Universitas Brawijaya Malang

Universitas Brawijaya (UB) Malang Borong Sinta Awards dari Kemenristekdikti

Universitas Brawijaya (UB) Malang memborong Science and Technology Index (SINTA) Awards yang diselenggarakan Kemenristekdikti.

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: yuli
ist
Para penerima Sinta Awards Kemeristekdikti dari Universitas Brawijaya Malang di Jakarta pekan lalu. 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Universitas Brawijaya (UB) Malang memborong Science and Technology Index (SINTA) Awards yang diselenggarakan Kemenristekdikti. 

Ini sebuah apresiasi pemerintah untuk peneliti dan akademisi. Peringkat pertama untuk kategori kekayaan intelektual bidang paten pada inventor paling produktif jatuh pada Purwadi, dosen Fakuktas Peternakan dan Teti Estiasih, dosen di Fakultas Teknologi Pertanian.

UB juga peringkat kedua lembaga terproduktif untuk kekayaan intelektual bidang paten. "Ya surprise. Saya tahunya ya saat pemberian award di acara itu. Kok tiba-tiba dapat award," tutur Prof Dr Teti Estiasih kepada Suryamalang.com, Senin (16/9/2019) saat ditemui di kantornya.

Dikatakan, di Sinta, semua data dosen terekam. Jadi ia tidak mengajukan. "Di kriteria Sinta Award ada rumusnya untuk paten terdaftar dan granted (paten dan invensi)," jelas Wakil Dekan I FTP UB ini.

Ia memiliki 19 paten dan 12 granted sejak 2011. "Saya produktif karena setiap tahun saya dapat hibah riset dari berbagai skema pembiayaan," akunya. Dari pembiayaan itu, maka harus ada produk luarannya berupa haki dan publikasi. "Ada sebagian yang saya ajukan untuk haki dan sebagian untuk publikasi," jawab Teti. Jika untuk memproteksi temuan untuk arah paten, maka tidak dipublikasikan karena akan jadi public domain.

Kalaupun dipublikasikan, tetap ada yang diproteksinya. Karena kini ia masuk sebagai pejabat struktural, Teti merasa waktunya akan terbatas untuk riset. "Saya juga masih mengajar sehari tiga kali. Tantangan saya sekarang ya di waktu," kata wanita berhijab ini. Sebab untuk melakukan riset dan butuh pendanaan, butuh waktu lebih untuk pengayaan literasinya. Misalkan soal kebaruannya dll.

Ternyata sebelum masuk peringkat II ini, Teti menyatakan pernah meraih prestasi di South East Asia Regional Coorporation On Agriculture Professional Chair Awards pada Juni 2019. Dari Indonesia ia sendiri bersama koleganya dari Philipina dan Malaysia. Universitas-universitas di Asia Tenggara yang berafiliasi di bidang agriculture bergabung di lembaga itu.

"Untuk yang ini, lebih dilihat CV-nya dan membuat makalah dia lembar. Saya mengangkat tentang ketahanan pangan," katanya. Ia mengangkat topik tentang pengembangan produk pangan berbasis umbi-umbian yang jarang dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan pangan. Dikatakan, sumber karbohidrat banyak selain beras dan terigu.

Masih ada umbi-umbi lokal sebagai alternatif. Seperti gembili, uwi, gadung, mbothe dll. Ini bisa dijadikannya sebagai produk olahan. "Saya malah sudah bikin mie berbasis umbi-umbian dan mendapat paten," kata dia. Semua patennya nanti diarahkan ke hilirisasi agar bisa berproduksi. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved