Kabar Bandung
Orang Tua Kandung Diusir Warga Satu Kampung, Tega Aniaya Anak hingga Buta, Lumpuh & Hilang Ingatan
Orang tua kandung diusir warga satu kampung, tega aniaya anak hingga buta, lumpuh dan hilang ingatan, begini nasibnya sekarang.
Penulis: Sarah Elnyora | Editor: Adrianus Adhi
SURYAMALANG.COM - Orang tua kandung harus menerima karma diusir warga kampung atas dugaan tindak penganiayaan pada anaknya sendiri.
Akibat tindakan tersebut, bocah 7 tahun di Pengalengan, Bandung itu mengalami lumpuh, buta dan hilang ingatan.
Kabar dugaan penganiayaan ini pun menyebar luas di media sosial dan foto mengenaskan bocah tersebut viral.
Awalnya kabar penganiaayaan ini di-postingan akun Instagram @yuni.rusmini Senin (20/1/2020) lalu.
Dalam postingan disebutkan bocah 7 tahun tersebut bernama M Rizki Anugrah.

Rizki Anugrah diduga adalah korban penganiayaan orangtua kandungnya sendiri selama bertahun-tahun.
Saat diselamatkan, Rizki Anugrah dalam keadaan yang begitu memprihatinkan.
Tubuh Rizki Anugrah begitu kurus dan penuh dengan luka-luka.
Rizki Anugrah ditemukan dalam keadaan lumpuh, tak bisa bergerak dan terbaring tak berdaya.
Dilansir dari Tribun Jabar, Rabu (22/1/2020) Rizki Anugrah juga mengalami luka serius pada bagian kepalanya.
Hal itu membuat bocah 7 tahun di Pengalengan, Bandung ini mengalami gangguan ingatan dan kebutaan.
Rizki Anugrah sempat mendapatkan perawatan di RSHS Bandung selam 3 bulan lalu pindah ke RS Al Ihsan Baleendah, selama 2 tahun.
Kendati demikian kondisi tubuh Rizki Anugrah tak juga membaik.

Bahkan untuk sekedar berganti posisi saat tidur saja, Rizki Anugrah membutuhkan bantuan orang lain untuk merubah posisi tubuhnya.
Kini bocah 7 tahun itu tengah dirawat oleh kedua orang tua angkatnya.
Sehari-hari, Rizki Anugrah cuma bisa berbaring lumpuh tanpa bisa bicara atau berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
"Rizki sekarang tidak bisa apa-apa, jangankan berjalan, ngomong saja sudah tidak bisa, duduk tak bisa," kata Wakil Ketua Komunitas Lets'go Sedekah, Heri seperti yang dikutip dari Tribun Jabar.
Tak hanya kesulitan bergerak, Rizki Anugrah juga membutuhkan bantuan untuk mengkonsumsi makanannya.
Lantaran tubuhnya yang lemah, bocah 7 tahun itu tak bisa mengkonsumsi makanan berat.
Rizki Anugrah hanya bisa mengkonsumsi susu lewat selang yang dipasang melalui lubang hidungnya.
"Susu juga kemarin pakai selang lewat hidung, cuma sekarang selangnya dicabut karena katanya selangnya sempat mampet," kata Heri.
Saat ini Rizki Anugrah hanya bisa dirawat oleh orang tua angkatnya lantaran keterbatasan biaya.
Pasalnya, sampai detik ini Rizki Anugrah tak bisa didaftarkan BPJS oleh orang tua angkatnya lantaran harus menggunakan KK orang tua kandungnya.
Mengutip dari Tribun Jabar, orang tua kandung Rizki Anugrah tak diketahui keberadaannya setelah diusai warga kampung pasca ketahuan menyakiti anak kandungnya sendiri.
Tak ayal kondisi Rizki Anugrah yang memprihatinkan ini viral di media sosial.
Banyak netizen di Tanah Air yang simpatik dengan kondisi yang dialami oleh Rizki Anugrah.
Tidak sedikit dari mereka yang mengecam perbuatan orang tua kandung Rizki Anugrah dan mendoakan kesembuhan bagi bocah 7 tahun tersebut.
Di antara ratusan komentar yang membanjiri postingan viral tersebut, banyak pula warganet yang mulai menandai akun-akun publik figur dan tokoh masyarakat untuk membantu Rizki Anugrah.
Mulai dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil hingga akun resmi Gojek Indonesia.
'@rkjabarjuara @jabarquickresponse @jabarbergerak @ridwankamil mudah2an enggal kabantosan' tulis akun @mimihnyaafifah.
'Tolong dibantu kang @ridwankamil' ujar akun @_fit_ummu_kenzie_.
'@awkarin @rachelvennya @tasyafarasya semoga bisa membantu aamiin' ungkap akun @dhientiii.
'Ya Allah bu, kok bisa sejahat itu sama anak sendiri?' tulis akun @putrihussain18.
'Astagfirulloh, orang tua macam apa tega sama anak gitu' tulis akun @lianaliana5242.
'@gojekindonesia Semoga bisa bantu di go give, ramai-ramai sumbang untuk pengobatan adik ini. Tuhan selalu lindungi kamu nak, pulihkanlah Tuhan kembalikan keceriaannya.' tulis akun @emeraldnaomi.
Kasus penganiayaan bukan sekali itu saja terjadi, tahun 2018 lalu kekejaman seorang ibu ramai jadi sorotan karena membakar anaknya sendiri.
Ibu yang tega menyiksa anaknya itu adalah Olga Semet (OS), warga Sangihe, Sulawesi Utara.
OS tega membakar tubuh anaknya yang bernama Jessica Mananohas (10) pada Rabu (12/9/2018) hingga akhirnya meninggal dunia pada Selasa (23/10/2018).
Dikutip dari Tribunnews.com, OS tega membakar putri kecilnya hanya karena masalah sepele, yaitu pisau dapur.
Di hari insiden penyiksaan, OS kebingungan mencari pisau dapur yang biasanya dipakainya untuk memasak.

Kemarahannya tak terbendung saat Jessica dan saudaranya, Dave, tidak kunjung menjawab permintaan tolong sang ibu untuk mencari pisau tersebut. Jessica segera menjadi sasaran kemarahan OS.
Sang ibu memukul kedua tangan dan kakinya dengan pelepah kelapa dan menyiram tubuh Jessica serta Dave dengan minyak tanah.
Setelah itu, OS mengambil pelepah pisang dan membakar pelepah kelapa yang telah diolesi dengan minyak tanah.
OS segera mencari Jessica yang berlari dari kemarahan ibunya itu. Bak seperti orang kesetanan, OS tega menyulut tubuh Jessica dengan api di pelepah kelapa yang telah disulutnya dengan api.
Setelah itu, Jessica pun berlari menjauh hingga terjatuh di dekat tempat sampah. Melihat hal itu, OS pun segera mengejar Jessica dan mencoba menolong korban dengan mengoleskan tomat dan sayur daun gedi ke tubuh Jessica. Lalu bersama tetangga, Jessica dilarikan ke rumah sakit.
Jessica sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit dan menjalani operasi sebanyak 4 kali akibat luka bakar serius di tubuhnya.
"Di rumah sakit Sangihe sudah 3 kali jalani operasi, dan di Manado sekali. Jadi sudah 4 kali," kata Nurlince Sahambangu, tante dari Jessica ketika ditemui Tribunmanado.co.id, Jumat (19/10/2018) di RSUP Kandou.
Selama di rumah sakit, Jessica berdoa agar ibunya mendapat pengampunan dari Tuhan. Hal tersebut diceritakan oleh salah satu kerabat Jessica.
"Dia (Jessica) juga sudah mendoakan sang ibu agar diberi pengampunan oleh Tuhan," kata Nurlince Sahambangu, salah satu kerabat Jessica, Selasa (23/10/2018).
Kondisi Jessica sempat membaik setelah menjalani perawatan, namun dalam sepekan terakhir kondisinya terus menurun. Pada hari Selasa (23/10/2018), Jessica dikabarkan telah meninggal dunia.
"Laporan yang saya terima memang meninggal pada pukul 14.08 Wita," ujar Direktur RSUP Kandou Malalayang Jimmy Panelewen.
Pihak kepolisian kemudian menahan OS atas kasus kekerasan terhadap anak hingga meninggal dunia.
Peneliti sebut kekerasan pada anak dilakukan oleh orangtua
Orangtua digadang-gadang memiliki kewajiban untuk menyayangi dan mendidik anak-anak dengan baik. Orangtua perlu memahami bagaimana cara menangani anak.
Selama ini, banyak pihak menganggap bahwa orang asing yang paling berisiko tinggi melakukan kekerasan dan pelecehan pada anak.
Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang dianggap sebagai sosok paling dekat dengan anak ternyata juga paling banyak menyumbangkan kekerasan bagi anaknya.
Dikutip dari Time.com, menurut National Child Abuse and Neglect Data System (NCANDS), 71,8% kasus pelecehan anak atau kelalaian terjadi di tangan orang tua korban pada tahun 2015.
Peneliti asal Amerika juga mempelajari fenomena serangkaian kasus 28 anak yang menderita kekerasan fisik, penelantaran , penyiksaan, dan penganiayaan psikologis, seperti meneror dan mengisolasi.
Berjudul "Child Torture as a Form of Child Abuse," studi ini mencakup kasus-kasus di mana anak-anak diperlakukan tak manusiawi, seperti tak diberi makanan karena tengah dihukum, dipaksa minum air toilet, kelaparan kronis, dengan semua akses ke makanan di rumah terkunci, dicekik sampai pingsan, ditikam dengan pisau, dibakar, dan dipukul kepalanya dengan benda-benda logam dan tongkat bisbol.
Penelitian yang diterbitkan pada tahun 2014 dalam Journal of Child and Adolescent Trauma , menemukan bahwa 36 persen dari anak-anak ini meninggal akibat penganiayaan dari orangtuanya dan penyiksaan bisa berlangsung hingga delapan tahun.
Dikutip dari Psychology Today, para peneliti menemukan adanya perbedaan kontras antara pelecehan dengan penyiksaan.
Biasanya, pelecehan dilakukan atas dasar kemarahan yang berlebihan dan kehilangan kendali diri oleh orangtua, dimana mereka seharusnya bertanggung jawab atas keselamatan anak.
Penyiksaan lebih lama dan dirancang untuk menetapkan dominasi dan kendali atas jiwa seorang anak. Penyiksaan dilakukan untuk "mematahkan" seseorang secara fisik dan psikologis.
Diperkirakan bahwa 1 hingga 2 persen anak-anak yang dievaluasi untuk pelecehan di AS sebenarnya merupakan kasus penyiksaan, dimana 93 persen anak-anak dipukuli, 21 persen mengalami patah tulang, 89 persen sangat terisolasi, 61 persen secara fisik terkendali, dan 89 persen dibatasi dari makanan atau air.
Lebih lanjut, ancaman kematian yang spesifik dibuat menjadi 32 persen, dan hampir semua anak secara medis diabaikan, namun separuh memiliki riwayat rujukan sebelumnya untuk layanan perlindungan anak.
Seorang anak berusia 14 tahun yang diteliti dalam penelitian ini melaporkan dipaksa makan kecoak, laba-laba, dan serangga lain sebagai bentuk hukuman, termasuk upaya oleh keluarga untuk mencekoki tikus mati. Ayahnya mengikat tangannya di belakang punggungnya, menempelkan kantong plastik di atas kepala dan badannya, dan mengancam akan menenggelamkannya.