Malang Raya
Salut! Anak Tukang Becak dari Kromengan, Malang Raih Medali Emas di Korea Selatan
Tukang becak asal Desa/Kecamatan Kromengan, Malang itu bangga anaknya pulang membawa sertifikat dan medali emas dari Korea Selatan.
Penulis: Benni Indo | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Betapa bahagianya Asenan ketika melihat sekaligus mengantarkan anaknya Anton Hendra Kusuma (18) berangkat ke Korea Selatan pada 17 Oktober lalu.
Tukang becak asal Desa/Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang itu semakin bangga ketika pada 23 Oktober, Anton pulang dengan membawa sertifikat dan medali emas.
Putra pertamanya yang kelas XII MIPA 7 SMA N 1 Kepanjen itu mendapatkan medali emas dalam kejuaraan Expo Science Asia 2018 di Korea Selatan. Kejuaran itu diselenggarakan oleh Inha Hwang.
Melalui sambungan telepon, Asenan mengaku bangga melihat pencapaian anaknya hingga mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Tidak pernah terbesit di benak Asenan kalau anakanya bisa sejauh ini prestasinya.
“Anaknya itu pendiam, tapi suka belajar. Bahkan pulangnya sering tengah malam karena belajar. Banggalah saya, namanya juga ayah yang memiliki anak,” katanya kepada SURYAMALANG.COM.
Perjuangan Asenan mengantarkan Anton menjadi siswa yang berhasil tidaklah mudah. Namun semua itu bisa dilakukan dengan perjuangannya yang keras. Asenan mengaku, selain menjadi tukang becak, ia juga kerja serabutan.
“Sehari ya kira-kira antara Rp 30 ribu, pernah juga Rp 200 ribu kalau ramai. Naik turunlah. Ibunya juga di rumah sebagai ibu rumah tangga,” paparnya.
Bahkan dengan penghasilan seperti itu, Asenan berani mengkredit sepeda motor agar digunakan oleh Anton ke sekolah. Bagi Asenan, pendidikan Anton adalah yang utama. Sekalipun penghasilannya jauh dari kata cukup.
“Habis ini juga mau kuliah. Anton mintanya kuliahnya di luar negeri. Nah itu, biaya dari mana?” kata Asenan.
Dihubungi terpisah, Anton menceritakan, ia membuat alat yang terinspirasi dari tumbuhan Putri Malu. Alat yang ia ciptakan itu sangat bermanfaat untuk tanda awal ketika ada peristiwa bencana alam tornado. Anton menyebut alatnya adalah Tornado Detector System.
“Saya meneliti analogi Putri Malu. Ketika disentuh daunnya kan mengatup. Lalu saya implementasikan analogi itu ke konsep alat Tornado Detector System,” ujar Anton.
Keitka dipamerkan di Korea Selatan, alat itu menjadi perhatian serius para juri dan tamu yang hadir. Dijelaskan Anton, cara kerja alat itu adalah mendeteksi kecepatan angin yang datang.
Ketika angin datang dengan kecepatan tinggi, maka secara otomatis detektor akan menutup. Hal itu menandakan adanya potensi terjadinya tornado.
“Dapat mengatup ketika terkena kecepatan angin bahaya, layaknya Putri Malu,” tegasnya.
Di samping itu, alat itu juga memaksimalkan konsep aerodinamik. Alatnya itu bahkan dikomentari letua The International Movement for Leisure Activities in Science and Technology agar alat tersebut dikembangkan untuk kemajuan negara Indonesia.
Bahkan Anton berharap, pengembangan alatnya nanti bisa dimanfaatkan menjadi PLTA. Jadi alatnya itu tidak sekadar mendeteksi tornado semata.
Awal mula Anton mengikuti kegiatan di Korea Selatan itu ketika ia mendapat bimbingan dan informasi dari gurunya di sekolah. Anton pun kemudian membuat alat sejak Januari 2018. Sebelum terbang ke Korea Selatan, Anton harus mengikuti seleksi tingkat nasional terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lolos, ia pun diberangkatkan ke Korea Selatan.
Dalam Expo itu, diikuti oleh puluan dari berabagai macam negara. Masing-masing perwakilan negara menunjukkan temuan mereka. Bagi yang mendapat perhatian tinggi, peserta akan mendapatkan medali emas.
“Keunikan dari alat saya karena analisa dan kedalaman penlitian. Selain itu juga kemampuan presentasi dalam bahasa inggris,” tegasnya.
Anton berterima kasih terhadap semua pihak yang selama ini telah mendukungnya, terkhusus adalah kedua orangtuanya yang telah bekerja keras mengantarkan ia menjadi anak yang sukses.
Anton pun ingin, prestasi-prestasi dari anak negeri di kancah internasional bisa lebih banyak ke depannya.