Surabaya

VIDEO - Derita Mantan Atlet Tunanetra Rawat Istri Sakit Tumor Otak

Istrinya dirawat di RSUD Dr Soetomo, karena luka infeksi di bagian bokong sekaligus penyakit lama yang dia derita, tumor otak jinak.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: yuli

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Soeharto (68) tampak duduk di kursi sofa yang terletak di depan pintu rumahnya, Jalan Putat Jaya C Barat gang 10 no 69, Surabaya, Senin (23/7/2018).

Dia sedang lahap memakan nasi sayur pemberian Wati (51) tetangganya.

Pria yang mengalami tunanetra sejak usia 19 tahun itu baru saja tiba dari menjenguk istrinya, Astuti (75) yang dirawat di RSUD Dr Soetomo, karena luka infeksi di bagian bokong sekaligus penyakit lama yang dia derita, tumor otak jinak.

Usai makan, Soeharto bercerita, Astuti dijemput linmas dan Satpol PP Pemerintah Kota Surabaya, untuk mendapat perawatan khusus dari dokter. Karena sebelumnya luka infeksi Astuti hanya dirawat seadanya olehnya, padahal kondisinya sudah parah, berdarah dan mengeluarkan bau tidak sedap.

"Ibuk operasi 2014an akhir, tumor otak jinak. Setelah itu memang kondisinya semakin melemah. Dia hanya terbaring di atas kasur, dulu masih bisa bergerak sedikit, saya yang bantu papah ke kamar mandiri dengan jalan mundur. Ya kalau keserimpet ya jatuh berdua, saya ditimpa istri saya, gimana lagi saya kan tak bisa melihat juga, kami juga tidak punya anak," kata Soeharto menceritakan kondisi istrinya.  

Karena sudah tak kuat berdiri, akhirnya Astuti hanya bisa terbaring lemas di atas kasur. Karena jarang bangun luka baru di bagian punggung muncul. Belum lagi diperparah dengan kebersihan yang kurang terjaga.

"Gimana lagi, saya nggak bisa lihat lukanya. Jadi kalau kencing, berak, mandi saya seka sebisanya saja. Nggak tahu ternyata makin parah sampai keluar belatungnya begitu dan bau tidak sedap," curhat Soeharto.

Soeharto mengatakan, meski kondisinya sangat memprihatinkan dia tetap sabar. Dia sering berpesan kepada istrinya, meski dia tidak melihat namun cintanya terhadap Astuti tidaklah akan pernah hilang.

"Kadang dia sering mengeluh sakit, saya jawab 'ya memang sakit, nanti diobati' kemudian saya cium. Obat yang bisa saya berikan ya ciuman tanda sayang itu. Saya ingin menyayangi istri saya seperti Nabi Muhammad menyayangi istrinya, sabar karena dia juga sabar nggak pernah membantah," kisah Soeharto mengenang.

Soeharto dengan kererbatasannya tak bisa apa-apa melihat kondisi istrinya secara cermat. Satu-satunya orang yang peduli adalah Wati tetangganya yang punya warung kopi di seberang rumah.

Wati memang seperti anak kedua yaang memberikan makan, dan sering mengupayakan agar RT, RW, lurah, dan masyarakat memberikan perhatian kepada kondisi Soeharto.

"Saya bilang bapak, untuk menjaga kesehatan supaya tetap bisa merawat ibu. Karena saya sendiri tidak tega melihat luka ibu, saya juga megupayakan ke RT, RW, dan Kelurahan supaya bapak dapat makan gratis. Sekaligus dapat relawan yang pas untuk mengurus ibu," kata Wati, sambil mengemasi piring kotor bekas makan Soeharto untuk dibawa pulang.

Belakangan, Soeharto dibantu seorang relawan dari sebuah LSM bernama Siti, yang membantu membersihkan luka Astuti setiap dua hari sekali.

Setelah pensiun dari tugasnya menjadi atlet, Soeharto mengaku menjadi tukang pijat. Namun seiring berjalannya waktu memang sepi tidak ada yang menggunakan jasanya. Selain itu Soeharto juga menjadi pekerja sosial di YPAB Tegalsari, Surabaya.

Satu-satunya sumber kehidupan yang dia punya adalah pembayaran uang dari rumahnya di Probolinggo yang dikontrakkan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved