Malang Raya
Penulis Novel Felix K Nesi: Malang Seperti Rumah Saya Sendiri
Penulis Felix K Nesi (30) sebelum kembali ke NTT usai meraih kemenangan pada lomba sayembara menulis novel 2018
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: yuli
Dari awal meminjamkan laptop, ia dibelikan Uci laptop buat mendukung aktifitas menulisnya pada 2016. Sampai saat ini, kertas-kertas itu masih ada yang disimpannya. Terutama draft awal atau di bab 1. Dari tulisan tangan saat dipindah ke laptop kadang ceritanya jadi berkembang dari ide awal.
Setelah jadi, biasanya ia cetak lagi buat diedit. Ada juga kertas-kertas yang ia kilokan (diloakan) karena ia butuh makan karena tak memiliki uang saat kuliah. Kebiasaan menulis tangan dulu dilakukan sampai sekarang karena membuat ia bisa mengalir menulis cerita.
Tentang menulis, ia mengharapkan bisa terus melakukan. Meski kadang yang ia tulis ada juga yang macet. "Ada banyak folder tulisan gagal. Entah nanti saya teruskan atau tidak," ungkap Felix. Karena ia tak mewajibkan tulisan harus semua jadi. Dalam proses menulis juga mengalir saja.
"Karena kadang saya juga tidak tahu tulisan saya ini jadi seperti apa. Kadang tiba-tiba jadi panjang," paparnya. Saat ini, ia sedang menyelesaikan proses editing buat novel Orang-Orang Oetimo yang baru menang di sayembara di Jakarta baru-baru ini. Ia memutuskan akan menerbitkan lewat Marjin Kiri yang sejak lama diinginkan.
"Mungkin yang saya lihat semangatnya sebagai penerbit indie selain buku-bukunya bagus meski belum semuanya saya baca," ujar putra ketiga dari enam bersaudara itu. Ia memandang menulis merupakan kegiatan aktualisasi dirinya.
Ia juga suka membaca buku-buku yang fungsinya memperkaya wawasan dan pemperbanyak kosa kata yang membantu dalam proses menulisnya. Karena itu membaca buku itu seperti orang makan. Apa yang dikeluarkan tergantung pada apa yang dimakannya.
Sementara itu, dari sayembara menulis novel yang diselenggarakan DKJ sejak 1975 itu akhirnya banyak menelurkan penulis-penulis baru dan penulis sastra terkenal seperti Ayu Utami, Seno Gumiro Aji Darma, Achmad Tohari dll. Dalam proses menulis novel, hal yang disebali adalah misalkan ketika tak tahu harus menyelesaikannya.
Dijelaskan dia, usai menang lomba itu, terasakan gengsinya naik. Ia menyatakan banyak yang mengirim WA ke dia, banyak penerbit datang. Namun jika selalu dipuji-puji, ia juga merass terganggu. "Saya khawatir harapannya terlalu tinggi pada tulisan saya. Bagaimana kalau tidak seperti yang dibayangkan?" Ungkapnya.
Orang pertama yang dikabari menang adalah ayahnya. "Bapak, saya menang," cerita Felix. Hasil dari menang lomba, nilainya juga lumayan. Meski Felix jika bicara slengekan, dalam prosesnya menjadi penulis ia sangat serius. Bicaranya ceplas ceplos yang diakuinya kadang membuatnya berpikir jangan-jangan orang lain tersinggung?
Saat kembali ke kampusnya, banyak yang mengenalinya. Lucunya, sambil bicara di acara itu, jika di sebelah teras ada orang lewat, ia reflek melihatnya. Ini katanya terbiasa karena ia sering duduk di teras fakultas. Kadang juga disapanya "Selamat sore, Pak," sapanya ketika ada seseorang lewat yang dikenalnya.