.

"Banyak yang kami bimbing, mereka taat dan patuh. Bahkan tanda tangan pakta integritas. Tapi besoknya ditangkap," tegasnya.

Sebuah buku bergambar Pangeran Diponegoro menampar wajah Patih Danurejo IV Gusti Kanjeng Pangeran Joko Hadiyosodiningrat, dijadikan Agus sebagai bahan refleksi bahwa korupsi telah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka.

Buku Babad Pangeran Diponegoro karya penulis Inggris, Peter Brian Ramsay Carey itu menceritakan penyalahgunaan kewenangan Patih Danurejo IV dalam memimpin Pengadilan Sipil di era 1820.

Terjadinya Perang Jawa bukan dipicu oleh perampasan tanah milik Pangeran Diponegoro. Melainkan karena keputusan Patih Danurejo IV yang selalu memenangkan perkara bagi siapa pun yang membayar upeti dan perempuan.

Agus menjelaskan, perilaku koruptif itulah yang menjadi alasan Pangeran Diponegoro murka hingga menampar wajah Patih Danurejo IV.

"Sejarah itu kembali terulang di Mahkamah Konstitusi ketika dipimpin Akil Mochtar," paparnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, salah satu cara terhindar dari perilaku koruptif yakni dengan kembali ke ajaran agama dan meneladani 4 sifat para nabi.

"Yakni Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh. Jika menjalankan itu, para anggota DPRD tidak akan mau menyampaikan yang tidak benar," pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved