Surabaya

Kisah Warga Lamongan yang Selamat dari Gempa dan Tsunami di Palu, Pulang Kampung Jadi Solusi

Kesaksian Warga Lamongan yang Selamat dari Gempa dan Tsunami di Palu, Mencekam di Bagian Awal

Editor: eko darmoko
Kompas.com
Kerusakan parah akibat gempa bumi terlihat di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018). 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Sejumlah korban selamat gempa bumi disertai tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, telah tiba di Sidoarjo, pada Rabu (3/10/2018) malam.

Kepada TribunJatim.com, para korban menceritakan, kejadian itu menyisakan trauma dan duka bagi warga pendatang yang mengais rezeki di Palu.

Salah satunya adalah Tasmani (30) dan keluarganya. Tasmani mengaku lega lantaran dapat pulang kembali ke kampung halaman.

"Alhamdulillah, bisa pulang dengan selamat bareng keluarga," kata perantau asal Lamongan itu saat dijumpai TribunJatim.com pada Kamis (4/10/2018) dini hari di Wisma Bhaskara Juanda, Sidoarjo, Jatim.

Tasmani mengatakan, ia kembali ke Jatim bersama suaminya, Subkhan (38) beserta dua buah hatinya, yakni Rama (2) dan Sifa (10).

Tasmani menjelaskan, gempa yang terjadi pada Jumat (28/9/2018), membuatnya dan keluarga tak mau lagi tidur dalam rumahnya yang berlokasi di Kelurahan Nunut Palu Barat, Palu, Sulawesi Tengah.

Menurutnya, gempa dan tsunami kala itu tak hanya menyisahkan trauma, tapi juga ketakutan yang amat sangat ketika mereka terlelap.

Tasmani menuturkan, sejumlah gempa susulan terus terjadi kendati puncak gempa dengan kekuatan 7,5 SR telah terjadi.

Mau tak mau, Tasmani dan keluarga memutuskan untuk kembali ke Lamongan, Jatim.

"Kita takut mas, di sana juga banyak keluarga yang tidur di tenda-tenda yang terbuat dari terpal di pinggir-pinggir jalan, makannya saya putuskan pulang kampung saja," tandasnya dengan maca berkaca-kaca.

Lalu, apa yang dirasakan Tasmani ketika gempa besar sedang terjadi?

"Pasca gempa pertama, saya lagi di dalam rumah, setelah terasa getarannya hebat, saya dan keluarga langsung keluar rumah, untungnya pas sudah keluar, rumah saya langsung roboh, itu nggak langsung berhenti, setelah itu, setiap hari terasa gempa, sudah nggak ada keluarga yang berani tidur di rumah lagi," ungkap Tasmani dengan logat medoknya.

Oleh karena itu, Tasmani lebih memilih untuk menenangkan diri ke kampung halaman.

Ia mengaku belum tahu apa rencana ke depannya, apakah kembali ke Palu, bekerja di Lamongan, hingga berwirausaha, Tasmani hanya mengatakan ia hanya dapat bersyukur keluarganya masih bisa selamat dari guncangan gempa dan gulungan ombak tsunami kala itu.

"Nggak tahu mas, yang penting saya dan keluarga pulang dulu," tutupnya lalu mengambil selimut yang diberikan relawan.

Tasmani mengungkapkan, suasana pasca gempa di Palu, Donggala, dan sekitarnya benar-benar carut marut.

Tasmani mengatakan, kondisi di Palu pascagempa sudah tak kondusif lagi.

Mengapa?

Menurutnya, aktivitas perekonomian langsung mandeg jegreg.

Hal itu pun berbuntut pada penjarahan terjadi di mana-mana.

"Setelah gempa, bahan makanan susah didapat, bantuan dari pemerintah juga masih belum datang," papar Tasmani kepada TribunJatim.com saat ditemui di Wisma Bhaskara Juanda, Sidarjo pada Kamis (4/10/2018) dinihari.

Lantaran bantuan tak kunjung tiba itu lah, lanjut Tasmani, ia dan keluarganya terpaksa menyantap makanan sisa.

Hal tersebut tak dilakukannya sekali dua kali, melainkan berkali-kali dalam dua sampai tiga hari.

Tasmani menjelaskan, pada Selasa (2/10/2018) siang, ia memberanikan diri untuk pergi ke Bandara Kota Palu.

Namun, saat perjalanan menuju Bandara Kota Palu, ia melihat sekelompok massa menjarah beragam makanan, minuman, sampai beragam barang elektronik lainnya.

"Penjarahan di mana-mana, kami akhirnya ke bandara saja, di sana kami langsung mendaftar ke pihak bandara biar bisa pulang ke Lamongan," tandasnya lalu mengambil air mineral di tas ranselnya.

Lalu, saat ditanya apakah sempat terbesit di pikirannya untuk menjarah, dengan tegas Tasmani mengatakan tidak.

Sembari menggelengkan kepala, Tasmani lebih memilih lebih cepat pulang ke kampung halaman daripada mengumpulkan barang yang bukan haknya.

"Nggak ikut mas, untuk makan saja ambil makanan sisa seadanya, untung-untungan kami bisa pulang ke sini (Sidoarjo), Alhamdulillah," imbuhnya lalu termenung.

Lalu, apakah perjalanan Tasmani dan keluarga kembali ke Jatim cukup mudah?

Tasmani menegaskan, kepulangannya ke Lamongan tak semulus apa yang dipikirkan TribunJatim.com.

Tasmani mengungkapkan, saat akan ke bandara, ia dan keluarga membawa bekal seadanya.

Sesampainya di bandara pun, Tasmani dan keluarga masih harus antre mengular untuk bisa mendaftar pulang ke Lamongan di.

"Kita cuma bawa bekal yang ada, waktu berangkat juga begitu, saat sudah keluar (Palu) naik herkules, kata bapak-bapak TNI pukul 14.00 WITA (Rabu,3/10/2018), transit di Balikpapan, terus sampai di sini (Sidoarjo) 19.00 WIB," ungkapnya sambil menunjukan kedua buah hatinya yang sudah terlelap.

Sesampainya di Sidoarjo, Tasmani hanya berharap dapat segera pulang kampung halamannya di Desa Pucuk, Lamongan, Jatim dan berkumpul dengan saudaranya yang telah menanti.

"Masih menunggu kendaraan dulu, katanya bapak-bapak TNI tadi ada kendaraan yang mengantar sampai ke rumah-rumah (korban), makannya sementara tidur di sini dulu," tutupnya kemudian ia ijin tidur terlebih dulu

.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved