Nasional
Keperawanan Gadis Belia Direnggut di Rumah Kosong, Sudah 2 Tahun Tapi Polisi Belum Tangkap Tersangka
Keperawanan Gadis Belia Direnggut di Rumah Kosong, Sudah 2 Tahun Tapi Polisi Belum Tangkap Tersangka
SURYAMALANG.COM - Pada sebuah rumah kosong di Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen, keperawanan gadis belia direnggut secara paksa dan nasibnya sungguh mengenaskan.
Rumah kosong itu menjadi saksi bisu betapa kejam aksi si pelaku kepada gadis di bawah umur tersebut.
Akibat persetubuhan itu, kini gadis belia berinisial W itu dalam keadaan sakit, hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum korban dari LBH Mawar Saron Solo, Andar Beniala Lumbanraja.
Berikut adalah beberapa fakta tentang pemerkosaan terhadap gadis belia di Sragen.
Pelaku adalah pelatih silat
Pelaku kasus rudapaksa itu adalah pelatih silat, identitasnya belum diungkap oleh polisi.
"Masih sakit dan jalani perawatan medis," ucap Andar, dikutip SURYAMALANG.COM dari TribunSolo.com, Senin (6/6/2022).
Andar mengatakan, dalam pemeriksaan dari tim medis, ada bakteri dalam tubuh korban.
Dia menuturkan luka bakteri itu muncul dari infeksi pada tubuh korban.
"Menurut dokter, dalam tubuh korban muncul bakteri karena adanya luka infeksi," ujar Andar.
Belum ada tersangka
Kasus bocah W yang dirudapaksa 2 tahun lalu, viral di media sosial.
Kasus itu menyedot perhatian, karena sudah dua tahun masih saja buram dan belum ada penetapan tersangka.
Padahal, selama itu pula, sang anak mengalami traumatis, bahkan jadi korban perundungan teman-temannya.
Yang lebih parah, D, sang ayah, mengaku juga diteror hidupnya karena dianggap tak mau berdamai dengan pelaku.
Lalu, mengapa polisi belum bisa menetapkan tersangka dari kasus ini?
Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama menjelaskan sampai sejauh mana kepolisian menangani kasus ini.
Piter mengatakan, hingga kini, penyidik sudah memeriksa sebanyak 16 saksi, termasuk S yang dilaporkan sebagai pria yang merudapaksa.
"Kita sudah memeriksa 16 saksi, tapi 16 saksi itu akan kita pilah, mana saksi yang benar-benar memiliki nilai pembuktian, mana saksi-saksi yang memang bisa mendukung dari pembuktian utama," ungkapnya dikutip SURYAMALANG.COM dari TribunSolo.com, Sabtu (21/5/2022).
Menurut Piter, masalahnya adalah, keterangan dari para saksi soal pembuktian yang mengarah ke pelaku masih sangat minim.
Meski korban atau W sudah menyatakan bila S yang merudapaksa dirinya, tapi keterangan saksi lain, menurut polisi belum mengarah ke pelaku.
Selain W dan S, saksi yang diperiksa merupakan keluarga hingga tetangga korban.
Korban juga telah melakukan proses visum.
Menurut AKBP Piter, hasilnya memang menyatakan korban dicabuli atau disetubuhi.
"Tapi, pertanyaannya siapa yang melakukan?" singkat AKBP Piter.
Pihaknya juga terus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, dengan melakukan berbagai macam teknis penyidikan baik secara digital maupun konvensional.
"Untuk alat bukti yang mendukung, kita tidak bisa ungkap di sini, karena ini rahasia penyidikan," jelasnya.
"Dan itu strategi kami yang tidak boleh disampaikan ke publik, karena untuk membuat terang dan mempercepat proses penyidikan," tambahnya.
Pasal yang diterapkan yakni Undang-undang RI nomor 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 81 ayat 2 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
AKBP Piter menargetkan kasus tersebut dapat selesai sesegera mungkin dengan menggunakan prinsip penyidikan yakni cermat, teliti, profesional dan proporsional.
"Dan kita juga sesuai dengan asas-asas di KUHP, tidak gegabah dan kita berusaha cepat untuk menuntaskan lerkara ini, untuk rasa keadilan apalagi korban adalah anak di bawah umur," ujarnya.
"Kita sangat peduli dan kira merasa iba, kami berada di satu posisi bersama korban," jelas dia.
Kendala
Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama mengakui memiliki beberapa kendala, di antaranya rentang waktu kejadian dan waktu pelaporan yang terpaut cukup lama.
Kejadian persetubuhan yang dialami W pertama kali terjadi pada awal Bulan November 2020 dengan terduga pelaku adalah terlapor, S.
Sedangkan, polisi baru menerima laporan pada bulan Desember 2020.
"Memang ada beberapa kendala, yang pertama pada saat kejadian, kemudian dilaporkan itu kurang lebih waktunya hampir satu bulan, atau satu bulan lewat," ungkapnya ketika ditemui wartawan di Mapolres Sragen, Sabtu (21/5/2022).
Dengan rentang waktu yang terpaut cukup jauh itulah, AKBP Piter menuturkan kesulitan mendapatkan bukti otentik.
Pihaknya akan terus berupaya untuk mencari cara lain, agar mendapatkan bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.
"Kendala itu tidak membuat kami putus asa dan menyerah, tapi kita akan terus semakin terus melecut untuk mencari perspektif lain dari alat bukti yang mudah-mudahan bisa segera kita dapatkan," jelasnya.
Kendala yang kedua yakni dari keterangan saksi yang sudah diperiksa oleh para penyidik.
Selama kurun waktu dua tahun ini, penyidik disebut sudah memeriksa sebanyak 16 saksi.
Menurut AKBP Piter keterangan yang diberikan kebanyakan saksi masih belum konsisten.
"Banyak saksi yang kita periksa, memang kendalanya yang kedua ada inkonsistensi, ada ketidak konsistenan dari keterangan saksi segala macam," terangnya.
"Dan itu tetap di ranah penyidikan, biar kami dengan teknik penyidikan yang kami lakukan kita akan meluruskan sesuai dengan fakta-fakta yang ada," tambahnya.
Kasus segera dituntaskan
Akhir-akhir ini kasus dugaan rudapaksa yang dialami bocah 9 tahun W di Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen kembali menguap.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak kepolisian sejak Desember 2020 lalu, tapi hingga kini belum ada perkembangan hingga penetapan tersangka.
Lantas bagaimana langkah AKBP Piter Yanottama yang baru saja menjabat Kapolres Sragen sejak 15 Mei 2022 lalu?
AKBP Piter mengucapkan turut berempati terhadap korban dan keluarganya.
"Yang pertama dalam kesempatan ini kami sampaikan bahwa kami terus berempati," ungkap dia kepada TribunSolo.com di Mapolres Sragen, Sabtu (21/5/2022).
"Kami menyemangati korban dan keluarga untuk bersama kami dalam rangka untuk segera menuntaskan perkara ini," jelas dia menekankan.
Piter melanjutkan, jika para penyidik sudah bekerja secara maksimal untuk mengungkap kasus tersebut.
Tim supervisi dari Direktorat Reskrim Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah juga sudah hadir untuk melakukan asistensi pada awal April 2022 lalu.
"Kemudian bertemu dengan penyidik, membuka semua alat bukti dan langkah-langkah yang sudah dikerjakan oleh penyidik Polres Sragen kemudian menelurkan beberapa poin pendalaman dan itu sudah kita pecahkan," terangnya.
Piter mengaku terus mendampingi penyidik yang menurutnya sudah bekerja siang dan malam.
"Kemudian saya ajak gelar perkara untuk membahas detail satu persatu, kembali mengecek membuka file-file apa yang sudah dikerjakan selama dua tahun terakhir," paparnya.
Atas upaya dan dukungan dari semua pihak, Piter berharap perkara tersebut segera diungkap.
Dia menambahkan, segala upaya sudah dilakukan, dan ia tidak membenarkan jika kasus tersebut mangkrak atau dibiarkan.
"Saya berjanji bahwa perkara ini tidak mangkrak, jadi tidak didiamkan, ini dijalankan," akunya.
"Sehingga rasanya sedih karena kita juga punya anak, kita jalan terus, permasalahannya kita kesulitan untuk menentukan tersangkanya," jelas dia.
Korban mengalami trauma
Bocah 9 tahun warga Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen hingga kini masih mengalami trauma mendalam.
Ya, kejadian pahit yang dialaminya hampir dua tahun itu masih teringat jelas, dibenak W, yang kini berusia 11 tahun.
W mengalami rudapaksa sebanyak dua kali, yang pertama dilakukan di rumah kosong dan yang kedua dilakukan di toilet balai desa setempat.
Betapa tidak menjadi luka secara psikologis, W terpaksa menuruti nafsu S (38) yang disertai ancaman, jika tidak menurut orangtuanya akan menerima tindakan yang negatif.
Tak berselang lama, W diajak bermain oleh P (15) seorang anak perempuan.
Namun, bukannya bermain, W diajak pergi toilet balai desa dan di situ sudah menunggu tiga pria yang tak ia kenal, dan W diminta melayani nafsu salah satu pria itu yang tak dikenal.
Penanganan kasus W hingga kini masih belum menemukan titik terang, dan penyidik masih mengumpulkan barang bukti yang cukup untuk menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka.
Pemeriksaan kembali dijalani W di unit PPA Polres Sragen, pada Kamis (20/5/2022).
W datang bersama kedua orangtuanya dan didampingi kuasa hukum dari LBH Mawar Saron Solo.
Pengacara W, Andar Beniala Lumbanraja mengatakan sebelum menjalani pemeriksaan, W sempat menangis.
"Dia sempat nangis, karena takut, kita keluarkan dulu dari ruang unit PPA, saya tenangin dan minta untuk didampingi ibunya," katanya kepada TribunSolo.com.
Andar mengatakan W menangis karena merasa takut, bisa karena mengingat kejadian pahit yang ia alami.
Selain itu, W mungkin juga merasa bosan karena selalu ditanya dengan pertanyaan yang sama selama dua tahun ini.
"Takut, karena si P juga dihadirkan, dulu pernah juga dilakukan konfrontasi antara W dan P ini," jelasnya.
Dalam pemeriksaan tersebut, W disodorkan 10 pertanyaan dan proses pemeriksaan dilakukan kurang lebih selama 3 jam.
Sempat menangis
Petugas advokasi dan pendampingan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sragen, Dyah Nursari juga mengatakan jika W sempat menangis ketika hendak diperiksa.
"Kebetulan saya datang, W ini sudah didalam ruangan, kalau menurut informasi dari orangtuanya memang menangis, ketika saya tanya kenapa menangis, katanya takut kalau didalam ada terduga pelaku," katanya.
Kemudian, Dyah bersama petugas lainnya mendampingi W, dan baru mau untuk memberikan keterangan.
"Kalau W sebenarnya kalau ketemu kita sebenarnya enjoy saja, maksudnya dia kalau bercerita nyaman, lancar," jelasnya.
Dyah mendampingi W sejak awal kasus tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian.
Waktu itu, ketika diperiksa oleh polisi, W sempat tidak mau berbicara untuk memberikan keterangan.
Kemudian, dari unit PPA Polres Sragen meminta P2TP2A Sragen untuk didampingi psikolog dulu.
"Dari segi psikologis, sudah lebih baik, awal pendampingan dari teman-teman psikolog mendampinginya selama 3 hari waktu itu kita shelter sementara," terangnya.
"Namun, ternyata tadi infonya menangis, mungkin masih trauma," pungkasnya.
Cerita sang ayah
Perjuangan seorang ayah di Sukodono, Sragen, yakni D untuk mencari keadilan untuk sang putri W (11) belum menemukan titik terang setelah hampir 2 tahun dilaporkan ke polisi.
Sang putri yang saat itu baru berusia 9 tahun menjadi korban dugaan pemerkosaan yang dilakukan tetangganya sendiri, yang diduga merupakan oknum guru silat.
Diingat kembali, kronologi dari kasus tersebut diawali pada 5 November 2020, W diajak nonton film porno, kemudian dirudapaksa di sebuah rumah kosong pada 10 November 2020.
Pada tanggal 15 November 2020, D melihat ada gelagat aneh dari perilaku sang anak, yang kemudian sempat melapor ke kantor polisi terdekat namun tak ada tanggapan.
W kembali dirudapaksa di toilet balai desa setempat pada 11 Desember 2020 dan kembali melapor ke polisi dan akhirnya mendapat tanggapan jika ada dugaan tindak pidana pemerkosaan.
Karena merasa tak ada tanggapan, D akhirnya meminta bantuan ke LBH Mawar Saron Solo pada 11 Februari 2021 dan tak lama dilakukan gelar perkara oleh Polda Jawa Tengah.
Kasus tersebut seakan mandeg, dan Polda Jawa Tengah kembali gelar perkara kedua pada bulan April 2022 lalu.
D kini masih terus mencari keadilan bagi anaknya, yang belum ada titik terang sama sekali, yang mana terduga pelaku masih berkeliaran di luar sana.
Bahkan, ia diminta oleh oknum untuk menutup kasus tersebut.
"Saya mencari keadilan di mana pun, sampai saya ditawari uang oleh oknum untuk menutup kasus dengan diberikan uang dengan nominal Rp 500 ribu," kata D, Sabtu (14/5/2022).
Menurutnya, tim kepolisian sempat mengeluarkan ciri-ciri pelaku, namun proses berhenti begitu saja.
D juga mempertanyakan keberadaan barang bukti berupa celana dalam korban yang masih terdapat bercak darah dan sperma terduga pelaku.
"Tahun 2021 mendapati barang bukti, yang sampai saat ini saya mempertanyakan di mana barang bukti itu, ada bercak darah sama sperma si pelaku, dan itu tidak ada wujudnya sampai sekarang," jelasnya.
Penanganan kasus yang berlarut-larut itu disayangkan oleh pengacara D, sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Solo, Andar Beniala Lumbanraja.
Menurut Andar, hingga kini polisi masih berkutat untuk mencari saksi kunci.
"Penyidik masih mencari bukti-bukti terkait dalam kasus ini, karena menurut mereka kasus ini sudah cukup lama, yang terakhir mereka mau menggali saksi kunci," kata Andar.
Andar juga membenarkan jika kliennya mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum.
Bahkan, D dan W sempat mendapatkan ancaman dan mencari perlindungan dengan bersembunyi di tengah hutan.
"Anak ini sempat diancam, bapak dan anak ini sampai masuk ke dalam hutan, dan itu juga tidak diperhatikan Polres Sragen," ujar Andar.
"Dan pada saat itu kami koordinasikan ke pihak kepolisian, bahwasanya nyawa dari klien kami tidak mendapatkan perlindungan, mereka dalam satu hari sembunyi di tengah hutan, kami hanya berkoordinasi untuk tetap tenang, jangan keluar dulu sampai posisi sudah nyaman," terangnya.
Lanjut Andar, kliennya juga mendapat intimidasi dari beberapa pihak, yang menyatakan usaha D mencari keadilan dianggap hanya karangan saja yang dilakukan demi mencari uang.
Namun pernyataan tersebut dibantah keras oleh Andar, karena pihaknya memiliki bukti hasil visum dengan hasil terdapat luka pada kemaluan korban.
Yang juga disayangkan, setelah kasus tersebut viral tidak ada upaya pendampingan untuk pemulihan terhadap korban, baik dari pemerintah Kabupaten Sragen.
"Pada waktu itu tidak ada layanan kepada korban sendiri untuk pemulihan, dan kami coba untuk menyurati pihak yang menyediakan layanan, baru teman-teman LPSK yang sudah sangat kompeten dan rutin menanyakan apa yang bisa dibantu," terangnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol. M Iqbal Alqudusy mengatakan belum adanya perbedaan penetapan tersangka karena masih perlu dilakukan pendalaman.
"Kemarin dari krimum sudah asistensi ke sragen, jadi kasus ini memang masih memerlukan pendalaman untuk menentukan yang bersangkutan sebagai tersangka atau tidak, karena memang belum cukup alat bukti," kata Kombes Pol Iqbal ketika dikonfirmasi wartawan, Sabtu (14/5/2022).
Update Google News SURYAMALANG.COM