Kesehatan
Hasil Riset Harvard Medical School Menduga Virus Corona Sudah Ada di China Sejak Agustus 2019
Sebuah hasil riset menyebutkan bahwa diduga virus corona yang mengakibatkan penyakit Covid-19 sudah menjalari China sejak Agustus 2019
SURYAMALANG.COM - Sebuah hasil riset menyebutkan bahwa diduga virus corona yang mengakibatkan penyakit Covid-19 sudah menjalari China sejak Agustus 2019.
Studi dari Harvard Medical School menunjukkan SARS-CoV-2 kemungkinan menyebar di China sejak Agustus 2019.
Artinya wabah sudah menyebar beberapa bulan sebelum diduga pecah di Wuhan.
Harvard Medical School mempublikasi hasil risetnya itu Selasa (9/6/2020).
Riset menunjukkan adanya peningkatan kunjungan ke rumah sakit Wuhan, kota di bagian tengah China di mana SARS-CoV-2 berasal.
Peningkatan pasien berkorelasi sangat erat dengan meningkatnya pencarian di internet dengan kata kunci yang punya relasi dengan gejala Covid-19 mulai bulan Agustus 2019.
Para peneliti menggunakan citra satelit dari tempat parkir rumah sakit di Wuhan dan menganalisa data dari mesin pencari buatan China, Baidu, dengan terminologi yang punya kaitan dengan Covid-19, seperti batuk atau diare.
“Meningkatnya lalu lintas di rumah sakit dan pencarian data simtom di Wuhan, mendahului dokumentasi dimulainya pandemi SARS-CoV-2 pada bulan Desember," demikian kata hasil riset tersebut.
Konsensus ilmiah asal patogen
Riset Harvard itu berbasis pada meningkatnya riset yang dilakukan untuk melacak apakah SARS-CoV-2 sudah menyebar di China sebelum pandemi Wuhan bisa diidentifikasi.
“Kami memang tidak bisa mengkonformasi, apakah meningkatnya volume itu punya kaitan langsung dengan virus baru."
"Tapi bukti yang kami kumpulkan mendukung penelitian terbaru lainnya, yang menunjukkan bahwa kemunculan penyakit terjadi sebelum identifikasi di pasar ikan Huanan," tulis ahli dalam laporannya.
Konsensus ilmiah terkait asal mula pandemi virus corona atau Covid-19 saat ini adalah, patogen SARS-CoV-2 mampu melompat dari binatang inang ke manusia di pasar ikan Huanan di Wuhan.
Virus kemudian menyebar dengan cepat pada populasi warga Wuhan dan kawasan sekitar di provinsi Hubei, sebelum otoritas China memberlakukan lockdown hampir total pada pergerakan dan kehidupan publik.
Namun para peneliti dari Harvard menunjukkan, studi epidemiologi awal, yang mengidentifikasi pasar Huanan sebagai sumber wabah, termasuk beberapa pasien Covid-19 yang tidak melakukan kontak dengan pasar, membuka adanya kemungkinan alternatif dari titik asal mula virus dan infeksi.

China Harus Siap Diselidiki Terkait 'Penciptaan' Virus Corona
China selalu dikaitkan sebagai negara yang sengaja membuat virus corona.
Meski demikian, asal muasal virus corona jenis baru SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 hingga kini masih misteri.
Ada yang berpendapat China sengaja membuat virus tersebut, karena melihat kesiapannya menghadapi virus dibanding negara-negara lainnya serta sikapnya yang tertutup pada awal pandemi.
Hal itu mendorong beberapa negara mendesak untuk melakukan penyelidikan terhadap China. Namun China menolaknya.
Dilansir CNN, Selasa (19/5/2020), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah sepakat untuk mengadakan penyelidikan atas respons global terhadap pandemi virus corona.
Negara-negara anggota WHO menyetujui tanpa keberatan pada pertemuan Majelis Kesehatan Dunia pada Selasa (19/5/2020), setelah Uni Eropa dan Australia memimpin seruan untuk penyelidikan.
Amerika Serikat menuduh China menyembunyikan informasi tentang virus itu, sementara Beijing merespons dengan mempertahankan penanganan wabahnya.
• Hydroxychloroquine Diklaim Bisa Sembuhkan Covid-19, Donald Trump Mengonsumsinya, Tapi Ada Efeknya

Pembelaan China
Presiden Cina Xi Jinping mengatakan bahwa ia mendukung seruan untuk penyelidikan dalam penanganan pandemi pada Senin (18/5/2020).
Tetapi ia bersikeras bahwa setiap penyelidikan harus menunggu sampai virus itu terbendung atau mereda.
Penyelidikan apa pun yang menyalahkan Beijing dapat memberikan pukulan berat bagi posisi global China.
Xi menyampaikan pembelaannya melalui video konferensi.
"Selama ini kami telah bertindak dengan keterbukaan, transparansi, dan tanggung jawab, kami telah memberikan informasi kepada WHO dan negara-negara terkait dengan cara yang paling tepat waktu," ujarnya.
Dia menambahkan, mereka telah merilis urutan genom sedini mungkin dan telah berbagi pengalaman kontrol serta perawatan dengan dunia tanpa syarat apa pun.
Mereka juga mengklaim telah melakukan segala daya dan upaya untuk membantu negara-negara yang membutuhkan.
Beijing bereaksi setelah Australia menyerukan untuk mengadakan penyelidikan.
Canberra dituduh telah melakukan tindakan yang sangat tidak bertanggungjawab dan dapat mengganggu kerja sama internasional.

AS Dalam bayang-bayang Trump
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan komitmennya untuk bersikap transparan, bertanggungjawab, dan melakukan perbaikan terus-menerus.
Tapi pertemuan dan keputusan WHO terjadi pada saat yang kritis bagi WHO.
Belum lama ini, Trump menuduh WHO bermain politik dengan China.
Hal itu lantaran WHO memuji pembatasan perjalanan domestik China yang ketat.
Trump bahkan mengancam akan menarik dana atau bahkan menangguhkan keanggotaan Amerika Serikat dari WHO.
Menanggapi ancaman itu, para pemimpin dunia lainnya berulang kali menyoroti pentingnya kerja WHO dalam memerangi pandemi.
Uni Eropa mengingatkan Amerika bahwa sekarang waktunya solidaritas, bukan saatnya untuk merusak kerja sama multilateral.
Perdana Menteri Spanyol Pedro juga mengatakan hal serupa.
"Pandemi ini telah menyoroti kerentanan kita dan menjelaskan bahwa kita saling membutuhkan," ujarnya.