Marak Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Ini Sebaiknya yang Harus Dilakukan Orangtua
Berdasarkan penelitian,pelecehan seksual dapat terjadi apabila orangtua kurang atensi atau awareness terhadap anak.
SURYAMALANG.COM|SURABAYA - Memperingati ulang tahun Himpunan Psikologi Indonesia (HIMSI) ke-63, Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) Perwakilan Jawa Timur bersama Universitas Ciputra Center for Marriages & Families (UCMFC) menggelar Bincang Santai membahas fenomena maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Acara ini digelar di Dian Auditorium, Lantai 7 UC Surabaya, Rabu (27/7/2022).
Ketua APSIFOR Indonesia, Dra Reni Kusuma Wardhani M Psi Psikolog ,mengatakan peran orangtua sangat penting untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anak.
Berdasarkan penelitian, Reni menyebut pelecehan seksual dapat terjadi apabila orangtua kurang atensi atau awareness terhadap anak.
“Pendidikan seksual harus diajarkan sejak dini. Melatih anak untuk menghargai tubuhnya supaya tau batasan sehingga bisa melindungi tubuhnya," papar Reni dihadapan puluhan orangtua yang hadir secara offline.
Dalam penyampaian serta prakteknya, ada hal yang harus diperhatikan orangtua saat memberikan edukasi seks pada anak.
"Seperti saat menceboki anak, harus permisi atau bahkan minta maaf terlebih dahulu. Kemudian orangtua harus menasehati 'kalau ada orang ingin menyentuh seperti ini jangan boleh ya, apalagi kalau sampai maksa kamu, kamu lari ya'," ungkapnya.
Selain edukasi seks, untuk membentengi anak demi mencegah tindak pelecehan seksual, Reni menyarankan kepada para orangtua untuk memberikan edukasi sosial.
Dengan harapan agar anak bisa menjaga dirinya dari tindakan seksual bahkan dari orang terdekat.
"Semoga orangtua sungguh-sungguh jadi pelindung utamanya anak-anak. Jangan sampai pelakunya justru orangtua atau orang yang menjadi walinya,” harapnya.
Menurutnya orangtua memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah anak jadi korban pelecehan seksual di sekolah atau institusi pendidikan.
Maka dari itu, Reni memberikan saran atau tips bagi orang tua yang ingin menyekolahkan anak di institusi pendidikan berbasis agama maupun sekolah lainnya.
"Pertama cari tau tenaga pendidik dan kurikulum sekolah seperti apa. Kedua lihat latar belakang sekolah. Ketiga ajak orang tua lainnya berdiskusi," ungkapnya.
Pasalnya, kasus pelecehan seksual pada anak yang terjadi di institusi pendidikan berbasis agama berpotensi menyebabkan sang korban mengalami trauma yang mendalam.
Selain itu, berbagai kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan juga menyebabkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.
“Jadi dampaknya kepada masyarakat muncul goncangan insecrurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar," ujarnya.
Dengan demikian, ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat, dengan harapan bisa mencegah masuknya predator seksual dalam institusi tersebut.
Selain itu juga penting melihat kepribadiannya dan integritas sebagai seorang tenaga pendidik profesional.
“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa dan sebagainya. Kami harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya dia terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, menghormati kemanusiaan dan menghormati anak didiknya," tegasnya.
Namun apabila pelecehan seksual sudah terjadi, Reni menegaskan pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan.
Selain Reni, dalam kesempatan bincang santai ini, juga dihadiri pembicara lainnya yakni Dr dr Hudi Winarso M Kes Sp And (K) Selaku Spesialis Andrologi dan Konsultasi Seks yang membahas tentang kekerasan seksual pada anak dari sudut pandang medis. (zia)
(surya.co.id/Zainal Arif)