Nasional
20 Tahun Silam, Ini yang Dirasakan Soeharto Sebelum Mundur dari Jabatan Sebagai Presiden
20 tahun lalu, Indonesia memasuki era reformasi. Ini yang dirasakan Soeharto menjelang mundur dari jabatannya : kesepian.
SURYAMALANG.COM - Kekuasaan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto berakhir pada Mei 1998.
Soeharto telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade.
Tanpa diduga para menterinya, Soeharto memilih mengunduran diri pada 21 Mei 1998.
( Baca juga : Tajir Melintir, Inilah Pabrik Uang Milik Keluarga Teroris yang Ngebom 3 Gereja di Surabaya )
Konon para spiritualis Jawa percaya bahwa wahyu keprabon telah meninggalkan Soeharto.
Yakni sejak kepergian Ibu Tien pada April 1996.
Bagi penganut Kejawen, hal itu meredupkan aura kekuasaan Soeharto.
( Baca juga : Mantan Napi Bom Bali: Bunuh Diri Sekeluarga itu Tiru Strategi dari Luar Negeri )
Bahkan saat tampil di muka umum, dia tampak renta, dan tanpa cahaya.
Sesekali matanya menerawang jauh.
Kekuasaan yang selama ini kokoh didudukinya pun melahirkan gundukan kebencian rakyat yang tidak lagi merasa diayomi.
( Baca juga : Orangtua di Banyuwangi Tak Sudi Terima Jenazah Puji Kuswati, Pengebom Gereja di Surabaya )
Sebuah kekeliruan juga ketika para petinggi Golkar berhasil membuainya.
Hal itu membutakan mata Soeharto.
Hingga Soeharto melakukan langkah fatal.
( Baca juga : BREAKING NEWS : Polisi Gerebek Terduga Teroris di Sawojajar Malang )
Dia bersedia dipilih lagi menjadi presiden keenam kali pada 1997.
Padahal, alm. Dr. Roeslan Abdulgani, seperti yang diceritakan pada Sulastomo, pernah diminta Ibu Tien untuk membujuk Soeharto agar menolak jika dicalonkan lagi jadi presiden.
Krisis kepemimpinan pada Mei 1998 berdampak terhadap internal kabinet.
Rakyat menginginkan reformasi.
( Baca juga : Inilah Wajah Para Teroris Bom Gereja di Surabaya, Perhatikan Baik-Baik, Mungkin Anda Kenal )
Rakyat juga mendesak Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden RI.
Soeharto pun membentuk Kabinet Reformasi.
Ternyata, 14 menteri menyatakan tidak bersedia.
Soeharto yang menerima kabar itu pada 20 Mei pun merasa benar-benar terpukul dan ditinggalkan.
( Baca juga : Video Lucinta Luna Dikabarkan Kesurupan di Karma ANTV, Netizen Malah Melihat Gelagat Aneh yang Lain )
Rencananya, Soeharto mengumumkan kabinet itu pada 21 Mei 1998.
Selanjutnya pelantikan para menteri digelar pada 22 Mei 1998.
BJ Habibie selaku wakil presiden (wapres) menemui Soeharto untuk membahas kabinet itu di Jalan Cendana, Jakarta Pusat sekitar pukul 19.30 WIB.
Pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR yang minta Soeharto mundur akan dilakukan pada 23 Mei 1998.
( Baca juga : Percakapan Terakhir Perempuan 82 Tahun Sebelum Terkena Bom di Gereja Santa Maria Tak Bercela )
Sementara Habibie berpikir bahwa Soeharto akan mundur setelah Kabinet Reformasi terbentuk.
Kemudian Habibie bertanya mengenai posisinya sebagai wakil presiden.
Soeharto dengan mengejutkan menjawab :
“Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden.”
( Baca juga : Novi Histeris Lihat Jenazah Adiknya Hancur, Juru Parkir Penghadang Avanza Berisi Bom )
Setelah mencapai kesepakatan tentang pembentukan Kabinet Reformasi, Soeharto memanggil Saadillah Mursjid pada pukul 22.30 WIB.
Soeharto minta Saadillah Mursjid menyiapkan segala sesuatu, karena Soeharto ingin mundur besok.
Dia merasa ditinggalkan semua orang kepercayaan.
Kesepian menjadi satu-satunya teman yang menguatkan putusan itu di tengah huru-hara yang pecah menyelimuti negeri.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Sendirian dan Kesepian, Soeharto Ditinggalkan 14 Menterinya di saat-saat Terakhir Sebelum Mundur.