Jangan Jadi Pelakor Atau Pebinor Jika Tidak Ingin Dihukum dan Dipidana, Sudah Ada Peraturannya

Jangan Jadi Pelakor Atau Pebinor Jika Tidak Ingin Dihukum dan Dipidana, Sudah Ada Peraturannya

Penulis: Fakhri Hadi Pridianto | Editor: eko darmoko
net
Jangan Jadi Pelakor Atau Pebinor Jika Tidak Ingin Dihukum dan Dipidana, Sudah Ada Peraturannya 

SURYAMALANG.COM - Perselingkuhan pasti melahirkan golongan yang selama ini disebut pelakor alias perebut laki orang dan pebinor alias perebut bini orang.

Sudah barang tentu, maraknya perselingkuhan di Indonesia ini membuat banyak pihak geram sekaligus khawatir, khusus bagi korban perselingkuhan.

Perselingkuan semakin marak dan bahkan beberapa menganggap perselingkuhan merupakan hal lumrah karena munculnya rasa bosan dan juga alasan lain di baliknya.

Lebih lagi, perselingkuhan ini kadang termaafkan oleh korban karena beberapa alasan.

Bursa Transfer Liga 1 2019 – Kalteng Putra Resmi Tunjuk Gomes De Oliveira Sebagai Pelatih

Cowok Selingkuh Karena Nafsu di Ranjang, Cewek Selingkuh Karena Harta, Yuk Simak Fakta Lengkapnya

Lucinta Luna Sebarkan Chat Pribadinya dengan Fatih Seferagic : Lagumu Terngiang di Kepalaku

Remaja 16 Tahun Tewas Usai Ditabrak KA di Perlintasan Tanpa Palang Pintu di Lamongan

Namun rupanya, di Indonesia ada Undang-undang yang mengatur terakait persoalan rumah tangga ini.

Melansir dari Kompas.com, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat untuk tetap memperluas pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP).

Berdasarkan pasal 484 ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

Namun, untuk menghindari munculnya praktik persekusi, DPR dan pemerintah sepakat untuk memperketat ketentuan dalam Pasal 484 ayat (2).

Pasal tersebut mengatur pihak-pihak yang dapat melaporkan atau mengadukan orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana zina.

Pasal 484 ayat (2) draf RKUHP menyatakan tindak pidana zina tidak bisa dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri atau pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan.

Frasa pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan kemudian diganti dengan suami, istri, orangtua, dan anak.

Ini Tanggal Pernikahan Irish Bella dan Ammar Zoni Setelah Dilamar Romantis, Tak Akan Lama Lagi

Chika Jessica Foto Bareng Ariel Noah, Tanggapan Luna Maya Langsung Jadi Sorotan

Bursa Transfer Liga 1 2019 – Eks Pemain Persipura Jayapura, Andri Ibo Gabung Barito Putera

Pria Banyuwangi Ini Ajak Kekasih ke Rumah Kos di Surabaya, Ujungnya Jadi Kasus Sekap dan Pemerkosaan

"Jadi tidak semua orang bisa mengadukan. Ayat 2 ini menegaskan delik aduan suami, istri, orangtua dan anak. Disepakati," ujar Ketua Panja RKUHP Benny K. Harman saat memimpin rapat tim perumus dan sinkronisasi RKUHP antara pemerintah dan DPR di ruang Komisis III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Dalam rapat tersebut hadir Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP Enny Nurbaningsih.

Setelah seluruh pasal disepakati dalam rapat tim perumus dan sinkronisasi, draf RKUHP akan dibawa ke rapat Panitia Kerja sebelum disahkan pada Rapat Paripurna.

Meski begitu, Akademisi Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai perluasan ketentuan pasal perzinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) justru berpotensi disalahgunakan.

Menurut Agustinus, tak menutup kemungkinan perluasan pasal zina memunculkan tindakan kejahatan lain, yakni pemerasan. "Apa yang akan terjadi (jika perluasan pasal zina disahkan)? Pemerasan.

Ini ekses negatif yang kemungkinan bisa terjadi dan ini yang harus diantisipasi," ujar Agustinus dalam sebuah diskusi bertajuk 'Membedah Konstruksi Pengaturan Buku I Rancangan KUHP' di Kampus Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).

Ayu Ting Ting Sindir Sikap Plin-Plan Ivan Gunawan, Hingga Tantang untuk Nyatakan Cinta

Polresta Kediri Miliki Ruang Tahanan Berstandar, Pembesuk Dan Tahanan Tak Bisa Berinteraksi Langsung

Dicegat & Didaratkan Paksa Jet Tempur TNI, Ethiopian Airlines Mengaku Buat Penerbangan Tak Terjadwal

Cinta Laura Akan Ikut Ajang Puteri Indonesia, Jawabannya Diberikan Usai Didesak Penggemar

Pasal 460 ayat 1 huruf e draf RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun.

Tindak pidana tersebut tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anak. Dalam KUHP sebelum revisi, perbuatan seksual di luar perkawinan tidak dikategorikan sebagai tindak pidana.

Perbuatan zina hanya dapat dipidana dengan mensyaratkan adanya ikatan perkawinan para pelaku.

Agustinus menjelaskan, dalam suatu hubungan seksual antara dua orang, bukan tidak mungkin salah satu pihak akan menekan pihak yang lain dengan memberikan ancaman untuk melapor.

Salah satu pihak dapat meminta kompensasi atau pemberian uang ke pihak lain jika tidak ingin dilaporkan.

Jika pasal tersebut nantinya disahkan, Agustinus khawatir ketentuan itu justru akan memfasilitasi seseorang dalam melakukan pelanggaran hukum.

"Saya khawatir justru UU akan memfasilitasi bentuk kejahatan semacam ini karena orang seperti diberi semacam power untuk bisa menekan melalui peraturan hukum," tuturnya.

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved