Blitar
Ini Permintaan Siswi Blitar yang Bunuh Diri, Ibunya Sedih, Lalu Bilang Seperti Begini
Ini Permintaan Siswi Blitar yang Bunuh Diri, Ibunya Sedih, Lalu Bilang Seperti ini
SURYAMALANG.com, Blitar - EPA (16), siswi Blitar yang meninggal karena gantung diri dimakamkan di pemakaman Tionghoa, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar pada Jumat (1/6/2018).
Beberapa kerabat dan teman EPA datang ke prosesi pemakaman. Mereka tak kuasa menahan tangis saat melihat jenazah EPA dimasukkan ke liang lahat.
Jenazah EPA ditaruh dalam peti warna putih.
Peti warna putih itu sesuai permintaan EPA yang ditulis di salah satu surat wasiatnya sebelum mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.
Baca: Tak Pernah Terekspos, Begini Penampakan Istana Mewah Kim Jong Un, Pemimpin Tertinggi Korea Utara
Baca: Bantah Isu Pemecatan, Raffi Ahmad Ungkap Alasan Tak Lagi Tampil di Pesbukers
Baca: 6 Fakta Menarik Nissa Sabyan Mulai dari Pacar Hingga Cita-cita yang Jarang Orang Tahu
Baca: Nikita Mirzani Blak-blakkan, Persoalan Inilah Pemicu Anaknya ke Komnas Anak, Gak Nyangka!
Dalam surat itu, EPA meminta dibelikan peti warna putih.
Selain permintaan tersebut, EPA sempat menulis 4 surat wasiat sebelum ia meninggal.
Satu surat berisi biodatanya disertai permintaan maaf dan ucapan terima kasih untuk ibu dan kakak-kakaknya.
EPA berterima kasih karena ibunya telah bekerja siang-malam untuknya karena kakak-kakaknya selalu memberi dukungan.
Surat berikutnya berisi permintaannya pada sang ibu agar jenazahnya segera dikremasi dan disediakan peti berwarna putih.
Korban juga meminta keluarganya untuk tidak memasang bendera putih setelah ia meninggal.
Baca: Inikah Keuntungan Dipecat dari Pesbukers? Raffi Ahmad Blak-blakkan Bilang Ini
Baca: Ikrimah bin Abu Jahal, Buron Hukuman Mati yang Dimaafkan Nabi Muhammad
Baca: Indonesia Tolak Permohonan Visa 53 Orang Warga Israel, Menkumham: Alasannya Sensitif
Korban juga meminta ibunya untuk tidak buka praktik sampai Lebaran.
Di surat itu ia juga meminta maaf ke pemilik kos karena rumahnya dijadikan tempat bunuh diri.

"Jangan tunjukkan ke orang banyak bahwa aku telah menyerah," tulis EPA.
Surat selanjutnya merupakan ucapan terima kasih dan permintaan maaf untuk Mariani, yang ia sapa dengan sebutan 'Maklek', karena telah mengasuh korban sejak kecil.
Surat lainnya, yang terakhir, juga ditujukan untuk Mariani.
Dalam surat itu, korban meminta Mariani untuk tak berteriak saat menemukan tubuhnya tergantung.
Korban juga meminta Mariani untuk menelepon RSUD Mardi Waluyo, yang nomornya sudah ia tulis, dengan keterangan letak kartu BPJS yang sudah disiapkan korban.
Baca: Mengeluh Soal Honor di Hitam Putih, Ini Tanggapan Jane Shalimar, Hingga Buat Deddy Angkat Bicara
Baca: Rumah Tangganya Sering Ribut, Roy Ramal Dewi Persik Akan Alami Kejadian Buruk Bila Tak Segera Hamil
Nyaris seluruh, permintaan ini dipenuhi oleh keluarga.

Pengakuan Ibu
Di akhir pemakaman, Ibu EPA, Endang Susiani, sempat memberikan komentar ke media usai proses pemakaman anaknya.
Pertama, dia berdoa agar anak bungsunya itu masuk surga. Lalu, dia menyinggung soal sistem zonasi dalam penerimaan peserta Didik baru di tingkat SMA.
Dia meminta pemerintah mengkaji ulang sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru tingkat SMA.
Kabar yang beredar di teman-teman sekolah, EPA nekat bunuh diri karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar yang diidamkannya.
Endang mengakui EPA pernah mengeluh kepadanya soal sistem penerimaan peserta didik baru di tingkat SMA.
Baca: Buka Puasa Bareng Pegawai, Keluarga Ashanty Jadi Sorotan, Warganet: Mau Dong Kerja di Rumah Bunda
EPA khawatir peluangnya diterima di salab satu SMA favorit di Kota Blitar kecil karena terbentur sistem zonasi.
"Sebelumnya dia sempat mengeluh soal itu ke saya. Dia juga pesimis tidak bisa masuk sekolah favorit seperti kakak-kakaknya.
Untuk itu, saya minta pemerintah untuk mengkaji ulang sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru di SMA," kata Endang.

Sebelumnya, EPA, ditemukan meninggal gantung diri di kamar kos, Jl A Yani, Kota Blitar, Selasa (29/5/2018).
Diduga motif yang mendorong remaja 16 tahun yang baru lulus dari SMPN 1 Kota Blitar ini bunuh diri karena khawatir gagal masuk SMA favorit di Kota Blitar karena terbentur masalah zonasi.
Sistem zonasi ini memprioritaskan siswa dari dalam kota. Sedangkan siswa dari luar kota hanya diberi kuota sekitar 10 persen.
Sedangkan, EPA sendiri meski sekolah di SMPN 1 Kota Blitar, domisili di kartu keluarga ikut orang tuanya yang tinggal di Srengat, Kabupaten Blitar.
EPA sebenarnya dikenal sebagai anak yang pandai di SMPN 1 Kota Blitar. Dia sering mewakili sekolah ikut olimpiade. Nilai ujian nasional EPA juga tinggi yakni 359,0 atau nilai rata-ratanya hampir 90.
Teman sekolah EPA juga ramai membicarakan penyebab korban bunuh diri karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar karena terbentur sistem zonasi.