Jember

Polisi Jerat Pengusaha Penangkaran Satwa Langka Izin Kadaluwarsa Dengan UU Konservasi

Meski izinnya sudah habis masa berlakunya, tempat usaha itu masih memperjualbelikan satwa dilindungi

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Achmad Amru Muiz
surya malang/Sri Wahyunik
Kapolda Jatim menunjukkan burung kakatua jambu kuning satwa dilindungi di Jember, Selasa (9/10/2018) 

SURYAMALANG.COM, JEMBER - Polisi menetapkan Direktur Utama CV Bintang Terang berinisial LDA sebagai tersangka dalam dugaan tindak kejahatan konservasi hayati dan sumber daya alam. CV Bintang Terang yang berada di Desa Curahkalong Kecamatan Bangsalsari Jember merupakan badan usaha penangkaran satwa.

Beberapa hari terakhir, jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim menyelidiki indikasi tindak kejahatan hayati dan SDA tersebut. Izin penangkaran CV tersebut disebut kedaluwarsa karena sudah habis masa berlakunya pada 2015 lalu. CV itu berusaha memperpanjang izin penangkaran itu, tetapi belum diloloskan oleh pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BB-KSDA) Jatim.

"Izin penangkarannya sudah habis masa berlakunya, tetapi masih beroperasi. Dia juga menerima dan menampung satwa dari daerah lain. Sedangkan kalau penangkaran itu indukan dan anakannya kan harus jelas," ujar Kapolda Jawa Timur, Irjen pol Luki Hermawan dalam konferensi pers yang berlokasi di CV Bintang Terang, Jember, Selasa (9/10/2018).

Meski izinnya sudah habis masa berlakunya, lanjut Luki, tempat usaha itu masih memperjualbelikan satwa dilindungi. Penangkaran di tempat usaha itu adalah penangkaran burung yang dilindungi.

"Kami masih dalami terus, dan sudah ditetapkan satu tersangka dari pihak perusahaan. Kami akan tertibkan terus usaha seperti ini yang menyalahi aturan," tegas Luki.

Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Agus Santoso menambahkan, usaha yang mengantongi izin penangkaran seharusnya hanya menangkarkan saja. "Penangkaran itu yang menangkarkan saja, induknya jelas, anaknya juga jelas, semuanya terdata. Jadi breeding saja. Dia ini juga menerima dan menampung satwa dari peredaran gelap, dari daerah lain," ujar Agus.

Tersangka dalam perkara itu dijerat memakai UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Polisi menerapkan Pasal 21 ayat (2) Huruf A, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan Pasal 21 Ayat (2) Huruf E, setiap orang dilarang untuk mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan, atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tshun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Barang bukti yang disita dalam perkara itu sebanyak 443 ekor burung dari 11 jenis burung yang dilindungi, terdiri atas 212 ekor nuri bayan (Eclectus roratus), 99 ekor kakatua besar jambul kuning (Cacatua galerita), 23 kakatua jambul orange (Cacatua molluccensis), 82 ekor kakatua govin (Cacatua govineana), 5 ekor kakatua raja, 1 ekor kakatua alba, 1 ekor jalak putih, 6 ekor burung dara mahkota (Gaura victoria), 4 ekor nuri merah kepala hitam (Lorius lory), 4 ekor anakan nuri bayan, 6 nuri merah (Red nury), 61 butur telur nurung bayan dan kakatua, 1 bendel dokumen perizinan penangkaran burung CV Bintang Terang, 1 bendel administrasi pembukuan, 1 ponsel, satu paspor atas nama Lauw Djin Ai, 1 bendel sertifikat burung paruh bengkok yang diterbitkan oleh cv Bintang Terang, dan 1 kantong berisi ring atau gelang kaki (tagging) burung paruh bengkok dan besi pencetak nomor seri ring.

Agus menambahkan, burung dilindungi yang sudah siap jual itu harga berkisar antara Rp 3 juta - Rp 5 juta per ekor. Jajaran Ditreskrimsus, lanjut Agus, masih menelusuri indikasi keterlibatan pihak lain yang diduga menyuplai burung dilindungi ke perusahaan tersebut.

Karena perusahaan itu disinyalir menerima dan menampung satwa dilindungi dari daerah lain yang diedarkan secara gelap. Karenanya, polisi bakal bekerjasama dengan Balai Besar Konservasi SUmber Daya Alam (BB-KSDA) Jatim untuk memilah burung mana hasil penangkaran, dan hasil bukan penangkaran perusahaan itu.

Sementara itu, kuasa hukum CV Bintang Terang, Imam Lutfi mengatakan, pihaknya akan mengikuti proses hukum. "Penjelasan kasus ini sudah dijelaskan oleh Bapak Kapolda tadi. Untuk selanjutnya, klien kami akan terus mengikuti proses penyidikan," kata Imam.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved