Malang
BERITA MALANG POPULER Hari Ini, Pemilik Buaya di Atap Rumah Hingga Fakta Aturan RW yang Viral
Berikut ini deretan berita Malang populer hari ini, Jumat 12 Juli 2019.
Penulis: Raras Cahyaning Hapsari | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.com - Berikut ini deretan berita Malang populer hari ini, Jumat 12 Juli 2019.
Berita Malang hari ini terdiri dari fakta baru tentang pemilik buaya di atap rumah warga.
Selain itu ada juga fakta tentang aturan RW yang viral karena mengharuskan pendatang baru membayar 1,5 juta rupiah.
Berikut berita Malang hari ini yang populer sejak kemarin.
1. Fakta Aturan RW yang Viral

Sebuah surat berisi tata tertib (tatib) peraturan di RW 2, Kelurahan Mulyorejo, Sukun, Kota Malang menjadi perbincangan warganet. Pasalnya, di sana tercantum tarif yang nilainya hingga jutaan Rupiah.
Contohnya warga yang pindah dan menetap di RW 2, diharuskan membayar Rp 1,5 juta. Biaya itu sudah termasuk biaya makam. Ada juga permintaan sebanyak 2 persen dari aset warga RW 2 yang terjual.
Selain itu disebutkan juga Warga yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga didenda Rp 1 juta. Jika melakukan perzinaan, didenda Rp 1,5 juta. Ada beberapa denda lagi yang nominalnya mulai dari Rp 50 ribu hingga ratusan ribu.
Di bawah surat tersebut, terdapat tandatangan Ketua RW 2 Ashari. Saat dikonfirmasi, Ashari mengatakan bahwa yang melatarbelakangi adanya surat itu agar kampungnya aman, sehat, harmonis, respon.
Ashari mengangguk dan mengatakan benar saat ditanya apakah surat itu untuk menakuti wargan. Pasalnya, banyak warga yang tidak melapor ke RT atau RW.
"Setelah saya terpilih menjadi RW, ada kejadian yang meresahkan warga. yakni kasus perselingkuhan. Surat itu dibuat berdasarkan kesepakatan para tokoh masyarakat, ketua RT, yang disahkan 14 Juni," ungkapnya.
Ashari menerangkan, untuk biata Rp 1,5 juta pada warga pindahan, rinciannya Rp 1 juta satu keluarga yang digunakan untuk biaya makam. Sedangkan Rp 500 ribu masuk ke kas RT dan RW.
"Itu dari rembukan, sebelum saya menjadi RW Rp 750 dan tidak tertulis," katanya.
Sedangkan soal 2 persen masih menjadi pertentangan. Kata Ashari, ada yang mengusulkan 0,2 persen saja, namun angka itu dinilai terlalu kecil.
Ashari mengaku tatib itu menimbulkan keresahan di tengah warga. Sejauh ini, sudah ada dua warga yang mengadu ke dia.
Menurut Ashari seandainya warga tidak membayar ketentuan itu tidak akan jadi masalah.
Lurah Mulyorejo R Syahrial Hamid saat dimintai keterangan mengatakan pihaknya masih melakukan klarifikasi terkait adanya tatib tersebut. Ia mengaku sudah mengetahui adanya informasi tatib itu.
"Mohon maaf belum bisa kasih jawaban dulu soalnya masih mau mengklarifikasi semuanya. Memang kemarin setelah begitu saya membaca, langsung merapatkan sosialisasi ke RT/RW dan mereka siap mengubah," katanya.
Hamid memastikan kalau tatib yang dibuat di RW 2 akan direvisi. Namun di satu sisi Hamid mencoba memaklumi karena menurutnya pihak-pihak yang membuat tatib belum mengerti proseduralnya.
2. Pemilik Buaya di Atas Atap

Diberitakan sebelumnya, seekor buaya ditemukan di atas genteng rumah warga di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Keberadaan buaya itu sempat membuat panik dan viral di grup Facebook Komunitas Asli Malang.
Betapa tidak, secara mendadak buaya itu nangkring di genteng rumah warga seperti 'turun dari langit'.
Kapolsek Kedungkandang, Kompol Suko Wahyudi menuturkan, seorang warga bernama Junaedi melapor atas rumahnya jebol sekitar pukul 17.00 WIB.
Tini (62) istri dari Junaedi lah yang pertama kali melihat keberadaan buaya itu.
Belum lama ini identitas Pemilik buaya itu terungkap.
Usut punya usut, buaya yang ditemukan di atap rumah Tini (62) dan Junaedi, warga Jalan Ki Ageng Gribig Kedungkandang, Kota Malang pada Rabu (10/7/2019) itu berasal dari rumah tetangga.
Vera adalah istri dari Putra, tetangga Tini yang diketahui gemar memelihara binatang.
Vera membenarkan, bahwa buaya yang lepas itu berasal dari rumahnya yang ada di lantai atas.
"Iya itu milik suami saya Putra yang saat ini sedang ada di Polsek Kedungkandang untuk dimintai keterangan," ucapnya pada SURYAMALANG.COM, Kamis (11/7/2019).
Vera sendiri tidak tahu jika ada buaya di atas rumahnya.
Ia justru mengetahui dari tayangan televisi, tak lama kemudian suaminya mengaku bahwa buaya tersebut adalah titipan temannya.
"Suami saya memang gemar memelihara binatang. Tapi saya tidak tahu kalau ada buaya. Karena memang pada saat itu kondisinya sepi tidak ada orang," ujarnya.
Kata Vera, apabila waktu itu dirinya tahu suaminya membawa buaya pasti akan ia larang.
Sebab, ia masih memiliki balita, maka dari itu dirinya khawatir.
"Sama suami saya buaya itu hanya diikat saja di luar. Karena memang kami tidak punya tempat atau krangkengan," paparnya.
Kini buaya muara berukuran panjang 170 centimeter dan lebar 12 centimeter telah diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur.
"Saat ini buaya tersebut sudah dititipkan ke penangkaran buaya PT Bhakti Batu Sejahtera (Predator Fun Park)," tandasnya.
Namun menurut Humas Predator Fun Park, buaya tersebut sedang mengalami stress dan kini dikarantina untuk memulihkan kesehatannya.
3. Ajakan Prof Wardiman Djojonegoro ke Universitas Ma Chung Malang

Mendikbud era 1993-1998, Profesor Wardiman Djojonegoro, dalam sebuah diskusi di Universitas Ma Chung, Kota Malang, mengatakan bahwa sastra dan budaya Panji telah tersebar ke luar nusantara.
Di satu sisi, Panji sendiri merupakan produk asli Indonesia, khususnya Jawa Timur. Katanya, selama ini bangsa Indonesia telah lama mengimport budaya dan sastra luar seperti Mahabarata, Ramayana. Padahal, Panji juga tidak kalah dengan kisah-kisah lainnya tadi.
Menurut Prof Wardiman, tantang anak muda saat ini adalah mengemaskan budaya Panji. Sebetulnya, Panji sendiri bisa diinterpretasikan dalam banyak hal. Wardiman menyebutnya open source seperti pada android.
“Panji itu prinsipnya adalah cerita, kemudian cerita dikemas dalam buku. Panji juga dikemas dalam tarian, topeng, dan yang lainnya,” terang Wardiman, Kamis (11/7/2019).
Saat ini, Wardiman tengah berupaya untuk membuat Panji relevan dengan kondisi kekinian. Oleh sebab itu, perlu peran anak muda.
Wardiman juga mendorong agar para kepala daerah bisa memasukkan ilmu sial kebudayaan Panji ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai tingkat dasar hingga menengah atas.
“Sekarang ini, daerah memiliki kewenangan. Sehingga provinsi dan kabupaten/kotalah yang memiliki inisiatif. Harus ada muatan lokal dari pemerintah daerah,” jelasnya.
Sementara itu, akademisi dari FISIP Unair di Departement Hubungan Internasional, Joko Santoso bahkan memperkenalkan istilah soft power. Secara garis besar, soft power adalah upaya menunjukkan daya tarik kepada khalayak agar orang tertarik.
Dalam konteks Panji, kata Joko peluang untuk membangun soft power itu terbuka lebar. Oleh sebab itu, peluang tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya para anak-anak muda.
Mulai dari negara-negara di Amerika, Eropa, Afrika, Australia, Arab Saudi hingga Asia Timur. Namun sejauh ini belum terlihat ada sosok tokoh dari Asia Tenggara.
“Ini adalah peluang yang bisa kita ambil,” ajaknya.
Diterangkannya, tantangan kebudayaan berkaitan dua hal. Pertama Bagaimana mendudukan asal muasal kebudayaan tersebut. Kedua memperluas basisnya.