Malang Raya
Jelang Pilkades, Sebagian Warga di Malang Ungkit Tower Seluler Berdiri Sejak 10 Tahun Silam
"Jawabannya adalah di provider, monggo dibubarkan saja sementara. Daripada kita semua emosi," saran Camat Turen, Mumuk Hadi Martono.
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, TUREN - Puluhan perwakilan warga Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang kembali jalani mediasi dengan Komisi 1 DPRD Kabupaten Malang.
Kali ini hearing dihadiri oleh perangkat Kecamatan Turen dan perangkat Desa Sananrejo, bertempat di Balai Desa Sananrejo, Senin (29/20/2018).
Hearing tersebut kembali dilakukan sebagai lanjutan mediasi di ruang komisi 1 DPRD Kabupaten Malang beberapa lalu.
Pokok pembahasannya masih soal penolakan keberadaan tower telekomunikasi setinggi 70 meter di wilayah tersebut sejak 2008 silam.
Warga Sananrejo bersikukuh menolak keberadaan tower karena dianggap punya potensi membahayakan keselamatan warga yang rumahnya berdekatan dengan tower.
Berbagai dampak negatif diakui menjadi alasan warga menolak keberadaan tower tersebut.
"Sudah berlangsung 10 tahun. Warga merasa khawatir dengan adanya tower karena faktor keamanan dan dianggap membahayakan lingkungan sekitar. TV warga sering rusak. Radius tower dengan rumah warga begitu dekat jika ada petir dikhawatirkan memantul dan membahayakan warga," ungkap Mario Indra, salah satu perwakilan warga Desa Sananrejo sebelum jalannya mediasi.
Susana hearing tampak berjalan alot kala itu, warga berpendapat bahwa pemberian izin tower tanpa mengundang warga untuk duduk bersama.
"Warga mempertanyakan kenapa tiba-tiba sudah diberi izin mengenai tower tersebut tanpa mengajak warga berdiskusi. Kala itu kepala desa tidak mengaku tidak memberi izin. Makanya sudah setahun ini sejak akhir tahun lalu warga memperjuangkan haknya dengan mengadu ke komisi 1 DPRD Kabupaten Malang," ungkap Markotib perwakilan warga Sananrejo dalam orasinya di hadapan ketua komisi 1 DPRD Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto siang itu.
Sementara itu, ketua komisi 1 DPRD Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto mengatakan pihaknya adalah sebagai mediator dalam permasalahan ini dan tidak bisa memutuskan secara sepihak perihal permasalahan ini.
"Pemerintah melakukan kemudahan berinvestasi kepada investor. Pemkab juga butuh pajak, nah perusahaan juga butuh berinvestasi, kalau ini diputus sepihak (diturunkannya tower) dampak putusnya sarana telekomunikasi di sekitar Sananrejo, Turen bisa jadi masalah juga," ujar Didik Gatot Subroto kepada warga.
Terkait penyelesaian permasalahan ini, Didik menyarankan warga jika memiliki bukti kuat untuk kepentingan penolakan adanya tower dan permasalahan perizinan, perwakilan warga Desa Sananrejo bisa melakukan gugatan kepada Dinas Perizinan Kabupaten Malang untuk selanjutnya dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jika punya bukti kuat, monggo warga untuk menggugat. Dikomunikasikan yang baik," pesan Gatot.
Jalannya hearing lambat laun menjadi panas, warga tetap bersikukuh menolak keberadaan tower yang dianggapnya membahayakan.
Tak ingin mediasi berjalan dipenuhi emosi, Camat Turen menyarankan hearing kali ini ditutup sementara karena harus ada perwakilan provider (perusahaan penyedia jasa layanan telekomunikasi).
"Jawabannya adalah di provider, monggo dibubarkan saja sementara. Daripada kita semua emosi," saran Camat Turen, Mumuk Hadi Martono.
Hearing pun dinyatakan dibubarkan setelah itu, seusai hearing perwakilan warga Desa Sananrejo mengaku tak ada titik temu dalam dengar pendapat kali ini.
"Tak ada titik temu, kami tetap pada pendirian tolak adanya tower dan turunkan tower itu secepat mungkin. Itu harga mati," ungkap Marotib.
Menanggapi saran dari DPRD terkait gugatan kepada Dinas Perizinan Kabupaten Malang, pihak perwakilan warga akan mempelajari lebih lanjut. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Malang Corruption Watch (MCW).
"Kami akan pelajari soal gugatan kepada Dinas Perizinan, kami akan koordinasi lagi dengan MCW," terang Mario Indra usai jalannya hearing.
Di sisi lain, terkait keterlanjutan hearing selanjutnya. Direncanakan mengundang kembali pihak provider yang pada kesempatan lain.
"Saran kami selanjutnya, berharap dinas terkait mengundang pihak provider perihal hal ini untuk memberikan jaminan keamanan kepada warga, tapi itu adalah kewenangan stakeholder," pungkas Didik.
Perlu diketahui, warga Desa Sananrejo menyegel tower salah satu operator seluler beberapa waktu lalu.
Aksi ini sebagai jawaban setelah warga menolak perpanjangan izin operasional tower seluler tersebut dan minta tower dipindah dari wilayah pemukiman penduduk.
Tower seluler tersebut berdiri dan beroperasi sejak tahun 2008. Pada tahun 2017 akhir izin kontrak operasional tower seluler tersebut telah berakhir.
Warga merasa keberatan atas dilanjutkanya operasional tower seluler tersebut karena banyak dampak negative yang dialami warga sekitar tower.
Mulai dari petir yang seringkali menyambar, kerusakan perangkat elektronik warga diduga dampak bocoran frekuensi tower, kesehatan warga terdampak radiasi sinyal seluler tower, rawan terjadi musibah tower ambruk, dan sebagainya.
Masalah Tower, Camat Turen Anggap Ada Oknum yang Berkepentingan Jelang Pilkades
Camat Turen Mumuk Hadi Martono mengendus adanya kepentingan oknum tertentu jelang pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) di wilayah Desa Sananrejo terkait permasalahan tower di wilayah tersebut.
Mumuk menilai banyak statement dari warga yang menyudutkan Kepala Desa Sananrejo, Erna Yustining.
"Dari pembicaraan tadi (hearing) saya memandang bahwa adanya kepentingan pribadi tertentu jelang pilkades, soalnya saya lihat banyak kata-kata yang menyudutkan ibu kepala desa," ungkap Mumuk.
Mumuk menyebutkan, seolah-olah kepala desa melakukan kesalahan dan melahirkan buntut konsekuensi harus mengundurkan diri atau mengakui kesalahannya.
"Iya tadi pembicaraannya seolah seolah-olah ibu kepala desa melakukan kesalahan, konsekuensi harus mengundurkan diri atau mengakui kesalahannya," kata Mumuk.
Sementara itu, Erna Yustining mengaku sudah membuka komunikasi dengan warga pada 31 Januari 2018 dengan mengundang pihak provider, Dinas Perizinan, Satpol PP, Kominfo, Dinas Cipta Karya serta anggota Muspika, total keseluruhan berjumlah 20 orang di balai desa. Namun tak ada satu pun perwakilan warga desa yang datang.
"Kami sudah pernah mengajak warga berdiskusi soal ini, namun kala itu warga tak ada yang datang," ujar Erna.
Erna menyebut warga sudah menuduh dirinya menyimpan arsip terkait perizinan berdirinya tower. Padahal Erna mengungkapkan tidak menyimpan dan menyebunyikan apapun soal arsip tersebut.
"Tupoksi saya hanya mendampingi, terkait arsip perizinan saya tidak menerima dan menyimpan arsip tersebut," pungkasnya.