Berita Batu Hari Ini

Lutung Jawa Bernama Luna Maya Dilepasliarkan di Tahura R Soerjo

Lutung Jawa bernama Luna Maya dilepasliarkan oleh BBKSDA Jawa Timur di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerjo

Penulis: Benni Indo | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
Proses pelepasliaran tujuh Lutung Jawa oleh BBKSDA Jatim dengan The Aspinall Foundation Indonesia Program di kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Kamis (26/11/2020). 

SURYAMALANG.COM, BATU - Seekor Lutung Jawa bernama Luna Maya dilepasliarkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerjo, Kamis (26/11/2020).

Selain Luna Maya, ada enam ekor Lutung Jawa lainnya yang turut dilepasliarkan. Enam ekor lainnya bernama Cikal, Irma, Noni, Rodi, Gamel, dan Darmi.

Luna Maya berusia 7 tahun 6 bulan. Ia berhasil diamankan petugas BKSDA Jatim dari Probolinggo. Hanya asa satu Lutung Jawa yang berjenis kelamin laki-laki. Enam lainnya adalah perempuan.

Pelepasliaran dilakukan setelah Lutung Jawa menjalani proses karantina dan rehabilitasi dengan lama lebih kurang 1,5 tahun.

Tujuh ekor Lutung Jawa dirawat di Javan Langur Center, Coban Talun, Kota Batu.

Project Manager Javan Langur Center - The Aspinall Foundation Indonesia Program (TAF IP), Iwan Kurniawan mengatakan, nama Luna Maya bukanlah nama artis, melainkan nama Lutung Jawa yang dilepasliarkan.

Nama itu sudah sejak awal melekat pada Lutung Jawa saat diserahkan oleh pemiliknya.

"Sejak awal memang itu namanya. Kami tidak mengubah," katanya, Kamis (26/11/2020).

Dijelaskan Iwan, lutung- lutung yang dilepasliarkan sudah menjalani pemeriksaan kesehatan secara bertahap dan lengkap mulai saat kedatangan di Javan Langur Center hingga menjelang dilepasliarkan.

Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memastikan Lutung Jawa terbebas dari penyakit berbahaya menular seperti TBC, hepatitis B, herpes simplex, SIV (Simian Immunodeficiency Virus), STLV (Simian T-lymphotropic virus) dan SRV (Simian Retro Virus).

"Semua individu yang akan dilepasliarkan sudah dipasang microchip transponder dalam tubuhnya. Setelah dilepasliarkan, lutung-lutung tersebut dimonitor secara intensif oleh tim monitoring TAF IP," paparnya.

Kata Iwan, microchip bukan untuk melacak jejak Lutung Jawa, melainkan untuk mengidentifikasi identitas.

Pihaknya pernah memasang microchip di tubuh Lutung Jawa, namun kemudian rusak dan melukai Lutung. Alhasil, cara itu tidak dilanjutkan.

"Karena alat itu ada antena kecil seperti rambut. Hewan ini kan biasanya mencabut rambut, suatu ketika itu tercabut," paparnya.

Terhitung sejak tahun 2012 Balai Besar KSDA Jawa Timur bersama The Aspinall Foundation Indonesia Program telah melakukan 19 kali pelepasliaran Lutung Jawa dengan total 102 ekor.

"Masing-masing di hutan Coban Talun sebanyak 41 ekor dan hutan lindung Malang selatan sebanyak 61 ekor," papar Iwan.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah VI BBKSDA Jawa Timur, Mamat Ruhimat, Mengemukakan, dari hasil monitoring rutin pasca pelepasliaran, sejumlah Lutung Jawa mampu bertahan hidup dengan baik.

Bahkan beberapa individu sudah berkembangbiak dan sebagian lagi bergabung dengan populasi liar di habitat barunya.

Pada penghitungan populasi awal di hutan Coban Talun, Gunung Biru hingga Gunung Anjasmoro tahun 2010 – 2011 ditemukan kurang dari 100 ekor Lutung Jawa.

Sedangkan setelah tujuh kali pelepasliaran dan berkembangbiak serta berinteraksi dengan populasi liar, TAF IP mencatat sedikitnya ada 155 ekor Lutung Jawa di bentang hutan Coban Talun, Gunung Biru hingga Gunung Anjasmoro pada 2020.

"Artinya ada kecenderungan populasi bertambah di kawasan tersebut. Kawasan hutan di lereng timur Gunung Biru berada di wilayah kerja UPT Tahura Raden Soerjo," terang Mamat.

Tipe habitat di kawasan tersebut merupakan hutan hujan tropis pegunungan dengan jenis dan bentuk vegetasi yang beragam.

Kawasan hutan alam yang membentang di sekitar Gunung Pusungrawung, Gunung Biru dan Gunung Anjasmoro merupakan kantung hutan alam yang merupakan salah satu habitat penting berbagai jenis satwa langka seperti Lutung Jawa, Kukang Jawa, Macan Tutul Jawa, Elang Jawa, Kijang, Musang Linsang dan lain-lain.

"Pendataan pada 2020 mencatat sedikitnya ada 53 jenis tumbuhan tingkat pohon dan 90% merupakan jenis tumbuhan pakan yang dikonsumsi Lutung Jawa, seperti Engelhardia spicata, Macropanax dispermus, Elaeocarpus glaber, Quercus sundaicus dan Litsea noronhae," urainya.

Potensi pakan Lutung Jawa, selain tumbuhan tingkat pohon, banyak juga dari jenis liana, epifit dan semak. TAF IP juga menemukan sedikitnya ada 17 jenis mamalia berukuran sedang hingga besar di kawasan hutan ini.

"Lutung Jawa merupakan salah satu jenis monyet pemakan daun endemik yang hanya tersebar di Jawa dan sedikit populasi di pulau-pulau kecil sekitarnya."

"Lutung Jawa dianggap Rentan karena populasinya yang terus menurun sejak beberapa waktu lalu," ungkapnya.

Diperkirakan lebih dari 30% selama 36 tahun (3 generasi; panjang satu generasi 12 tahun).

Kelangsungan hidup Lutung Jawa sangat tergantung dengan keutuhan hutan tropis baik di pegunungan hingga dataran rendah dan daerah pesisir.

Ancaman utama yang berpotensi menyebabkan penurunan populasi Lutung Jawa di alam adalah hilangnya habitat akibat perubahan fungsi hutan.

Lutung Jawa sudah dimasukan dalam salah satu satwa yang dilindungi negara.

Status perlindungan tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. IUCN Red List of Threatened Species Versi 2019.1 tahun 2019 memasukkan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) pada kategori Vulnerable atay rentan kepunahan.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved