Pengalaman Hidup Dokter Tinggal Bersama Keluarga KKB Papua, Bertahan Hidup Bukan dengan Nasi

Inilah pengalaman hidup dokter yang pernah tinggal bersama keluarga Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

Penulis: Frida Anjani | Editor: Dyan Rekohadi
Tribunnews
Potret Dokter Fransiskus Xaverius Soedanto (KIRI) dan potret KKB Papua (KANAN) 

Dalam keterbatasan itu ia memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya seadanya, yakni seribu rupiah.

Karena faktor itulah Soedanto pun akhirnya dikenal sebagai Dokter Seribu Rupiah.

Sebab pelayanan kesehatan yang diberikannya, hanya dengan imbalan Rp 1.000.

Dan, pada tahun 2022 ini, dokter Soedanto genap 47 tahun melayani masyarakat di Papua.

Kala ditemui awak media, Soedanto pun mulai mengenang kembali kisah hidupnya sejak pertama kali tiba di Asmat tahun 1975.

Saat itu ia benar-benar hidup di tengah-tengah masyarakat Asmat.

Penduduknya bersahaja namun akhir-akhir ini terus disoroti karena ulah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di daerah itu.

"Begitu SK Gubernur keluar 1975, saya ke Asmat dan jadi dokter di rumah sakit peninggalan Belanda," tutur pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, itu.

Selama sekitar 6 tahun lamanya, Soedanto memulai pelayanan kemanusiaannya di Asmat.

Dengan berjalan kaki keluar masuk hutan dan rawa, Soedanto selalu mengecek kesehatan masyarakat dari satu kampung ke kampung lainnya.

Ketika melewati luasnya hutan Asmat untuk menemui para pasien, Soedanto hanya mengkonsumsi makanan seadanya.

"Saya hanya makan sagu dan ikan, sebab tidak ada sayur, daerahnya juga rawa," ujarnya.

Namun ia senang karena selama di Asmat, ia tidak sendirian.

Soedanto senantiasa ditemani beberapa tenaga medis yang adalah penduduk asli Asmat.

Tak perduli apakah penduduk itu adalah keluarga KKB, tapi yang dilakukannya adalah murni demi kemanusiaan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved