Kesehatan

Ini Alasan Koruptor Tidak Perlu Dibebaskan saat Wabah Virus Corona, Physical Distancing di Penjara

Ini Alasan Koruptor Tidak Perlu Dibebaskan saat Wabah Virus Corona, Physical Distancing di Penjara

Editor: eko darmoko
Instagram/Jokowi
Presiden Jokowi 

SURYAMALANG.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, mewacanakan untuk membebaskan narapidana kasus korupsi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.

Namun, terkait wacana Yasonna Laoly, Presiden Jokowi menegaskan dan memastikan, pemerintah tidak akan membebaskan narapidana kasus korupsi.

Dalam upaya pencegahan penularan virus corona atau Covid-19, Jokowi mengatakan bahwa napi yang dibebaskan adalah narapidana umum yang telah memenuhi syarat.

Yassona Laoly
Yassona Laoly (Kompas.com)

Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui sambungan konferensi video, Senin (6/4/2020).

"Saya ingin sampaikan, napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com.

"PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini. Jadi pembebasan napi hanya untuk napi pidana umum," lanjutnya.

Pembebasan narapidana umum yang dilakukan Indonesia guna memutus mata rantai sebaran virus corona, juga dilakukan oleh negara-negara lain.

Pembebasan ini telah melalui persyaratan serta pengawasan ketat dari pemerintah.

"Seperti negara lain di Iran membebaskan 95.000, di Brasil 34.000 napi. Negara-negara lain juga."

"Minggu lalu ada juga pembebasan napi karena memang lapas kita overkapasitas. Berisiko mempercepat penyebaran Covid-19 di lapas kita," jelas Jokowi memberikan contoh pembebasan napi umum di negara lain.

Ilustrasi
Ilustrasi (Google)

Dua alasan koruptor tak perlu dibebaskan

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, terdapat dua alasan mengapa koruptor tak memenuhi syarat untuk dibebaskan.

Pertama, napi korupsi telah menempati sel-sel khusus yang tidak berhimpitan, sehingga justru napi koruptor telah menerapkan physical distancing di lapas.

"Kalau (narapidana) tindak pidana korupsi itu sebenernya tidak uyug-uyugan (berdempetan) juga sih, tempatnya mereka sudah luas, sudah bisa melakukan physical distancing," kata Mahfud, Sabtu (4/4).

Menurut Mahfud, jika napi-napi tersebut dibebaskan dan kembali ke rumah, malah tidak menjamin mereka bakal menerapkan anjuran untuk jaga jarak.

Mahfud berujar, alih-alih dibebaskan, akan lebih baik jika narapidana kasus korupsi diisolasi di lembaga permasyarakatan (lapas).

"Malah diisolasi di sana (lapas) lebih bagus ketimbang di rumah," tutur Mahfud.

Alasan lain pemerintah tidak dapat memberikan remisi pada koruptor sebab pemberian remisi pada napi korupsi serta kejahatan luar biasa lainnya, memang diatur berbeda dari narapidana tindak pidana umum.

Aturan tersebut terkandung dalam dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan pemerintah kata Mahfud, tidak berencana merevisi PP tersebut.

"Pada tahun 2015, presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan tidak punya pikiran untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012, jadi tidak ada sampai hari ini rencana memberi pembebasan bersyarat kepada napi koruptor," jelas Mahfud.

Hal ini menegaskan bahwa apa yang dikemukakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, tidak sejalan dengan pemikiran pemerintah pusat.

Mahfud MD di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).
Mahfud MD di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020). (Kompas.com)

Wacana revisi PP dibatalkan

Setelah ditolak Presiden dan Menko Polhukam, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memastikan wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012, dibatalkan.

Seperti diketahui, PP tersebut mengatur tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang oleh usulan Yasonna Laoly bakal direvisi demi membebaskan napi tindak pidana korupsi.

Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerjasama Kemenkumham Bambang Wiyono mengatakan, wacana itu dihentikan setelah pemerintah menyatakan tidak berencana merevisi PP tersebut.

"Pemerintah harus seirama, jika Menko Polhukam tidak ada rencana melakukan revisi terhadap ketentuan dimaksud, apalagi perintah Pak Presiden, maka Kemenkumham harus senada dengan keputusan tersebut," kata Bambang, Senin (6/4/2020), dikutip dari Kompas.com.

Bambang menuturkan, merevisi PP juga masih perlu pertimbangan dan kajian yang mendalam.

"Jangan sampai apa yang diputuskan bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta akan menimbulkan polemik," ujar Bambang.

Diberitakan sebelumnya, Yasonna Laoly mengusulkan pembebasan napi koruptor bersamaan dengan dibebaskannya 30.000 napi dewasa dan anak-anak dari tahanan dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona atau penyakit Covid-19.

Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Yasonna Laoly menyampaikan rencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan untuk merealisasikan wacana pembebasan napi korupsi.

Alasannya, tata laksana pembebasan napi koruptor tidak sama dengan napi umum, dan diatur dalam PP tersebut.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved