Fakta Lain Tragedi Sriwijaya Air SJ-182: Tidak Meledak di Udara dan Pesawat Utuh Saat Jatuh ke Air

Menurut investigasi KNKT hingga saat ini, pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak itu tidak meledak di udara. 

Penulis: Frida Anjani | Editor: Dyan Rekohadi
Tribunnews
Puing-puing pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang terjatuh di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu 9 Januari 2021 

SURYAMALANG.COM - Inilah fakta terbaru kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182 terkait penyebab jatuhnya pesawat di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu, 9 Januari 2021 lalu. 

Update terbaru terkait dugaan penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 rute Jakarta-Pontianak ini disampaikan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT

Menurut investigasi KNKT hingga saat ini, pesawat Sriwijaya Air SJ-182 tidak meledak di udara

KNKT meyakini jika pesawat Sriwijaya Airs SJ-182 masih utuh saat jatuh ke air tidak seperti dugaan sebelumnya yang menyebutkan ada kemungkinan pesawat meledak di udara terlebih dahulu. 

Temuam baru terkait dugaan penyebab pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ini disampaikan Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Rabu (3/2/2021).

Fakta Lain Tragedi Sriwijaya Air SJ-182: Tidak Meledak di Udara dan Pesawat Utuh Saat Jatuh ke Air
Fakta Lain Tragedi Sriwijaya Air SJ-182: Tidak Meledak di Udara dan Pesawat Utuh Saat Jatuh ke Air (Istimewa via TribunJogja.com)

Ulah Meresahkan Polisi Gadungan Pangkat Kombes di Depok, Raup 1,7 Miliar untuk Nikahi Wanita Muda

CINTA TERLARANG, Bangun Tidur Camer Bohai Kaget Lihat Pacar Anak Ada di Sampingnya, Celana Terbuka

KRONOLOGI LENGKAP Pembunuhan Mojokerto, Wanita Pemijat Tewas Tanpa Celana, Pelaku Kabur Tanpa Busana

Dikutip dari Kompas.com, Soerjanto membantah soal kabar Sriwijaya Air SJ-182 pecah di udara.

Ia mengatakan kondisi badan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 masih utuh hingga membentur air.

"Jadi ada yang mengatakan bahwa pesawat pecah di atas udara itu tidak benar."

"Jadi pesawat secara utuh sampai membentur air, tidak ada pecah di udara," bebernya.

Lebih lanjut, Soerjanto menerangkan alasan yang mendasari pernyataannya tersebut.

Berdasarkan data tim SAR gabungan, puing pesawat tersebar di wilayah sebesar 8 meter dan panjang 110 meter pada kedalaman 16 sampai 23 meter.

Puing-puing yang ditemukan mewakili seluruh bagian pesawat mulai depan hingga ke belakang.

Tak hanya itu, temuan pada turbin pesawat juga menunjukkan konsistensi mesin masih hidup sebelum membentur permukaan air.

"Luas sebaran yang ditemukan pesawat dari depan sampai belakang konsisten dengan bukti bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," jelas Soerjanto.

"Ini diindikasikan bahwa turbin-turbinnnya rontok semua, itu menandakan bahwa ketika mengalami impact dengan air mesin itu masih berputar," imbuh dia.

Selain temuan pada turbin, temuan awal data automatic dependent surveillance broadcast (ADS-B) juga masih merekam data pesawat saat berada di ketinggian 250 kaki dari permukaan laut.

Hal tersebut mengindikasikan pesawat masih berfungsi sebelum akhirnya membentur air.

"Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data."

"Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mesin masih dalam kondisi hidup atau menyala sampai sebelum pesawat membentur air," beber Soerjanto.

Meski begitu, Soerjanto mengatakan KNKT masih berupaya menginvestigasi penyebab jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182.

Sambil mencari memori unit CVR, KNKT saat ini tengah meneliti sistem autothrottle pesawat.

"Kami akan menunggu hasil dari CVR dan beberapa komponen yang kami kirim ke Amerika dan United Kingdom karena dari komponen-komponen itu kita akan mengetahui kenapa sebetulnya, yang rusak yang mana, dari 13 parameter ini yang membikin perubahan-perubahan di autothrottle system," tutur Soerjanto.

Seperti diketahui, ada dugaan sistem autothrottle tak berfungsi baik saat pesawat lepas landas sehingga menyebabkan pesawat jatuh.

Kesulitan Cari Black Box CVR Sriwijaya Air SJ-182

Potret Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Potret Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu. (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Mbah Sutono Tergiur Kemolekan Tubuh Cewek 8 Tahun di Lumajang, Raba-raba Sampai Korban Kesakitan

Fakta Baru Kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182, Pilot Belok Hindari Cuaca Saat Ada AirAsia di Rute Sama

THUNDERSTORM Misteri Dentuman Misterius di Malang, Jadi Sarang Petir?

KNKT mengaku pihaknya kesulitan mencari black box yang berisi cockpit voice recorder (CVR) Sriwijaya Air SJ-182.

"Pencarian memory unit CVR dilanjutkan tanpa bantuan underwater locator beacon, jadi kita mencarinya dengan meraba-raba di dasar laut."

"Nah ini merupakan juga suatu kesulitan tersendiri yang kita hadapi," ungkap Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Rabu (3/2/2021).

Diketahui, underwater locator beacon adalah bagian dari black box yang bisa mengirimkan sinyal ultrasonik agar memberi petunjuk lokasi keberadaan black box.

Underwater locator beacon sendiri telah ditemukan tim SAR gabungan bersamaan dengan black box flight data recorder (FDR) pada 12 Januari 2021.

ATC Sempat Panggil Sriwijaya Air SJ-182

x

Momen haru saat prosesi tabur bunga yang dilakukan keluarga korban, kerabat, dan kru pesawat Sriwijaya Air SJ-182. (Tribunnews/Jeprima)

Sebelum Sriwijaya Air SJ-182 mengalami kecelakaan, Sabtu (9/1/2021), air traffic controller (ATC) Bandara Soekarno-Hatta sempat memanggil pilot pesawat sebanyak 11 kali.

Tak hanya itu, penerbangan lainnya juga berusaha melakukan komunikasi dengan Sriwijaya Air SJ-182.

Namun, panggilan tersebut tak mendapat respons.

"ATC berusaha memanggil berulang kali sampai 11 kali, kemudian juga dibantu oleh beberapa penerbangan lain antara lain Garuda untuk mencoba melakukan komunikasi dengan SJ 182 namun tidak ada respons," ungkap Direktur Utama AirNav Indonesia, Pramintohadi Sukarno, dalam rapat bersama Komisi V DPR, Rabu (3/2/2021), dilansir dari Kompas.com.

Pramintohadi kemudian menuturkan kronologi Sriwijaya Air SJ-182 hilang dari radar.

Setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 14.36 WIB, pesawat melewati ketinggian 1.700 kaki dan diinstruksikan naik ke ketinggian 29 ribu kaki, mengikuti standar alur keberangkatan.

Lalu, pukul 14.38 WIB, pesawat melewat ketinggian 7.900 kaki dan meminta arah 075 derajat pada ATC karena alasan cuaca.

Setelah diizinkan, Sriwijaya Air SJ-182 diinstruksikan naik ke ketinggian 11 ribu kaki karena ada penerbangan Air Asia yang juga menuju ke Pontianak di ketinggian yang sama.

"Diizinkan oleh ATC dan diinstruksikan naik ke ketinggian 11.000 kaki dan ini memang dijawab oleh pilot clear," ungkap Pramintohadi.

Pada pukul 14.39 WIB, pesawat yang berada di ketinggian 10.600 kaki merespons saat diinstruksikan naik ke ketinggian 13 ribu kaki.

Namun, tiba-tiba pesawat terpantau belok ke arah kiri atau barat laut.

Padahal seharusnya pesawat belok ke kanan di posisi 075 derajat.

Baru pada pukul 14.40 WIB, pihak ATC berusaha mengonfirmasi arah Sriwijaya Air SJ-182 namun tak mendapat respons hingga akhirnya pesawat hilang dari radar.

Diketahui, Sriwijaya Air SJ-182 rute penerbangan Jakarta-Pontianak jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved