Banyuwangi
Ajak Anak-anak Sejenak Tinggalkan Gadget, Ayo Main Permainan Tradisional
Di Jawa mengenal beberapa permainan tradisional seperti, engrang, dakon, bintang aliyan, gobak sodor, benteng-bentengan, medi-median,dll.
Penulis: Haorrahman | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, BANYUWANGI - Permainan tradisional anak-anak memiliki banyak nilai di dalamnya. Kebersamaan, gotong royong, petualangan, sportivitas, dan nilai-nilai sosial lainnya. Nilai-nilai itu kini perlahan terkikis dengan kecenderungan gemarnya anak-anak pada gadget.
Tiap daerah memiliki sebutan sendiri nama-nama permainan tradisional. Di Jawa mengenal beberapa permainan tradisional seperti, engrang, dakon, bintang aliyan, gobak sodor, benteng-bentengan, medi-median, balap karung, klompen panjang, slompretan, dan aneka macam permainan lainnya.
Permainan-permainan itu mayoritas menjadi pengalaman masa kecil para orangtua. Bermain di luar rumah bersama teman-teman, di tanah lapang, gang, sawah, kebun, dan tempat terbuka lainnya.
Pengalaman masa kecil para orangtua itulah yang ingin disampaikan pada anak-anak di Festival Memengan (Mainan) 2018, di Sepanjang Jalan A. Yani Banyuwangi, Sabtu (21/7/018).
Nilai-nilai yang tidak bisa didapat saat anak lebih suka bersama gadget. Meski diikuti ribuan anak Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar (SD), tidak mudah untuk membuat anak-anak meninggalkan gadget mereka.
Saat permainan berlangsung, masih terlihat beberapa anak yang asyik dengan gadget atau mengabadikan momen itu dengan gadget mereka. Meski sulit setidaknya ini bisa memperkenalkan mereka pada permainan tradisional.
"Kini permainan banyak yang diimport dari negara lain melalui gadget. Acara ini memperkenalkan anak-anak pada permainan-permainan tradisional yang memiliki banyak filosofi dan nilai-nilai sosial," kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Di Festival Memengan ini tiap sekolah menampilkan atraksi permainan tradisional. Mereka berlari, melompat, terjatuh, bahkan ada yang menangis.
Menurut Anas, proses sebelum atraksi itulah yang penting. Ada waktu di mana anak, orangtua, dan guru, berkomunikasi untuk menentukan dan mempersiapkan apa yang hendak ditampilkan.
“Seperti anak akan meminta pada ayah atau kakaknya untuk dibuatkan engrang. Ibunya mengingatkan pada ayah dibuatkan enggrang untuk anak,” kata Anas.
Antara ayah dan anak bisa mencari kayu atau bambu bersama. Mereka mengukur dan menggergaji bersama-sama. Setelah jadi ayah bisa mengajarkan pada anaknya bagaimana cara mainnya.
Di hari pelaksanaan, ayah dan ibu berangkat untuk mengantarkan anaknya. Di lokasi orangtua bisa mengetahui siapa teman, guru, orangtua teman dari anaknya.
"Ada proses di mana anak-anak, orangtua, dan guru, saling terlibat untuk mempersiapkan apa yang akan ditampilkan," kata Anas.
Permainan-permainan tradisional juga menyampaikan pada anak-anak budaya nusantara. Seperti permainan jamuran yang biasa dimainkan saat padang bulan (bulan purnama).
Permainan ini dimainkan 10 anak atau lebih yang bergandeng tangan membentuk lingkaran, sambil menyanyikan tembang jamuran.
Di tengah lingkaran berdiri satu anak. Saat tembang berhenti anak yang berada di tengah lingkaran akan ditanya memilih jamur apa.
Ketika anak itu menyebut sesuatu benda yang ada di sekitar mereka, seperti pohon atau lainnya, anak-anak lainnya akan berlarian menyentuh benda itu.
Setelah itu mereka kembali membentuk lingkaran sambil berpengangan tangan. Anak yang paling akhir kembali, dihukum menggantikan anak yang di tengah lingkaran.
Permainan tradisional juga tak membutuhkan modal besar. Bahan-bahan yang digunakan didapat dari lingkungan mereka. Seperti pelepah pisang untuk membuat senjata, daun kelapa (janur) untuk membuat slompretan, batok kelapa, bambu untuk enggrang, dan bahan-bahan yang tidak membuat ribet.
“Permainan tradisional membuat anak banyak belajar mengasah kreativitas dan dilakukan secara berkelompok. Ini akan melatih mereka untuk menumbuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Kami harap usai acara ini anak-anak melakukannya kembali di rumah atau sekolah,” ujar Anas.