Rumah Politik Jatim

Penghadangan Kampanye Pendukung Paslon Berdampak Penurunan Elektoral Pada Paslon Yang Didukung

Dampak elektoral dari penghadangan yang dilakukan oleh pendukung salah satu paslon justru akan menurunkan elektabilitas pada pasangan yang didukung.

Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Achmad Amru Muiz
suryamalang.com/Fatimatuz Zahro
Surokim Abdussalam, dosen komunikasi politik dan dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura (UTM). 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Aksi penghadangan kampanye maupun sorak-sorakan negatif yang dilakukan oleh pendukung pasangan calon di Pilpres 2019 diyakini Surokim Abdussalam, dosen komunikasi politik dan dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura (UTM), bakal berdampak negatif pada elektabilitas paslon yang didukung.

Dampak elektoral dari penghadangan yang dilakukan oleh pendukung salah satu paslon justru akan menurunkan elektabilitas pada pasangan yang didukung dan berpotensi untuk menaikkan elektoral dari paslon yang dihadang. 

"Menurut saya berbagai bentuk penghadangan atau jenis yangg lain akan berbuah negatif untuk elektoral, berlaku bagi kedua belah pihak. Misal yang menghadang pendukung 01 maka yang akan dapat insentif biasanya lawannya, demikian pula sebaliknya," kata Surokim, Sabtu (2/3/2019).

Karena, Surokim melanjutkan, politik yang dianut oleh bangsa Indonesia ini sesungguhnya high context biasanya yang di dzhalimi dan teraniaya malah akan mendapat simpati.

Apalagi pemilih rasional biasanya menilai hal seperti itu lebay dan tak patut karena tidak fair dan jantan dalam kompetisi. Jika semakin massif menurutnya akan semakin merugikan elektabilitas calon yang didukung.

"Ingat pemilih kita mayoritas pemilih Jawa yg sangat menjunjung tinggi sopan santun fatsun dalam berpolitik," kata Surokim. 

Insentif elektoral biasanya akan diperoleh paslon yang dihadang. Apalagi untuk swing voters dan undecided potensial voters menganggap tindakan seperti itu sebagai politik kekanak-kanakan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pasangan calon no urut 02, Prabowo-Sandi kerap mendapatkan penghadangan saat kampanye di sejumlah titik di Indonesia.  Termasuk di Jawa Timur. 

Yaitu seperti Surabaya, Tuban, Gresik, Jombang, Pasuruan, Sumenep, Pamekasan,  dan juga Banyuwangi.  Pasangan Prabowo Sandi dihadang oleh pendukung lawan dalam bentuk penghadangan,  penyorakan dan sejenisnya. 

Lebih lanjut Surokim mengatakan, tindakan tersebut adalah aksi spontan dari pendukung. Namun hal itu ia nilai adalah bentuk low taste politik atau bentuk politik rendahan. 

"Saya pikir itu reaksi spontan sebagai balasan yang sama juga terjadi untuk paslon yang lain. Tapi menurut saya itu tidak elegan, politik dan kontestasi harus menyisakan ruang respek dan hormat pada lawan," kata Surokim.

Jika politik tanpa dibalut virtue respect maka politik di Indonesia menurutnya akan bisa jatuh ke politik selera rendah (low taste) dan hanya akan berujung pada politik olok olok nir kehormatan.

"Jika terus menerus politik kita sesak oleh hadang menghadang sejatinya kita akan masuk zona politik bar bar (barbarian) yang kuat. Yang menang politik hancur. Menang jadi arang kalah jadi abu sama sama rugi dan tidak memberi kontribusi yang berarti bagi peradaban politil kita sekarang dan masa depan," tegasnya.

Namun di sisi lain,  kalaupun ada yang settingan, sifatnya juga akan sama saja.  Apalagi pihak yang melakukan setting atas hal itu malah lebih parah lagi mereka masuk dalam kategori perusak terstruktur itu menurutnya sungguh tidak elok. 

Para pendukung harus bisa menahan diri dan mengingat bahwa indikator demokrasi yang penting adalah damai dan respek pada pihak lain. Dengan begitu ditegaskan Dosen UTM, seperti akan jauh lebih bermartabat dalam berpolitik insani.

Sumber: Surya Malang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved