Berita Malang Hari Ini
Universitas Widyagama Malang Gelar Kajian 2 Buku Mahkamah Konstitusi
Universitas Widyagama (UWG) Malang menggelar kajian dua buku karya Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: isy
SURYAMALANG.COM | MALANG - Universitas Widyagama (UWG) Malang menggelar kajian dua buku karya Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (11/12/2020).
Penulis dua buku itu adalah Ketua MK Dr Anwar Usman SH MH berjudul 'Independensi Kekuasaan Kehakiman Bentuk-Bentuk dan Relevansinya Bagi Penegak Hukum dan Keadilan di Indonesia', dan Dr Nalom Kurniawan SH MH, peneliti MK dan alumnus UWG, dengan judul buku 'Tersangka dan Praperadilan'.
"Ada sesuatu yang membanggakan di acara ini karena untuk pertama kali dilakukan di UWG. Karena itu saya dorong dosen-dosen untuk menambah kapasitas diri dan mengembangkan jaringannya," kata Dekan Fakultas Hukum UWG Dr Purnawan D Negara SH MH dalam pembukaan aca kajian tersebut.
Kegiatan itu dilaksanakan secara luring dan daring lewat zoom meeting yang diikuti 500 peserta.
Sedang yang luring dalam jumlah terbatas di auditorium UWG di lantai 4.
Peserta daring dari berbagai profesi dan ada 200 buku yang dibagikan.
Kebanggaan yang sama juga disampaikan Rektor UWG Dr Agus Tugas Sudjianto ST MT atas kedatangan Ketua MK di kampusnya.
Naskah awal buku Anwar Usman berasal dari disertasinya saat menempuh program doktor di UGM Yogyakarta pada 2010.
Saat itu, Anwar masih bekerja di MA sebagai Kepala Badan Diklat Kumdil.
Judul disertasinya saat itu 'Intervensi Terhadap Kekuasaan Kehakiman'.
Ia mengalami dan merasakan bahwa salah satu hal terpenting dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman adalah independensi.
"Dalam sejarah kehakiman tidak lepas dari kooptasi atau intervensi sehingga mengganggu independensi dalam menjalankan fungsinya, sehingga hakim bisa bebas memutuskan masalah tanpa ada tekanan langsung dan tidak langsung. Hakim juga harus independen dalam sisi personal dan substantif," papar Anwar.
Independen personal dalam arti tidak dalam kontrol orang lain.
Sedang independen substatif adalah hanya tunduk pada hati nurani.
Praktik peradilan pidana di Indonesia semakin berkembang.
Ia mencontohkan soal status tersangka dan kemudian mempraperadilankan.
"Banyak praktik peradilan pidana yang janggal. Ketika seseorang ditetapkan jadi tersangka, maka otomatis hak-hak konstitusionalnya dihilangkan," kata Nalom.
Dalam bukunya ia juga memberikan saran-saran.
"Siapa tahu nanti KUHP akan diubah," pungkasnya.