Berita Surabaya Hari Ini
Pemkot Surabaya Larang Fashion Show di Zebra Cross dan Pria Dandan ala Wanita
Pemkot Surabaya melarang peragaan busana di jalanan yang mengganggu ketertiban umum dan melanggar norma.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: rahadian bagus priambodo
Pedestrian di Jalan Tunjungan selama ini memang dikonsep sebagai pertemuan kreativitas kesenian hingga ekonomi. Dikenal sebagai Tunjungan Romansa.
"Kan asik, ada (UMKM) yang jualan, ada yang fashion, ada yang menonton. Kemudian arus jalan berjalan, itu akan menarik. Dibanding di zebra cross, tat tot, tat, tot (bunyi Pelican Crossing), akhirnya macet," katanya.
Pun demikian di komplek Balai Pemuda, yang tak jauh lokasinya dari Jalan Tunjungan. Ada beberapa lokasi yang bisa digunakan di kawasan ini seperti selasar Alun-alun.
"Silakan menggunakan Balai Pemuda. Pak Wali Kota (Eri Cahyadi) telah meminta dinas terkait menata di sana. Bagi anak muda berekspresi di situ," katanya.
Pun demikian dengan lokasi Car Free Day yang bisa dimanfaatkan setiap tiap akhir pekan. Di antaranya, Jalan Tunjungan menjadi salah satu lokasi CFD di Surabaya.
Tak hanya bisa fashion show, selama ini CFD juga menjadi berbagai aktivitas masyarakat di akhir pekan.
"Publik sudah tahu. Car Free day dari jam sekian hingga jam sekian. Tidak menimbulkan kemacetan. Itu untuk aktivitas masyarakat. Silakan di situ," katanya.
Selain soal lokasi, Fikser juga menegaskan pilihan busana yang dikenakan harus sesuai norma. Satu di antara yang mencolok, pihaknya melarang pria berbusana wanita.
"Pakaian harus sesuai norma. Artinya, kalau dia laki-laki, dia menggunakan sepantasnya laki-laki. Tidak berlebihan," katanya.
Apalagi, pelanggaran terhadap norma sosial dan agama, juga bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Sehingga, kalau ada yang demikian tentu akan dibubarkan dan ada pembinaan mental," katanya.
"Nanti ada pendampingan psikolog tentang kejiwaan seseorang. Ada treatment khusus. Itu yang juga harus dilakukan. Apalagi ini menjadi sorotan publik. Terkait dengan hal yang bertentangan dengan norma, kami tegas. Namun kami yakin, orang Surabaya sebenarnya lebih egaliter, lebih taat aturan. Bukan membatasi, namun harus ada norma yang dijalankan," katanya. (bob)