Berita Malang Hari Ini
Universitas Kanjuruhan Malang Ajak Mahasiswanya Memahami Nilai Kebangsaan Melalui Pancasila
Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) menggelar kegiatan dialog lintas agama, Rabu (11/3/2020).
Penulis: Mochammad Rifky Edgar Hidayatullah | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, SUKUN - Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) menggelar kegiatan dialog lintas agama, Rabu (11/3/2020).
Dialog tersebut diikuti ratusan mahasiswa dan para dosen, baik dari Unikama maupun kampus lain di Kota Malang.
Tiga tokoh agama hadir dalam kegiatan itu, yaitu Gus Dhofir Zuhry, I Ketut Sudiartha, dan Andri Gulthom.
Mereka menyampaikan materi yang berkaitan dengan harmonisasi dalam beragama, serta dalam menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
“Kami gelar acara ini karena kami sadar bahwa mahasiswa yang akan keluar dari Unikama tidak hanya mengetahui tentang ilmu pengetahuan saja, tapi juga sikap kewarganegaraan sebagai bangsa Indonesia,” ucap I Wayan Legawa, Kepala pusat studi Pancasila dan Multikultural Unikama kepada SURYAMALANG.COM.
Pembelajaran mengenai nilai-nilai Pancasila dirasakan oleh Wayan merupakan hal penting untuk dipelajari oleh para mahasiswa.
Agar nantinya mereka bisa mengajarkan nilai-nilai Pancasila ini kepada masyarakat ketika lulus dari masa studinya selama dibangku perkuliahan.
Wayan menyampaikan Unikama merupakan lembaga yang peduli dengan kebersamaan dan harmonisasi.
Untuk itu, makna kampus multikultural ini tidak hanya menjadi semboyan saja, akan tetapi juga menjadi action nyata di dalam kehidupan bermasyarakat.
“Kami harus mengenalkan Indonesia, di antaranya melalui forum akademik ini, agara ideologi pancasila ini bisa dipahami oleh mahasiswa ketika mereka keluar nanti,” ucapnya.
Tak hanya itu, dalam menjujung tinggi nilai-nilai Pancasila, Unikama juga telah menerapkan tiga mata kuliah yang berkaitan dengan kebangsaan.
Di antaranya mata kuliah pendidikan pancasila, pendidikan kewarganegaraan dan jati diri Kanjuruhan.
“Tiga mata kuliah inilah yang menguatkan nilai-nilai ke-Indonesiaan dan keberagaman sebagai kampus multikultural.”
“Karena kewajiban kami memasyarakatkan nilai-nilai pancasila kepada mahasiswa dan masyarakat,” ucapnya.
Sementara itu, dalam penguatan nilai pancasila ini I Ketut Sudiartha menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara besar yang multikultural.
Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat agar keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia jangan dipandang sebagai ancaman.
Melainkan sebagai keberkahaan yang harus disyukuri oleh seluruh warga negara Indonesia.
“Sebenarnya perbedaan ini berdasarkan dari tempat, waktu dan keadaan. Apabila saya lahir di Bali, saya pasti Hindu. Karena di sana agama Hindu sudah lama ada.”
“Begitu juga di Aceh dan lain sebagainya,” ucapnya.
Dia menyampaikan, bahwa Pancasila ini bisa memayungi semua agama.
Maka dari itu, dia meminta kepada masyarakat agar tidak perlu memperdebatkan pancasila.
Sama halnya kitab suci yang tidak perlu diperdebatkan, namun hanya perlu untuk didiskusikan.
“Agama hadir untuk menyambut harmonisasi. Sebagaimana nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila,” ucapnya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kepanjen, Gus Dhofir Zuhry menyampaikan bahwa ideologi pancasila ini sebenarnya sudah lahir sejak lama di Indonesia.
Karena sifatnya yang universal itulah, pancasila lebih mudah diterima oleh semua agama.
Hal ini seperti yang terkandung di dalam sila yang ada di pancasila, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan.
“Dengan mengikuti pancasila ini pasti orang yang beragama akan semakin baik pula.”
“Karena sila yang terkandung di dalam Pancasila sesuai dengan yang diajarkan di agama,” ucapnya.
Selain itu, dia juga meminta kepada mahasiswa agar tidak malu untuk menjadi Indonesia.
Hal tersebut sama saja yang diajarkan oleh KH Hasyim Asyari setelah berguru ke Arab, pulang ke Indonesia tetap menjadi Indonesia.
Begitu juga dengan Bung Hatta yang berguru ke Eropa, pulang ke Indonesia juga tetap menjadi Indonesia.
“Jangan sampai kita kehilangan jejak atau (kepaten obor) dalam bahasa Jawanya.”
“Tak perlu kita harus menjadi kearab-araban, tak perlu kita harus menjadi kebarat-baratan.”
“Kita harus tetap menjadi Indonesia, dan imi yang perlu untuk disosialisasikan ke kaum mileneal,” tandasnya.