Berita Malang Hari Ini
Petani Padi di Ngajum Malang Keluhkan Limbah Kotoran Ternak di Irigasi, Diduga Turunkan Hasil Panen
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, Budi Iswoyo, menerangkan masih menampung aspirasi para petani yang mengaku terdampak pencemaran limbah
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, KEPANJEN - Petani di Desa Kesamben, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang mengeluhkan penurunan produktivitas panen yang diduga akibat sungai di desa setempat yang tercemar limbah peternakan.
Ketua Kelompok Margotani 1 Desa Kesamben, Matori menerangkan, limbah yang ditimbulkan bahkan hingga mengakibatkan gagal panen.
Sebagai warga yang menggatungkan profesi dari pertanian, Matori merasa terganggu.
• Arema FC Akan Kembali Gelar TC Di Kota Batu, Isi Libur Kompetisi Liga 1 2020
• Artis Cantik Korea Ha Yeon Soo 7 Tahun Jadi Korban Pelecehan, Tak Disangka Begini Sikapnya ke Pelaku
• Kisah Driver Ojol Menangis Histeris Karena Motor Dicuri Berakhir Indah, Baim Wong Sigap Turun Tangan
"Limbahnya kotoran ternak. Airnya sampai berbusa. Ada peternak lokal ya di sini. Tapi ya gak sebanyak perusahaan besar limbahnya. Paling parah dari perusahaan. Sudah 4 tahun ini terjadi," ujar Matori ketika ditemui di Balai Desa Kesamben, Kecamatan Ngajum, Selasa (17/3/2020).
Para petani setempat menyebut, sumber pencemaran terbesar kali ini berasal dari limbah PT Greenfield Indonesia.
Dikutip dari situs resminya, perusahaan susu dan peternakan itu punya pabrik pertama di Desa Babadan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
Guna optimalisasi produksi, perusahaan asing itu memindahkan lokasi produksi ke pabrik baru di Desa Palaan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
Matori menerangkan, ada sekitar 60 hektar lahan yang terdampak. Beberapa dari petani ada yang beralih tanam ke tanamanan tebu dan cabai.
Namun, pencemaran limbah dinilai Matori tetap mempengaruhi produktifitas.
"Ada yang beralih tanam tebu dan cabai. Tebu juga terdampak katanya. Rendemennya bisa turun," jelas Matori
Pria yang berprofesi sebagai petani padi itu menganggap sungai sebaga satu satunya sumber irigasi, untuk mengairi sawahnya.
Jika menggunakan sumur bor guna mengambil air tanah, maka membutuhkan biaya.
"Ngambil airnya kalau ngebor ya habis biaya banyak. Dulu kan sebelum ada ternak, kita menanam padi ya hasilnya melimpah," kata Matori.
Matori berharap, Pemerintah Kabupaten Malang punya solusi terkait keluhan yang sedang dialami para petani.
"Kami berharap segera ada solusi dari pemerintah. Semoga nasib petani di sini diperhatikan," harap Matori.
