Malang Raya
Wali Kota Malang Tidak Melarang Jualan Takjil Asalkan Tidak Mengganggu Pengguna Jalan
“Saya kira saya tidak pernah melarang orang jualan. Tidak pernah melarang orang jualan takjil, tapi jangan mengganggu pengguna jalan,” ujar Sutiaji.
Penulis: Benni Indo | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Wali Kota Malang Sutiaji menegaskan bahwa ia tidak pernah melarang siapapun berjualan.
Terkait surat edaran yang melarang adanya Pasar Ramadan di Jl Sukarno-Hatta karena Pemkot Malang banyak menerima keluhan dari masyarakat sekitar.
“Saya kira saya tidak pernah melarang orang jualan. Tidak pernah melarang orang jualan takjil, tapi jangan mengganggu pengguna jalan,” ujar Sutiaji.
Pemkot Malang banyak menerima keluhan dari masyarakat sekitar Jl Sukarno-Hatta atas adanya Pasar Ramadan yang digelar di pinggir jalan. Kata Sutiaji, keluhan itu sangat banyak diterima.
Sebagian besar mengaku terganggu karena kawasan menuju rumah macet. Akibatnya, banyak yang tidak bisa berbuka bersama keluarga di rumah.
Keluhan itu sudah didengar Pemkot Malang sejak Ramadan tahun lalu. Atas dasar itulah, Sutiaji mengeluarkan surat edaran.
“Yang mau pulang itu ya, akhirnya tidak bisa maghriban atau berbuka dengan keluarganya karena macet,” ungkap Sutiaji.
• GALERI FOTO - Pedagang Takjil Tetap Berjualan di Tepi Jalan Soekarno - Hatta, Kota Malang
Sutiaji menyampaikan, larangan yang dimaksudkan adalah berjualan yang menganggu aktivitas warga lain, terutama pengguna jalan. Tidak hanya sekadar pasar Ramadan, ke depan, kata Sutiaji, aktivitas yang dapat menggangu aktivitas pengguna jalan juga akan dievaluasi.
"Kami sangat mempersilakan untuk berjualan, tapi jangan di jalanan yang itu menganggu aktivitas dan pengguna jalan. Bagaimana jika ada ambulans lewat," paparnya.
Berkaitan dengan solusi penggunaan halaman Taman Krida Budaya Jawa Timur (TKBJ) yang sebelumnya sempat disebut masih susah ditembus, Sutiaji menyampaikan jika event organizer (EO) memiliki persiapan jauh - jauh hari.
"Itulah pentingnya konsultasi dan koordinasi dengan kami langsung. Kalau ada seperti ini kamu bisa arahkan. EO memang harusnya siap jauh - jauh hari," ungkap pria kelahiran Lamongan ini.
Pemkot Malang tidak mempersoalkan jika ingin membicarakan permasalahan penggunaan lahan TKBJ tersebut kepada Pemprov Jatim. Ada Bakorwil sebagai kepanjangan tangan dari Pemprov Jatim di Kota Malang.
"Kan di sini juga ada Bakorwil, nanti bisa lah disampaikan," pungkasnya.
• Satpol PP Persilakan PKL Gelar Pasar Takjil di Kabupaten Malang
• Pedagang Takjil Telanjur Sewa Lapak Rp 2,5 Juta Sebulan, Tiba-tiba Dilarang Berjualan
• Mulai Besok, Satpol PP Kota Malang Tertibkan Pedagang Pasar Takjil di Tepi Jalan Soekarno - Hatta
Sementara itu, Lurah Mojolangu Bambang Mujiono mengatakan bahwa ada empat orang pedagang yang datang ke kantor kelurahan pada Selasa (7/5/2019) siang. Mereka menanyakan terkait adanya surat edaran yang berisi pelarangan membuka pasar Ramadan di Jl Sukarno-Hatta.
“Tadi ada empat orang. Menanyakan soal surat edaran itu.Tanya, benarkah tidak boleh jualan? Berdasarkan surat edaran Wali Kota memang tidak boleh,” ujarnya.
Namun kemudian Bambang mempersilahkan empat orang pedagang itu mendatangai Kantor Camat Lowokwaru karena lokasi Pasar Ramadan berada di lintas kelurahan Mojolangu dengan Jatimulyo. Kata Bambang, surat edaran bukan barang baru sehingga menurutnya wajar dikeluarkannya surat edaran.
“Karena surat edaran mengatur se Kota Malang. Salah satunya mengurangi kemacetan yang ada. Saat hari biasa saja sudah macet, apalagi ada pasar takjil?” ungkapnya.
Yusuf Yudistira, seorang pedagang Pasar Ramadan di Jl Sukarno-Hatta mengaku sempat diperingatkan oleh Satpol PP untuk tidak berjualan di Jl Sukarno-hatta, Senin (6/5/2019). Namun Yusuf masih tetap berjualan pada Selasa sore.
Kali ini tempatnya tidak berada titik semula. Yusuf mengambil tempat lebih ke dalam dari tempat semula. Meskipun masih diseliuti rasa kekhawatiran, Yusuf masih tetap berjualan.
“Ini tidak di tepi jalan. Sudah agak masuk ke dalam. Di sebelahnya Taman Krida,” ungkapnya.
Yusuf mengatakan, seharusnya yang mendapat teguran adalah EO yang mengadakan Pasar Ramadan. Sebagai pedagang, Yusuf hanya peserta yang telah melakukan pendaftaran.
“Tarifnya Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta. Saya bayar Rp 1,5 juta,” ujarnya.
Yusuf mengaku tidak mendapat informasi apapun terkait adanya larangan dari EO. Maka tidak heran jika kemudian para pedagang tetap menggelar dagangannya pada hari pertama Ramadan.
“Kalau menurut saya lebih baik dibuatkan paguyuban saja. Selain itu juga diperbolehkan jualan hanya saja ditertibkan. Diberi tempat, di dalam taman atau di pinggir jalan yang tidak mengganggu lalu lintas,” sarannya.
Kata Yusuf, kehadiran pedagang Pasar Ramadan, juga bagian dari memeriahkan Ramadan. Di samping itu sebagai wadah masyarakat untuk wisata kuliner.
“Di sini lokasinya cukup strategis. Sayang sekali kalau ada larangan. Menurut saya boleh dilarang, hanya ditertibkan,” katanya.
Yusuf sudah berkomunikasi dengan pihak EO. Katanya, pihak EO tengah mempertimbangkan untuk mengembalikan uang pendaftaran pedaganga yang telah mendaftar. Hanya saja Yusuf tidak tahu kapan pastinya waktu pengembalian uang pendaftaran itu.