Berita Arema Hari Ini

Berita Arema Hari Ini 1 Juni 2020 Populer: Hendro Siswanto Ditunjuk Jadi Kapten & Kisah Ruddy Widodo

Berikut ini rangkuman berita Arema hari ini 1 Juni 2020, yang dihimpun oleh SURYAMALANG.

Penulis: Ratih Fardiyah | Editor: Adrianus Adhi
KOLASE SURYAMALANG.COM
Beita Arema hari ini 1 Juni 2020 

SURYAMALANG.COM - Berikut ini rangkuman berita Arema hari ini 1 Juni 2020, yang dihimpun oleh SURYAMALANG.

berita Arema hari ini membahas tentang Fakta di Balik Penunjukan Hendro Siswanto Jadi kapten arema fc

Selain itu berita Arema ada pula tentang Kisah General Manager Arema FC, Ruddy Widodo Jalani new normal.

Selengkapnya, langsung saja simak berita Arema hari ini populer yang telah terangkum.

1. Fakta di Balik Penunjukan Hendro Siswanto Jadi kapten arema fc

Ternyata menjadi kapten arema fc itu tidak mudah dan tidak enak.

Ban kapten arema fc musim 2020 dipercayakan kepada Hendro Siswanto.

Menurut Hendro, menjadi pemain nomor satu di dalam tim bukanlah perkara mudah.

Kapten memiliki tanggung jawab lebih dibandingkan pemain lain.

Terutama ketika di lapangan, dan tim gagal menang.

"Sebenarnya tidak enak menjadi kapten," ujar Hendro saat berbincang di channel Youtube Hamka Hamzah.

Namun, dia menerima tanggung jawab itu setelah mendapat dukungan dari Dendi Santoso dan Johan Farizi.

"Sebenarnya berat jadi kapten. Bercanda dengan Dendi dan Jhon itu bisa menghilangkan stres," jelasnya.

Sementara itu, Dendi Santoso mendukung siapapun kapten utama di dalam tim.

Meskipun tidak menjadi kapten utama, Dendi selalu dimintai pendapat saat ada masalah yang harus diselesaikan.

"Kapten itu selera masing-masing pelatih. Siapapun kaptennya, saya oke-oke saja. Meskipun saya tidak kapten, saya masih tetap dimintai pertimbangan atau solusi dalam tim," terang Dendi.

2. Kisah General Manager Arema FC, Ruddy Widodo Jalani new normal.

Pemerintah telah menetapkan kebijakan new normal di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.

Kebijakan ini membuat General Manager Arema FC, Ruddy Widodo terhadap penyakit kanker yang diderita sang ibu pada satu dekade lalu.

Ruddy Widodo menjelaskan keputusan yang diambil keluarganya terhadap sang ibu mirip dengan konsep kebijakan new normal.

"Ibu saya di vonis kanker stadium 1 pada tahun 2008. Kami semua shock. Saat itu ibu saya berusia 60 tahun lebih," kata Ruddy.

Setelah mendengar kabar tersebut, keluarga langsung dirundung dilema.

Keluarga menganggap operasi dan kemoterapi akan berdampak negatif terhadap kondisi sang ibu.

Akhirnya Ruddy Widodo dan keluarganya memilih berdamai dengan penyakit kanker dengan memilih pengobatan secara herbal.

"Bagaimana caranya? Menggunakan herbal dan pola hidup ibu saya juga diubah."

"Saya juga melihat Pak Jokowi bilang pola hidup kita juga harus diuubah," ucap pria asal Madiun itu.

Meskipun sangat sederhana, jalan yang ditempuh Ruddy Widodo dan keluarganya terbukti efektif.

Bahkan dia bersyukur menjatuhkan pilihan yang tepat sehingga bisa melihat ibunya tetap sehat hingga saat ini.

"Jadi sampai hari ini kanker dalam tubuh ibu saya masih stadium 1, tidak bisa berkembang, tapi juga tidak bisa hilang," tuturnya.

"Jadi sebelum Pak Jokowi ngomong hidup berdampingan dengan covid-19, saya sudah punya pengalaman hidup berdampingan dengan kanker," jelasnya.

Belajar dari kasus tersebut, Ruddy Widodo yakin new normal akan membuat kondisi Indonesia kembali sedia kala, termasuk ekosistem sepak bola Indonesia.

Asalkan new normal benar-benar dijalankan dengan baik dan benar.

Karena itulah dia merasa new normal ini adalah sebagai bentuk jaminan dari pemerintah agar roda kehidupan masyarakat kembali berputar.

Karena itu, Arema FC berubah pikiran untuk melanjutkan kembali kompetisi Liga 1 2020.

"Sampai saat ini vaksin untuk Covid-19 masih belum ditemukan, lantas apakah kita harus menunggu hingga waktu yang tidak jelas? Kan tidak boleh begitu."

"Kita harus kembali ke normal tapi dengan pola hidup yang baru dengan menjaga kebersihan dan protokoler kesehatan," terangnya.

3. Kilas Balik Satu Dekade Arema Raih Juara Liga Indonesia, Hanya Tersisa 2 Pelaku Sejarah

Tepat sepuluh tahun lalu, Arema menjadi juara Liga Super Indonesia (LSI) musim 2009-2010.

Prestasi itu menjadi trofi pertama Singo Edan sejak berkiprah di kasta tertinggi sepak bola Indonesia.

Bagi Arema, gelar tersebut menjadi masa kejayaan, serta lambang kerja keras dan pengorbanan besar tim, pelatih, dan manajemen.

Melansir, Kompas.com merangkum 7 fakta menarik di balik satu dekade perayaan gelar juara Arema :

1. Krisis finansial

Kala itu Arema memang sedang dalam kondisi pas-pasan setelah dilepas PT Bentoel sebagai penyokong dana utama.

Alhasil, pada pekan ke-12, pemain dan pelatih mengalami keterlambatan gaji.

Padahal, kala itu Arema sedang panas-panasnya di puncak klasemen.

Akhirnya masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan.

Pemain, pelatih dan manajemen duduk bersama untuk saling memahami.

Perjuangan berlanjut sehingga Arema menjadi juara dengan 23 kemenangan, empat kali imbang, dan tujuh kekalahan.

2. Bermateri pemain biasa

Krisis finansial membuat Arema tidak berani belanja pemain bintang.

Untuk pemain lokal saja, manajemen banyak mengandalkan pemain-pemain muda yang minim jam terbang, seperti Benny Wahyudi, Kurnia Meiga, Juan Revi, Ahmad Bustomi, Dendi Santoso, Johan Alfarizi, dan Sunarto.

Apalagi pada tahun tersebut adalah debut Rene Albert sebagai pelatih di Indonesia.

Dengan materi tersebut membuat publik skeptis Arema bisa bercokol sebagai tim papan atas.

Namun, Arema jeli dalam berburu pemain.

Pemain yang didatangkan bukanlah pemain muda sembarangan.

Mereka merupakan pemain-pemain berpotensi yang haus akan pencapaian.

Terbukti setelah sukes membawa Arema juara, mereka menjadi tulang punggung di berbagai klub.

Selain itu, kecerdikan lainnya, Arema menguatkan sektor pemain asing untuk menutupi kekurangan jam terbang pemain lokal.

3. Duo Singapura yang melegenda

Bicara soal Arema yang juara 2010 tidak lengkap rasanya tanpa membahas duo Singapura Muhammad Ridhuan dan Noh Alam Shah.

Dua pemain asing ini mengisi slot asing Arema.

Keputusan untuk mendatangkan dua pemain Timnas Singapura itu disambut dengan rasa ragu dan cibiran.

Maklum, ketika berbicara pemain asing, yang terbesit kala itu adalah pemain asal Afrika atau Eropa.

Namun, keraguan tersebut dibayar tuntas.

Justru dua pemain menjadi katalis kesuksesan Arema memenangi setiap pertandingannya.

Dua pemain itu menjadi sosok legenda yang hingga saat ini dielu-elukan Aremania.

Khususnya Noh Alam Shah, pemain pekerja keras, tanpa kompromi, garang, dan punya mental sekuat baja yang mewakili filosofi Singo Edan.

4. Diperkuat pemain Piala Dunia, Pierre Njanka

Selain duo Singapura, satu lagi pemain yang mencuri perhatian adalah bek asal Kamerun, Pierre Njanka.

Njanka pernah merasakan Piala Dunia 2002 bersama sederet nama besar dunia seperti Samuel Eto’o, Carlos Kameni, Lauren, dan bintang Chelsea Geremi.

Dia berhasil membuat pertahanan Singo Edan kian kokoh.

Bersama Njanka, Arema hanya kebobolan 22 gol.

Mereka pun didaulat menjadi tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit.

Selain itu, mantan pemain Persija Jakarta tersebut juga berhasil membantu Arema mencatatkan 17 kali clean sheet.

5. Dirayakan di Tengah kemegahan SUGBK

Secara kebetulan, pertandingan terakhir digelar di kandang Persija Jakarta, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), yang juga merupakan stadion terbesar di Indonesia.

Hubungan baik antara Aremania dan Jakmania menghidupkan suasana di stadion yang dibangun pada 8 Februari 1960 itu.

Sore itu, SUBGK berubah menjadi panggung megah tempat Singo Edan yang mengangkat trofi Liga Indonesia pertamanya.

Sebuah mimpi indah bagi pemain-pemain Arema karena tidak semua pemain bisa mengangkat gelar juara di tengah kemegahan SUGBK.

6. Menang besar atas Persija Jakarta

Arema berhasil menutup kompetisi dengan kemenangan besar 5-1 atas Persija Jakarta.

Kemenangan ini amat berkesan bagi Dendi Santoso cs dan Aremania yang hadir ke Senayan.

Sejatinya, pertandingan ini sudah tidak lagi menentukan karena Arema FC sudah memastikan gelar juaranya saat menahan imbang PSPS Pekanbaru pada pertandingan sebelumnya.

Namun, kemenangan ini menjadi penutup yang manis dalam perjuangan Arema berburu gelar.

Meskipun kalah besar, penggemar Persija Jakarta ikut merayakan kemenangan saudara timurnya tersebut.

Bahkan, kala itu muncul gurauan bahwa kemenangan tersebut adalah kado sekaligus ucapan selamat dari The Jak kepada Aremania.

Persaudaraan yang kental antara kedua suporter tersebut menambah kemeriahan pengalungan gelar yang diterima Arema.

Aremania pun berpesta di sana karena Jakarta layaknya rumah kedua bagi mereka.

7. Dua sisa-sisa kejayaan, Dendi Siswanto dan Johan Alfarizi

Dari 28 nama pemain yang membawa Singo Edan ke puncak kejayaan Bola Lokal, hanya dua nama saja yang tetap bertahan hingga saat ini yakni Dendi Santoso dan Johan Ahmad Alfarizi.

Dua pemain ini menjadi saksi sejarah kejayaan Arema pada musim 2010.

Dendi Santoso dan Johan Ahmad Alfarizi adalah produk akademi Arema.

Mereka berhasil promosi ke tim utama pada tahun 2008 silam.

Kala itu mereka menyandang status sebagai pemain muda dengan jam terbang yang minim.

Namun, bibit potensi yang mereka tunjukan cukup membuat Robert Rene Alberts memberikan kepercayaan.

Jika dihitung, dua pemain sedang menjalani musim ke-12 bersama Arema.

Tidak sekadar loyalitas, Dendi Santoso dan Johan Ahmad Alfarizi juga menjadi simbol semangat perjuangan Arema FC.

( Dya Ayu/ Ratih Fardiyah/ SURYAMALANG.COM )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved