Malang Raya
8 Fakta Istri Teroris yang Dipenjara di Malang, Tinggal di Gunung dan Hamil Besar Saat Penangkapan
8 fakta istri Teroris yang dipenjara di Malang, tinggal di gunung dan hamil besar saat penangkapan.
Penulis: Sarah Elnyora | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM- Lima fakta istri teroris yang dipenjara di Malang terungkap dari pengakuan sang narapidana.
Dalam pengakuannya, istri gembong teroris asal Poso yang kini ditahan di Malang itu menceritakan situasinya saat tertangkap.
Istri teroris asal Poso, Sulawesi Tengah itu bernama Tini Susanti Kaduku, dan sudah 3 tahun di penjara.
Berikut 8 fakta Tini Susanti Kaduku istri mantan teroris Poso dari hasil wawancara SURYAMALANG.COM:
1. Tertangkap dalam kondisi hamil besar

Tini alias Umi Fadel adalah narapidana kasus terorisme yang ditangkap pada Oktober 2016.
Suaminya, Ali Kalora adalah pemimpin jaringan teroris MIT yang menggantikan peran Santoso setelah tewas tertembak Satgas Tinombala.
Saat penangkapan, Tini sedang hamil besar dan mengungsi ke rumah adik iparnya di Desa Moengko Lama, Poso.
2. Tinggal di gunung

• Tergiur Iming-iming Raffi Ahmad, Merry Batal Nikah & Kembali Lagi, Diajak Keliling Dunia Sang Bos
Sebelumnya, perempuan beranak empat ini memilih hidup di Gunung Biru menemani suaminya.
"Awalnya saya pikir hanya tiga hari saja ke gunung karena Santoso menelepon dan bilang kalau suami saya sakit. Tapi saat mau turun, TNI terus datang, saya takut. Akhirnya suami tidak izinkan saya pulang," katanya.
Dalam persidangan, jaksa mengungkap peran Tini adalah sebagai fasilitator pertemuan Jumiatun alias Umi Delima (istri Santoso) dengan Santoso.
3. Jadi Perantaran
Ceritanya, September 2014, Santoso mengirim pesan melalui akun Facebook-nya yang bernama ‘Madu Hutan’ kepada Tini. Ketika itu, Santoso meminta Tini untuk menjemput Jumiatun di rumah kosnya.
Tini pula yang kemudian menjadi penjemput Nurmi (istri Basri) yang akan bertemu dengan Basri, sebulan setelahnya. Instruksi penjemputan Nurmi ini pun disampaikan Santoso lewat akun Facebook yang sama.
Tak hanya itu, Tini juga yang diminta Santoso untuk mencari orang yang akan merawat anaknya saat Jumiatun menyambangi kelompok MIT ke gunung.
4. Suaminya Tini Ahli Memakai Senjata

• Potret Anak dan Istri Cak Lontong yang Tak Terekspos, Putranya Mahasiswa UNAIR, Putrinya Cantik!
Tini mengatakan kekuatan jaringan teroris yang kini dipimpin suaminya semakin melemah.
Selain kehilangan banyak pasukan, amunisi yang dikantongi juga menipis. Apalagi, hanya Ali yang punya keahlian senjata dan mengenyam pendidikan militer dari Santoso.
"Waktu di sana, cuma suami saya kok yang pegang senjata. Yang lain tidak," katanya.
5. Dipenjara selama 3 tahun
Pengadilan Jakarta Timur memvonis Tini bersalah karena melindungi suaminya yang bergabung dalam kelompok teroris MIT. Ia divonis dengan pidana penjara selama tiga tahun pada 5 Juli 2017.
"Tidak apa-apa. Waktu itu saya pasrah saja. Saya terima," kata Tini.
6. Tidak pernah mendapat remisi
Selama menjalani masa hukuman, Tini belum pernah mendapatkan pengurangan masa tahanan atau remisi. Sebabnya, ia masih menolak mengakui NKRI.
"Tapi saat 17 Agustus, saya selalu senang melihat teman-teman saya diberi remisi. Saya senang jika melihat mereka senang," ucapnya.
7. Ingin Wirausaha Setelah Bebas

• 5 Pola Hidup Sehat AKP Marhaeni, Polwan Asal Bali yang Dinas di Malang, Tetap Olahraga Meski Sibuk
Oktober mendatang, Tini bakal menghirup udara bebas. Kepada SuryaMalang.com, ia mengungkapkan keinginannya menjadi seorang wirausahawan dengan membangun sebuah toko kue.
"Saya ingin mempraktekkan ilmu yang saya peroleh di lapas. Saya di sini bikin kue, sudah bisa bikin lima resep. Mohon doanya ya," tutup dia.
8. Bungkam ditanya Makna Kemerdekaan
Tini Susanti Kaduku mengaku, masa kecilnya juga ikut merayakan Hari Kemerdekaan RI.
Ketika berumur 10 tahun misalnya, ia ingat pernah menjadi peserta lomba balap karung dan makan kerupuk bersama teman sebaya di kampungnya, Poso, Sulawesi Tengah.
"Waktu kecil hanya main-main saja. Tidak merasakan apa-apa saat 17 Agustus, mungkin karena masih kecil," cerita Tini, Sabtu (17/8/2019).
Ketika ditemui di Lapas Wanita Klas II A Malang, Tini tak banyak bicara. Apalagi ketika ditanyai apa makna peringatan Hari Kemerdekaan baginya. Ia hanya diam.
"Tidak ada," ucapnya.
Kabar Mantan Teroris Bom Bali
Terlepas dari kisah Tini, kabar mantan teroris Bom Bali juga terlihat saat momen peringatan HUT ke-74 RI kemarin.
Sebab, terlihat sejumlah mantan narapidana teroris (Napiter) dan mantan kombatan mengikuti upacara peringatan HUT ke-74 RI di Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019).
Kini, mereka tergabung dalam naungan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) yang berbasis di Desa Tenggulun. YLP dirintis oleh Ali Fauzi, mantan teroris bom Bali 1.
• BERITA MALANG POPULER Hari Ini, Pekerjaan Istri Teroris & Sikap Wali Kota Malang ke Mahasiswa Papua

Ali Fauzi bersaudara dengan Ali Gufron, Amrozi dan Ali Imron. Dua kakaknya, Ali Gufron dan Amrozi, sudah dieksekusi mati.
Saat upacara Sabtu pagi, Sumarno, mantan napiter bom Bali 1, bertugas sebagai perwira upacara.
Sumarno mengaku susah mengucapkan kata upacara peringatan karena dulu mengucapkan Republik Indonesia saja tidak pernah, repot.
"Lebih mudah menghafal tulisan Arab," kata Sumarno, usai upacara.
Sumarno mengakui sama sekali belum pernah menjadi petugas upacara sehingga gugup saat mendapatkan tugas tersebut.
Namun rasa gugup dan gagap itu bisa dienyahkan dengan latihan selama sepekan menjelang peringatan HUT RI ke- 74 ini.
"Beruntung dalam waktu satu minggu latihan, begitu dilaksanakan hari ini hasilnya tidak mengecewakan, " akunya.
Sumarno berceloteh terkait perasaannya ketika menjadi petugas upacara.
Sumarno kemudian berpesan dan memantapkan kepada teman-temannya untuk ittiba' kembali pada NKRI.
NKRI harus menjadi rumah bagi para mantan Napiter dan kombatan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. "Kita ini sudah NKRI, kok," kata Sumarno.

Sementara itu, Hamim Tohari, mantan napoter bom Bali 1, yang memimpin pembacaan ikrar kesetiaan kepada NKRI dalam upacara HUT RI ke-74 mengajak untuk menciptakan suasana yang kondusif di negeri sendiri.
"Negara kita ini tanggungjawab kita untuk menjaganya," tandasnya.
Ia meminta kepada semua ikhwah yang pernah 'seperjuangan' untuk bersatu menciptakan suasana sehat, menjaga persatuan menuju Indonesia lebih bagus, lebih kondusif dan aman.
Hamim berulangkali berharap semua mantan Napiter dan kombatan yang sudah bergabung dalam Yayasan Lingkar Perdamaian untuk selalu mengedepankan hidup rukun, damai dan mempertebal persatuan dan kesatuan.