Akhir Kisah Hukuman Sadis Pakai Kotoran Manusia di Seminari, Maumere, Ujungnya Damai
Kisah hukuman sadis kakak kelas di Seminari Bunda Segala Bangsa, Maumere berakhir damai.
Penulis: Raras Cahyaning Hapsari | Editor: Adrianus Adhi
Mgr.Edwaldus, dalam kotbahnya mengajak semua yang hadir memperjuangkan rekonsiliasi dalam kerapuhan dan kelemahan.
Sebagai pribadi dan lembaga, kata Mgr Edwaldus, akan jatuh dalam kelemahan, kerapuhan dan kegagalan.
Namun, dalam semangat iman terpanggil untuk melangkah maju, kepala tegak dan berani mengakui kelemahan dan kerapuhan kita.
"Sebagai lembaga pendidikan hendaknya mewartakan cinta kasih Injil sebagaimana diamanatkan dalam visi dan misi KWI," pinta Mgr.Edwaldus.
Dikatakanya, lembaga pendidikan seperti seminari harus sering melakukan refleksi bersama atas dokumen-dokumem gereja, bersama para pendamping di seminari maupun guru-guru di sekolah.
Sharing kitab suci dan ajaran Sri Paus menjadi sangat penting bagi lembaga seminari.
Dalam semangat pembaharuan sejati, Mgr.Edwaldus mengajak semua menjadi murid Yesus dengan hari-hari yang penuh sukacita injil.
"Marilah kita saling mengampuni dan belajar dari kesalahan kita, rendah hati yang terbuka, mengampuni dan mengakui segala kesalahan, kekurangan, kegagalan dan kejatuhan dalam hidup," ujarnya.
Klarifikasi Pihak Sekolah
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Duduk Perkara Siswa Dihukum Makan Kotoran Manusia, Dilakukan Kakak Kelas, Seminari Minta Maaf', pihak sekolah kini buka suara.
Pimpinan Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Romo Deodatus Du'u mengatakan insiden iu terjadi pada Rabu (19/2/2020) sekitar pukul 14.30 WITA.
"Terminologi 'makan' yang dipakai oleh beberapa media saat memberitakan peristiwa ini agaknya kurang tepat sebab yang sebenarnya terjadi adalah seorang kakak kelas menyentuhkan sendok yang ada feses pada bibir atau lidah siswa kelas VII," kata Deodatus dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Selasa (25/2/2020).
Deodatus juga membantah aksi itu dilakukan oleh pembina atau pendamping.
Kejadian itu, kata dia, dilakukan dua siswa kelas XII yang bertugas menjaga kebersihan area asrama siswa kelas VII.
Deodatus menceritakan, insiden itu bermula ketika salah seorang siswa kelas VII membuang kotorannya sendiri di kantong plastik yang disembunyikan dalam lemari kosong di kamar tidur.