Pilgub Jatim
Komnas HAM Sebut 9 Ribu Pemilih di Lapas Terancam Tidak Bisa Nyoblos
Bahkan penghuni lapas yang ingin menggunakan hak pilihanya juga harus memiliki surat pindah dari PPS asalnya.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat sekitar sembilan ribu orang di lembaga permasyarakatan (lapas) di Jatim terancam tidak bisa mengikuti pemilihan Gubernur Jatim pertengahan tahun nanti.
Komnas HAM menyebut beberapa penyebabnya.
Di antaranya, para narapidana tersebut tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu tanda kependudukan (KTP).
Komisiner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam mengatakan berdasarkan data, ada sekitar 19 ribu orang di lapas dan rutan bermasalah. Dari data itu, 10 ribu sudah terverifikasi.
Sedangkan sisanya, belum mendapatkan kejelasan. Masalah ini paling banyak ditemukan di Sidoarjo.
Ada dua rutan dan empat Lapas di Sidoarjo yang butuh perhatian lebih untuk diberikan hak suara saat Pilgub Jatim.
“Ada beberapa problem, seperti tidk bisa menunjukkan NIK, e-KTP dan juga tidak memiliki surat keterangan (suket),” ujar Anam ketika menandatangani deklarasi pilkada damai 2017 di Kantor KPU Jatim, Kamis (19/4).
Padahal, para penghuni lapas seharusnya memiliki data diri jelas ketika ditahan.
Menurutnya, penghuni lapas tak mungkin bisa masuk ke dalam lapas kalau identitasnya tidak jelas.
Oleh karena itu, Anam mengusulkan agar KPU memiliki aturan khusus untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebab, rumah tahanan (rutan) rutan ini memang memililki kekhasan tertentu.
“Yang membuat mereka terancam tidak bisa memilih adalah aturan KPU. Maka dari itu kami berharap ada aturan khusus soal lapas,” tuturnya.
Selain data pemilih lapas, yang juga menjadi perhatian Komnas HAM adalah pengungsi Syiah di Jemundo.
Pria asal Malang ini mengepresiasi peran pemprov yang telah mengelolanya secara baik.
Hanya saja, saat ini lokasi pemungutan suara masih belum jelas.
Ada dua lokasi alternatif. Pertama, diletakkan di Sidoarjo, sedangkan kedua di Sampang, tempat asalnya.
"Yang terpenting mereka bisa menggunakan hak pilihnya. Mengenai mau diambil atau tidak. Itu terserah mereka,” ungkapnya.
Ditempat yang sama Komisioner KPU Jatim, Muhammad Arbayanto mengatakan, ada dua regulasi sebenarnya yang diterapkan untuk mengatur masalah pemilih lapas, rutan dan Rumah Sakit.
Pertama, kebijakan pindah pilih. Yang mana, untuk pindah pilih ini menggunakan surat form A5.
Form ini disediakan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS), apabila jumlah pemilihnya tidak terlalu banyak.
"Tetapi kalau jumlah pemilihnya banyak maka pihak KPU Jatim akan memakai kebijakan kedua yaitu mendirikan TPS khusus di Lapas dan Rumah sakit tersebut,” kata Arba’.
Dia mengakui, berdasar evaluasi dan pengalaman di pilkada serentak di 2015 dan 2017 lalu, ada sejumlah masalah lanjutan.
Misalnya, para penguhuni lapas tidak memiliki identitas. Sehingga pemilihnya tidak terlalu banyak.
"Bahkan penghuni lapas yang ingin menggunakan hak pilihanya juga harus memiliki surat pindah dari PPS asalnya. Dan untuk mendirikan TPS khusus di Pilgub Jatim maka harus ada pencoretan nama di Daftar Pemilih asalnya," ungkapnya.
Ditempat yang sama, Kabag Bin Ops Polda Jatim, AKBP Djoko Djohartono menambahkan, untuk persoalan pengungsi Syiah di Jemundo pihaknya siap melakukan pengawalan.
Baik itu pencoblosan di Sidoarjo maupun di Sampang. Polda Jatim siap mengamankan jalannya pemungutan suara.
"Untuk yang di Jemundo, kami sudah lakukan rapat kordinasi. Entah di Jemondo atau Sampang kita siap mengawal,” kata Djoko.
Sebagai antisipasi, Djoko menyebutkan, hasil patroli cyber selama 2018 ditemukan 7.265 isu provokatif dimedia sosial.
Rinciannya, dari media online sebanyak 2.426, facebook 2.926, twitter 1.158, instagram 777 dan google 1 kasus.
"Adapun pelakunya tak hanya akun personal melainkan juga anonim. Namun, sampai sekarang kami belum menemukan sindikat,” tandasnya.