Berita Tulungagung Hari Ini

BPN Tulungagung Tolak Terbitkan Sertifikat Tukar Guling TKD Desa Besole, Ini Alasannya

Warga Desa Besole, Kecamatan Besuki melakukan gerakan penolakan tukar guling tanah kas desa (TKD)

Penulis: David Yohanes | Editor: isy
david yohanes/suryamalang.com
Warga Desa Besole, Kecamatan Besuki, Tulungagung, yang menolak tukar guling tanah kas desa atau TKD. 

SURYAMALANG.COM | TULUNGAGUNG - Warga Desa Besole, Kecamatan Besuki melakukan gerakan penolakan tukar guling tanah kas desa (TKD) yang diprakarsai Pemerintah Desa setempat. Mereka menilai tukar guling aset desa yang strategis itu merugikan keuangan desa.

Tanah seluas 6.000 meter persegi ini ada di pinggir jalan utama akses ke sejumlah kawasan wisata. Sedangkan tanah penggantinya seluas 18.000 meter persegi, adalah tanah persawahan yang dinilai kurang produktif.

Panitia tukar guling dan pemerintah desa mengaku, proses tukar guling sudah sesuai prosedur karena sudah mengantongi rekomendasi Bupati Tulungagung. Hal ini mengacu pada Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Tanah Kas Desa, bahwa tukar guling di bawah 10.000 meter persegi cukup menggunakan rekomendasi Bupati.

Menanggapi konflik di internak Desa Besole, Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Tulungagung, Eko Jauhari menolak menerbitkan sertifikat hasil tukar guling.

“Selama ada warga yang melakukan penolakan tukar guling, kami tidak bisa mengeluarkan sertifikat,” terang Eko.

Berkas tukar guling TKD di Desa Besole sebenarnya sudah diterima tahun 2018.

Namun karena terus ada penolakan di internal desa, BPN menangguhkan proses tersebut.

Eko juga mengoreksi rekomendasi bupati yang dipakai dasar tukar guling, berdasar Permendagri 1/2016.

Menurutnya, aturan yang dipakai panitia tukar guling adalah Undang-undang Pengadaan Tanah.

Dalam undang-undang itu mengatur, jika instansi membutuhkan tanah seluas satu hektar bisa membeli secara langsung.

Namun jika lebih dari satu hektar, maka dibentuk panitia yang berjumlah sembilan orang.

“Yang terjadi di Besole ini kan tukar guling, bukan pengadaan tanah. Makanya dasar yang dipakai tidak relevan,” tegas Eko.

Karena itu rekomendasi bupati bukan atas dasar luas tanah seperti yang disampaikan panitia.

Rekomendasi bupati dibutuhkan atas dasar penggunaan tanah yang diatur dalam Permendagri itu.

Eko juga memaparkan, dalam Permendagri 1/2016 mengatur penyatuan tanah aset desa yang terisah-pisah.

Mekanisme tukar guling dilakukan agar tanah yang terpisah-pisah bisa disatukan di satu titik yang sama, seperti disebut dalam pasal 36 dan 39.

Namun yang terjadi di Desa Besole adalah sebaliknya, aset desa yang sudah terkumpul justru akan terpisah-pisah karena tukar guling.

Dengan demikian tukar guling di Desa Besole tidak sejalan dengan Permendagri 1/2016.

“Jika yang dilakukan adalah proses penyatuan TKD lewat tukar guling, maka cukup dengan rekomendasi bupati,” pungkas Eko.

Penolakan warga bermula karena menganggap aset pengganti kurang strategis kurang menguntungkan dalam jangka panjang.

TKD yang akan ditukar guling saat ini menjadi lokasi permukiman.

Menurut panitia tukar guling, dibutuhkan biaya sekitar Rp 4,5 miliar lebih untuk proses ini.

Sekitar Rp 3 miliar lebih untuk mengadaan tanah pengganti seluas 18.000 meter persegi.

Sedangkan sisanya dipakai untuk biaya administrasi, termasuk penertbitan sertifikat.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved