Berita Batu Hari Ini
Banyak yang Tidak Taat Perwali Pajak Air Tanah di Kota Batu, MCW Ungkap Data LHP BPK
MCW ungkap sejumlah Wajib Pajak (WP) yang tidak memenuhi syarat kewajiban meter air sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Perwali No 81 tahun 2020
Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, BATU – Koordinator Malang Corruption Watch (MCW), Atha Nursasi memberikan catatan kritis terhadap sengkarut pembangunan dan ancaman sumber air Kota Batu.
MCW membuka dokumen adanya sejumlah Wajib Pajak (WP) yang tidak memenuhi syarat kewajiban meter air sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Perwali Nomor 81 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Air Tanah.
“Merespon ketimpangan pengelolaan dan pemanfaatan air di Kota Batu, MCW merasa perlu untuk menyampaikan beberapa catatan kritis,” ujar Atha, Senin (20/10/2021).
MCW menyebutkan, Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Jawa Timur pada 2020 disebutkan terdapat 116 WP yang terdiri ata 54 non niaga dan 62 niaga.
Ke 116 WP itu tidak memenuhi syarat kewajiban meter air sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Perwali Nomor 81 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Air Tanah.
“Kondisi tersebut disebabkan tidak maksimalnya pengawasan, koordinasi dan monitoring oleh BKD, Bidang perizinan DPMPTSP dan Naker Pemkot Batu,” tegas Atha.
Berikutnya, hasil perbandingan terhadap data Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan data Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) 2020 menunjukan bahwa terdapat dua WP belum dipungut pajak air tanahnya.
Data pembayaran pajak periode 2020 menunjukan bahwa BKD tidak menerbitkan SKPD pajak air masa pajak Januari - Desember 2020 untuk dua WP tersebut.
Namun data pembayaran pajak setelah 2020 menunjukan dua WP tersebut telah melakukan pembayaran pajak air tanah.
Terakhir tertanggal 24 Januari 2021 sebesar Rp 4.084.350,00 untuk masa pajak bulan Desember 2020 dan satunya pada 4 Maret 2021 sebesar Rp 8.319.038,00 untuk masa pajak 1-31 Januari 2021.
Pembayaran ini diketahui adalah pembayaran dengan volume air 73.947 m3.
MCW juga mencatat, berdasarkan hasil analisi daftar ketetapan pajak air tanah 2020 diketahui bahwa jumlah WP air tanah sebanyak 122 dengan klasifikasi niaga sebanyak 67 dan non niaga sebanyak 55.
Penelusuran terhadap pemenuhan kelengkapan meter air sebagai alat ukur pemakaian air tanah menunjukan enam WP telah memasang meter air.
Sejumlah besar lainnya justru belum menggunakan meter air sebagai dasar perhitungan pajak air tanah
Dampak praktis atas permasalah tersebut adalah potensi kerugian atau hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan atas tidak terbayarnya pajak air tanah oleh WP.
Dalam kasus dua WP, selama periode Januari hingga Desember 2020, belum diketahui nilai kerugiannya.
Di saat yang bersamaan, laju pertumbuhan pembangunan Kota Batu mendesak kebutuhan air yang juga tinggi oleh kelompok usaha.
“Baik di sektor jasa, wisata maupun akomodatif dalam mengoperasikan usahanya. Implikasi praktis dari corak pembangunan ini adalah kebutuhan warga atas air semakin kecil. Secara bersamaan pemerintah tampak dilema untuk menindak sejumlah dugaan pelanggaran oleh pihak pengusaha yang memanfaatkan air tanah secara sewenang-wenang, tanpa izin dan abai terhadap kewajiban pajaknya,” ungkapnya.
MCW menilai, kondisi buruknya pengendalian internal dalam tata kelola sumberdaya air berimplikasi balik ke Pemkot Batu yang dinilai tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan.
Meminimalisir Potensi Konflik Sosial
Di tempat terpisah, aktivis peduli lingkungan dari Nawak Alam, Aris, mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan tidak bisa dilihat dalam jangka pendek.
Perhitungan kerusakan alam harus dipertimbangkan dalam jangka panjang.
Hal itu dikatakan Aris mengomentari banyaknya sumber mata air yang tidak terlindungi oleh pemerintah di Kota Batu.
“Di Kota Batu, banyak sumber mata air yang berada di lahan milik warga. Hanya tidak ada data konkrit berapa jumlahnya. Kerusakan lingkungan tidak bisa dilihat satu atau dua tahun ke depan. Ketika negara mampu melindungi sumber mata air, secara otomatis, pihak manapun akan susah untuk mengklaim. Harapan kami, Pemkot Batu melakukan apa yang seperti di Sumber Umbul Gemulo terhadap sumber yang lain,” jelasnya.
Pemkot Batu membeli lahan yang berada di sekitar Sumber Umbul Gemulo. Langkah itu diapresiasi oleh Aris yang disebutnya dapat melindungi kelestarian sumber.
“Contoh seperti Sumber Gemulo, sudah dipastikan milik negara karena status tanah di sana bukan milik perseorangan. Tetapi juga tidak sedikit pula, ada sumber di tanah milik warga. Kami mendorong pemerintah daerah bisa memunculkan satu regulasi yang nantinya mampu melindungi sumber mata air di tanah perseorangan agar ke depannya bisa diakses oleh kepentingan masyarakat,” paparnya.
Menurut Aris, air untuk kepentingan masyarakat. Jikalaupun digunakan untuk kepentingan bisnis, maka harus sesuai regulasi yang berlaku.
Baginya, bukan siapa yang memiliki lahan, idealnya, masyarakat bisa mengakses air untuk kebutuhan hidup layaknya.
“Jika untuk kepentingan bisnis, selagi itu masih mengikuti aturan, sehingga tidak sampai berlebihan. Perlu dikaji juga bagaimana dampak terhadap masyarakat dengan adanya kebutuhan bisnis itu,” terangnya.
Nawak Alam mendesak agar Pemkot Batu mendata dan menginventarisir jumlah sumber mata air di Kota Batu secara berkala, baik dalam kawasan perorangan, swasta, di lahan terbuka atau milik pemerintah.
Selanjutnya mendesak Pemerintah Kota Batu untuk bisa memastikan sumber aman dari wacana alih fungsi.
Bagi Aris, poin ini sangat penting untuk meminimalisir potensi konflik sosial.
“Ketiga adanya regulasi, baik di kawasan yang bebas ataukah di kawasan sekitar lahan hak milik. Sehingga kita pastikan, bahwa sumber air lestari dan aman,” tegasnya.
Campaigner Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan juga mendesak perlunya penataan dan pendataan yang akurat untuk meminimalisir potensi konflik sosial.
Walhi mengingatkan bahwa sumber mata air adalah kawasan konservasi, sehingga kepentingan bisnis tidak boleh menjadi prioritas utama.
“Ke depan penataannya agar lebih enak sehingga menghindari konflik dengan pemilik lahan. Mata air sebenarnya wilayah konservasi, dalam UU Konservasi juga dilindungi, maka perlu ada sosialisasi dan pemetaan serta pelibatan masyarakat agar tahu keberadaan sumber mata air. Jadi bukan bicara ekonomi, melainkan konservasi,” terangnya.
Walhi Jatim mendesak Pemkot Batu harus tegas menetapkan kawasan sumber mata air sebagai kawasan konservasi.
Dengan begitu, pembangunan di dekat sumber mata air harus terencana dan berhati-hati.
Walhi Jatim mencatat ada 52 sumber mata air di Kota Batu. Keberadaan sumber mata air itu harus dilindungi di tengah pesatnya pembangunan.
Salah satu cara untuk melindungi ialah menghidupkan kembali vegetasi di sekitar sumber.
Berita terkait Batu