4 Fakta Mayat Bocah 7 Tahun Disimpan di Kamar Orangtuanya Selama 4 Bulan di Temanggung, Peran Dukun

Peristiwa bocah A (7) yang meninggal dan mayatnya disimpan di kamar rumah selama 4 bulan di Temanggung terbongkar setelah kakek dan pamannya kangen

Editor: Dyan Rekohadi
ISTIMEWA
ILUSTRASI - Bocah A diduga dibunuh orangtua dalam sebuah ritual. Mayat bocah 7 tahun itu disimpan di dalam kamar rumah hingga 4 bulan 

SURYAMALANG.COM - Sebuah peristiwa mengejutkan, bocah 7 tahun yang meninggal karena ulah orangtuanya disimpan dalam kamar rumah hingga 4 bulan terbongkar di Temanggung Jawa Tengah.

Mayat A (7) ditemukan di salah satu kamar rumahnya dan disebut sudah meninggal sejak bulan Januari lalu.

Mayat bocah itu tergeletak di atas ranjang dalam kondisi kering, tinggal kulit dan tulang.

Peristiwa memprihatinkan itu terjadi di desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Diduga orangtua korban bersama 2 orang lain yang disebut sebagai dukun terlibat langsung dalam pembunuhan bocah perempuan itu.

Kini kedua orangtua korban, Budiono (B )dan Haryono (H) telah ditahan dan diperiksa polisi.

Dalam peristiwa temuan bocah 7 tahun yang meninggal sejak 4 bulan lalu itu, SURYAMALANG.COM  mencatat setidaknya 4 fakta :

1. Terbongkar karena Paman dan Kakek Korban yang Kangen

Peristiwa bocah A (7) yang meninggal dan disimpan di kamar rumah selama 4 bulan terbongkar setelah saudara-saudaranya, Bu de,Paman dan kakeknya penasaran dan kangen karena lama tak melihat sosoknya.

Kades Bajen, Kecamatan Bajen, Kabupaten Temanggung Sugeng memaparkan penemuan mayat A terungkap setelah paman korban menanyakan kepada orang tua korban karena A sudah jarang terlihat.

Setiap paman korban menanyakan kepada Marsudi (M) yang tak lain adalah ayah korban, selalu mendapat jawaban yang berbelit.

"Setiap ditanya anakmu itu dimana kok gak pernah kelihatan? Pak Marsudi selalu jawab ada di rumah embahnya (kakeknya)," kata Sugeng, kepada Tribunjogja.com (Grup SURYAMALANG.COM), Selasa (18/5/2021).

Di sisi lain, kakek korban yang kini menetap di Desa Congkrang juga merasa kangen dan kehilangan cucunya, A.

Pasalnya, setiap kali ayah korban datang ke rumah kakek dari A, sang ayah selalu tidak mengajak A.

"Setiap kali datang ke rumah mbahnya yang di Congkrang, mbah e selalu tanya A mana? Jawabnya A baru main mbah, A masih ngaji mbah," jelas Sugeng.

Karena sang paman dan kakek A sama-sama merasa kehilangan, akhirnya pada saat lebaran hari kedua, paman korban tak kuasa menahan perasaan ingin jumpa dengan A.

Paman korban kemudian mendatangi rumah kakek A di Desa Congkrang, dengan tujuan ingin menjenguk keponakannya itu.

"Di sana pamannya ini nanya. Mbah, A mana saya pengen lihat, kok suwe gak dolan neng Bajen (kok lama gak main ke Bajen). Mbahnya kaget, loh A tidak di sini. Sudah lama gak ke sini," paparnya.

Masih kata Sugeng, karena jawaban orang tua korban dianggap oleh kakek dan paman korban mencurigakan, akhirnya kakek korban memutuskan untuk mendatangi rumah M.

"Di sana M ditanya sama mbahnya A. Mana A? M menjawab ada di rumahnya H (tersangka-red)," kata dia.

Singkat cerita, kakek korban menyuruh M untuk menelepon H dan diminta untuk segera datang ke rumah karena ditunggu oleh kakek korban.

Sesampainya di rumah M, H dan M menjelaskan kondisi serta keberadaan A yang saat itu berada di dalam kamar dengan kondisi tubuh ditutupi sebujur kain.

"Setelah ada negosiasi akhirnya kakek A ini disuruh lihat A di kamarnya. Begitu membuka pintu, kakeknya ini kaget dan gak percaya. Dia syok karena gak percaya jika yang di kamar itu adalah cucunya," jelas Sugeng.

Melihat fakta yang dijumpai pada saat itu, Kakek korban lantas menghubungi Kades Congkrang untuk meminta solusi atas fakta yang baru saja dilihat.

Kemudian, Sugeng saat itu menerima panggilan seluler dari Kades Congkrang yang intinya meminta agar pemerintah desa memastikan apa sebenarnya yang terjadi pada A.

Pada Minggu (16/5/2021) malam Sugeng yang didampingi oleh Kepala Dusun, RT dan RW mendatangi rumah M.

Di sana Sugeng menanyakan kepada M terkait keberadaan A yang katanya disembunyikan di dalam kamar.

"Pertama gak mau ngaku. Bilangnya anaknya di rumah H. Saya gak sabar ya tak dobrak saja. Begitu buka pintu saya langsung syok melihat anak itu sudah meninggal," ungkapnya.

Saat itu juga Sugeng melapor ke Polsek Bajen agar pihak kepolisian segera menangani.

"Dari kepolisian langsung menyuruh menangkap B dan H. Saya kerahkan pemuda untuk tangkap keduanya," jelas Sugeng.

Setelah diinterogasi oleh pihak Kepolisian, Sugeng mengatakan bahwa penyebab kematian itu didalangi oleh H.

2. Ritual Anak Genderuwo Berujung Maut

Dari keterangan orangtua dan H, seorang yang disebut sebagai dukun diketahui Bocah A (7)  diduga meninggal dunia karena  ritual.

Korban diduga meninggal setelah dimasukkan air di bak mandi yang disebut sebagai ritual mengusir roh jahat karena korban disebut sebagai anak genderuwo.

Kepala Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Sugeng mengungkapkan, kasus itu bermula kedua orang tua A berkonsultasi kepada H dan M sebagai dukun atau ahli supranatural yang hendak mengusir ruh jahat.

Dukun H mengklaim bahwa A adalah anak genderuwo setelah ia melihat A tidak bereaksi ketika diminta oleh H untuk memakan bunga mahoni yang pahit dan beberapa cabai.

"Karena takut, pak Marsudi meminta H dan B untuk menyembuhkan anaknya. Ritualnya dengan cara menenggelamkan A di bak mandi," kata Sugeng , saat dihubungi Tribun Jogja (Grup SURYAMALANG.COM).

Berdasarkan keterangan yang diterima Kepala Desa dari dua dukun itu. Satu di antara ritual yang dilakukan yaitu dengan menenggelamkan korban.

Sedikitnya sudah sebanyak empat kali sejak pertama kali M berkonsultasi kepada H dan B sekitar Januari 2021.

Pada saat itu ritual pertama berupa menenggelamkan A di bak mandi tidak berpengaruh dengan kesehatan A.

Begitu pula dengan ritual kedua dan ketiga, saat itu A masih sanggup menahan serangkaian ritual itu semua.

"Sebelum ditenggelamkan di bak mandi, A itu juga sempat diminta untuk mandi kembang tengah malam. Lalu ditenggalamkan di bak mandi empat kali. Pertama sampai ke tiga gak apa-apa," ujarnya.

"Setelah keempat kalinya mungkin tubuhnya lemah, terus dia pingsan. Gak sadarkan diri lama sekali," imbuh kata Kepala Desa Bejen.

Ritual yang keempat itu dilakukan oleh B yang tak lain adalah rekan H sesama dukun.

Selama menjalankan praktik supranatural, menurut Sugeng H dan B tidak meminta imbalan apapun kepada M.

Hanya sesekali M membelikan pulsa kepada H dan B, serta beberapa rejeki juga diberikan kepada H dan B.

"Tidak minta imbalan. Tapi kadang pak Marsudi membelikan pulsa kepada mereka. Kalau imbalan finansial enggak. Cuma ya kadang-kadang aja kalau ada rejeki ngasih," pungkasnya.

"Setelah keempat kalinya mungkin tubuhnya lemah, terus dia pingsan. Gak sadarkan diri lama sekali," imbuh kata Kepala Desa Bejen.

Ritual yang keempat itu dilakukan oleh B yang tak lain adalah rekan H sesama dukun.

Saat itu A sudah tak sadarkan diri, B kemudian meminta M untuk memanggil H.

Begitu sampai di rumah korban, H tahu jika A sudah tidak  bernyawa.

Kala itu H justru menjanjikan kepada M akan menghidupkan kembali anaknya yang telah meninggal dunia tersebut.

"Yang paling lama menenggelamkan A ke bak mandi itu Budiyono. Sampai akhirnya tak sadarkan diri. Lalu pak Marsudi memanggil Haryono.

"Tapi dia bilang, tenang-tenang gak usah bingung, nanti tak hidupkan lagi," terang Sugeng.

Masih kata Sugeng, saat itu H meminta M untuk membersihkan tubuh anaknya dan diminta untuk menaruh jenazahnya di dalam kamar dengan ditutupi kain.

"Dia bilang, supaya jenazah dik Ais dibersihkan dulu, dirawat dulu. Setelah bersih dijanjikan akan dihidupkan lagi," bebernya.

Orangtua korbanpun menurut. Ayah dan ibu korban membersihkan mayat Ayang ditempatkan di sebuah kamar dan ditutup kain

4. Ancaman Hukuman Pidana Berlapis

Kepolisian Resor (Polres) Temanggung, Jawa Tengah, kini terus mendalami kasus dugaan pembunuhan terhadap bocah A (7).

Setidaknya 4 orang telah diperiksa polisi atas kasus ini.

Mereka adalah ayah korban (M), ibu korban (S) dan tetangga korban (H dan B). 

 Hasil pemeriksaan sementara terungkap bahwa orangtua bocah 7 tahun itu terpengaruh bujuk rayu H yang menyarankan agar korban diruwat agar tidak nakal.

Adapun, di desa tersebut H dikenal sebagai 'orang pintar' atau dukun.

Kapolres Temanggung, AKBP Benny Setyowadi di Mapolres Temanggung menyatakan orangtua korban juga diduga dibujuk B, melakukan aksi sadis itu pada bulan Januari 2021. 

"Orangua korban, disuruh H, juga B, agar korban diruwat, caranya dengan ditenggelamkan. Itu motif sementara," jelas Benny, Selasa (18/5/2021).

Hingga saat ini polisi masih melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengumpulkan buktu-bukti dugaan pembunuhan tersebut.

Polisi juga terus menggali informasi dari para saksi di sekitar TKP.

Sejauh ini polisi juga belum dapat mengungkap hasil otopsi jasad korban oleh tim Kedokteran Polisi (Dokpol) Polda Jateng.

"(Hasil otopsi) masih digarap, mudah-mudahan dalam waktu dekat hasilnya akan kita sampaikan," ucapnya.

Benny menegaskan, pasal yang disangkakan untuk kasus ini adalah UU nomor 17/2016 tentang Perlindungan Anak, Pasal 76 huruf c dan Pasal 80 Subsider Pasal 44 UU nomor 23/2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRD), ditambah Pasal 338 KUHP.

"Pasal yang kita kenakan berlapis, ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan atau denda Rp 3 miliar," sebutnya.

Pada kesempatan itu, Benny meminta masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas lingkungan masing-masing dan tidak mudah terpengaruh dengan hal buruk yang sampai menimbulkan korban.

"Tolong betul-betul dipikir ulang kalau ada nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Kalau pun ada kenakalan anak pasti ada cara pembenahan, bukan dengan KDRT," tegas Benny. 

Artikel sudah tayang di TribnJogja dan TribunJateng

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved