Hasrat Menggebu Kepala Sekolah ke Cewek SD Lanjut Sampai SMA, Ngaku Naksir, Berawal di Ruang Kepsek

Hasrat menggebu Kepala Sekolah ke cewek SD lanjut sampai SMA, ngaku naksir, berawal di ruang Kepsek yang sepi.

Penulis: Sarah Elnyora | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/kolase IST/VKontakte via Daily Mail/TribunBali.com
Ilustrasi Asusila di Sekolah 

SURYAMALANG.COM - Hasrat menggebu Kepala Sekolah ke murid perempuan yang duduk di bangku SD berlanjut sampai SMA.

Kepala Sekolah alias Kepsek di Kabupaten Badung, Bali itu melakukan tindak senonoh tersebut lantaran mengaku naksir dengan korban. 

Alhasil, tindak asusila yang sudah dilakukan selama 4 tahun tersebut terbongkar setelah korban buka mulut. 

Kini oknum kepala sekolah SD berinisial IWS tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka Minggu (23/2/2020).

Pria berusia 43 tahun ini diamankan Polres Badung pada Sabtu (22/2/2020) atas laporan siswa yang menjadi korbannya.

Ilustrasi pencabulan ana di bawah umur
Ilustrasi pencabulan ana di bawah umur (Tribun Bali)

Dari hasil pemeriksaan, pelaku mengaku melakukan aksi bejatnya di beberapa tempat kejadian perkara (TKP).

Bahkan oknum Kepala Sekolah itu juga mengaku memuaskan nafsunya di beberapa penginapan di wilayah Kuta Utara.

Mirisnya, kejadian ini baru terungkap setelah empat tahun berjalan.

"Berdasarkan pemeriksaan, pelaku mengakui perbuatannya. Bahkan tidak hanya sekali pelaku juga mengaku mengajak korban berhubungan di rumah dan di beberapa penginapan," ujar Kasat Reskrim Polres Badung, AKP Laorens Rajamangapul Heselo, Minggu (23/2/2020), melansir dari Tribun Bali.

Pencabulan sudah terjadi sejak 2016 lalu sekitar bulan Juli.

Saat itu korban masih duduk di kelas 6 SD.

Ilustrasi siswi SD kolase guru
Ilustrasi siswi SD kolase guru (SURYAMALANG.COM/kolase Mejabulatku.blogspot.com/internet=)

Namun meski sudah tamat SD, aksi pencabulan terus berlanjut hingga Januari 2020 lalu.

Saat ini korban berusia 16 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Kalau ditanya berapa kali, pelaku tidak ingat berapa kali berhubungan terhadap korban," jelas Laorens.

Dari hasil pemeriksaan, IWS melakukan aksinya pertama kali di ruang kepala sekolah.

IWS memanggil korban ke ruang kepala sekolah.

Saat berduaan, pelaku memaksa korban untuk melayaninya berhubungan badan.

"Intinya saat itu dia disuruh berhubungan, mungkin juga ada paksaan hingga korban mau melakukannya," ungkapnya.

Pelaku yang beralamat di Perumahan Dalung Permai itu pun kembali mengajak korban untuk berhubungan badan beberapa kali.

Bahkan diakui pelaku, hal tak senonoh tersebut dilakukan di beberapa tempat, di antaranya seperti ruangan tempat les pelaku di wilayah Dalung, Kuta Utara, di dalam kamar di rumah pelaku di Dalung, dan di beberapa penginapan di wilayah Kuta Utara.

"Pelaku ini kan membuka les di rumahnya. Jadi mungkin di sana pelaku diajak. Termasuk disewakan tempat," kata Laorens.

Terbongkarnya hubungan pelaku dengan korban berawal dari ayah korban yang didatangi oleh seorang guru pembina pramuka di sekolah korban sekarang.

Guru tersebut memberitahukan korban sempat cerita bahwa telah disetubuhi oleh pelaku, yang sudah beristri.

"Korban menerangkan bahwa saat masih kelas 6 SD (sekitar bulan Juli 2016), ia dibujuk oleh pelaku agar mau berhubungan badan dengannya. Ayah korban pun menanyakan kebenaran informasi tersebut kepada korban dan korban mengakuinya," jelasnya.

Kepala sekolah mesum di ruang guru.
Ilustrasi Kepala sekolah mesum di ruang guru. (IST)

Dari informasi tersebut, orangtua korban melaporkan IWS ke Polres Badung pada Sabtu (22/2/2020) dengan laporan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.

"Setelah menerima laporan, saya pun perintahkan anggota unit PPA Satreskrim Polres Badung, dipimpin oleh Kanit IV Reskrim Ipda Komang Juniawan melakukan penyelidikan terhadap keberadaan pelaku."

"Kami kemudian amankan pelaku di tempat tinggalnya di Perumahan Dalung," ungkapnya.

Terkait motif terjadinya kasus pencabulan ini, Laorens mengatakan karena pelaku IWS menyukai korban.

IWS berhasrat menjadikan korban sebagai pacar.

"Kami kenakan Pasal 81 Jo Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun," jelasnya.

Hukuman yang dimaksud dapat ditambah 1/3 karena pelaku sebagai pendidik/tenaga pendidikan {(Pasal 81 ayat (3)}.

Dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Badung I Ketut Widya Astika, mengaku sudah mendapat informasi perihal masalah ini.

 I Ketut Widya Astika menegaskan akan melakukan proses sesuai aturan yang berlaku

"Ya saya sudah dengar. Namun kita di dinas pendidikan menonaktifkan yang bersangkutan karena masih dalam proses," ujarnya, kemarin.

Widya sangat menyayangkan seorang kepala sekolah melakukan perbuatan yang tak senonoh.

Widya berpendapat seharusnya sebagai kepala sekolah dapat menjadi pengayom dan contoh.

"Kalau memang terbukti bersalah tentu sangat disayangkan sekali. Padahal kan semestinya memberikan contoh kepada murid," ujar Widya.

Apabila yang bersangkutan resmi dinyatakan bersalah sesuai hukum, pihaknya akan melakukan pemecatan.

"Oknum guru ini sebenarnya baru menjabat setahun sebagai kepala sekolah di SD di kawasan Kecamatan Kuta Utara, sangat disayangkan. Nanti kita akan pecat sesuai ketentuan kalau sudah sah bersalah," tandas Widya.

Skandal Kepsek dan Guru TK 

Skandal memalukan yang melibatkan seorang Kepala Sekolah juga pernah terjadi di Dusun Prebutan, Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Gunungkidul, Yogyakarta. 

Kepala Sekolah itu kepergok melakukan hubungan tak pantas dengan guru saat malam hari di sekolah. 

Alhasil kedua oknum PNS ini akhirnya diberhentikan tidak hormat oleh Kepala Dusun Prebutan. 

Kepala Dusun Prebutan, Nugroho, mengatakan penggrebekan oknum berinisial DRN dan DN terjadi pada, Kamis (5/9) malam.

Awalnya, para pemuda dusun datang ke sebuah sekolah sekitar pukul 19.00 WIB untuk mengakses internet di sekolah itu.

"Para pemuda curiga kok ada dua sepeda motor masih terparkir di lingkungan sekolah hingga malam hari," katanya.

"Lalu terdengar suara perempuan lantas, para pemuda ini mencari tahu sebenarnya siapa yang malam-malam masih berada di sekolah."

Ketika itu lampu di ruang guru masih dalam keadaan menyala.

Lalu pemuda mencoba mengintip pada sebuah celah.

Lalu tiba-tiba lampu dimatikan oleh seseorang yang berada di dalam.

"Mungkin karena terlalu gaduh di luar DRN dan DN mematikan lampu," kata Nugroho.

"Lalu mereka menelpon saya bahwa DRN dan DN ternyata sedang melakukan perbuatan asusila dan saya dikirimi bukti oleh mereka."

"Tidak lama berselang saya langsung ke tempat kejadian," jelasnya.

Setelah itu dirinya langsung mengintrograsi kedua pasangan yang bukan muhrim tersebut.

Keduanya sempat mengelak saat dimintai keterangan oleh Nugroho selaku kepala daerah.

"Alasan pertama mereka curhat karena adanya permasalahan pada keluarga," tutur Nugroho.

"Lalu alasan kedua DN sedang dalam kesulitan ekonomi dan meminta bantuan kepada DRN."

Tetapi alasan tersebut, menurut Nugroho, tidak logis.

"Karena massa sudah berjubel, lalu saya telepon pihak kepolisian untuk mengamankan kedua pasangan itu," ujarnya.

Lalu pada Senin (9/9/2019) ini dirinya melayangkan surat keberatan kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunungkidul.

"Saya sebagai perwakilan orangtua murid karena anak saya juga sekolah di sekolah tersebut dan perwakilan masyarakat menuntut agar DRN diberhentikan atau minimal dipindah dan diturunkan jabatannya sekarang yang merupakan kepala sekolah," katanya.

Sementara itu, Kepala Disdikpora Kabupaten Gunungkidul, Bahron Rasyid membenarkan adanya kasus asusila tersebut, dan telah menerima surat keberatan dari pihak kepala Dusun.

"Jelas perbuatan itu (asusila) ada sanksinya, kami saat ini sedang mengumpulkan bukti-bukti dan melakukan kajian mendalam terkait kasus ini."

"Selain itu untuk menjaga psikologis peserta didik dan kedua pelaku, keduanya untuk sementara waktu ditarik ke dinas untuk yang laki-laki,"

"Sedangkan perempuan ditarik ke Korwil sampai waktu yang belum bisa ditentukan," katanya.

Bahron mengatakan, terkait dengan sanksi yang berwenang memberikan sanksi tersebut adalah bupati.

"Keduanya status ASN jika nanti terbukti bersalah mereka harus siap menerima sanksinya," kata Bahron.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved