Berita Tuban Hari Ini
Sulap Hasil Laut Jadi Kerupuk D'KAYAteen , Sri Kayatin Mampu Hasilkan Omzet Puluhan Juta
Sri Kayatin (50), pemilik Industri Kecil Menengah (IKM) D'KAYAteen mampu mengolah hasil produksi laut menjadi kerupuk dan datangkan keuntungan
Penulis: Mochamad Sudarsono | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM , TUBAN - Industri Kecil Menengah (IKM) produk kerupuk dari bahan olahan hasil laut di Tuban, D'KAYAteen menjadi salah satu contoh geliat usaha kerakyatan yang terus bertumbuh.
Keuletan dan kegigihan dalam menjalani usaha serta dukungan dari komunitas membuat produsen kerupuk D'KAYAteen makin eksis.
Adalah Sri Kayatin (50), pemilik Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada di Desa Dawung, Kecamatan Palang, Tuban.
Perempuan paruh baya itu terlihat sedang sibuk di ruang dapur, menggoreng kerupuk di atas wajan dengan nyala api tinggi.
Sesekali ia tampak mengecek dua pekerjanya yang berada di ruang depan, mencetak ukuran kerupuk yang akan diproduksi.
Melalui IKM dengan brand D'KAYAteen miliknya, Sri Kayatin mampu mengolah hasil produksi laut menjadi kerupuk.
Tak heran, jika usaha yang ditekuni itu mampu berbuah keuntungan.

"Ya Alhamdulillah masih diberikan rezeki," kata Sri Kayatin membuka perbincangan saat ditemui di rumahnya, Kamis (20/9/2022).
Ia menjelaskan, jika usaha yang dirintis sudah berlangsung sejak 2015, kala itu belum sebesar sekarang.
Dulu hanya mampu memproduksi kerupuk tepung original satu macam saja.
Seiring dengan bergabungnya ke komunitas akhirnya mulai berinovasi menciptakan varian rasa lain.
Berkat ketekunannya, ibu tiga anak itu mampu eksis menjual kerupuk hingga mempekerjakan tiga orang untuk produksi.
Kini hasilnya pun dapat terlihat, hampir setiap harinya ia terus berproduksi aneka macam kerupuk yang berbahan dari hasil laut.
"Kalau tidak tekun, tidak mungkin bisa bertahan sampai kini. Banyak teman komunitas dan dukungan dari pihak lain akhirnya bisa sampai sekarang," ungkapnya sambil mengemas kerupuk.
Masih kata perempuan yang juga ahli bertani tersebut, adapun berbagai jenis kerupuk olahan laut yang dijual di antaranya cumi, ikan dan rajungan.
Kendala Cuaca dan Pandemi Covid 19
Sebagai pelaku usaha kecil, masih merasakan adanya kendala selama berproses.
Produksi D'KAYAteen juga sempat berhenti total saat masa pandemi Covid 19.
Selama sekitar tiga bulan, pengolahan kerupuk ikan itu harus berhenti berproduksi karena pandemi covid-19.
Sebab rumitnya aturan screening untuk pengiriman barang ke luar kota menjadi penghalang, hingga membuat pemilik IKM memutuskan tak produksi.
"Tiga bulan tidak kerja saat pandemi covid-19, waktu angka kasus tinggi," kata owner D'KAYAteen, Sri Kayatin (50) ditemui di rumahnya, Kamis (20/9/2022).
Selama tidak produksi, ia tidak mampu berbuat banyak selain hanya menunggu badai covid-19 segera berlalu.
Setelah pemerintah mulai melonggarkan aturan terkait covid-19, ibu tiga anak itu mulai bernafas lega karena bisa memproduksi kembali kerupuk ikan olahannya.
Hingga akhirnya, ia kembali bisa mengirim kerupuk ikan, cumi, rajungan dan rengginang ke berbagai daerah di luar kota.
"Setelah aturan dilonggarkan mulai kirim ke Surabaya, Malang, Bali, Bekasi dan beberapa kota lain. Ada yang reseller maupun perseorangan," terangnya.
Masih kata Sri Kayatin, selain badai covid-19, ia juga mengungkap cuaca menjadi kendala untuk proses produksi kerupuk.
Sebab cuaca panas diperlukan untuk mengeringkan kerupuk yang dijemur, agar hasilnya bagus.
Apabila kondisi di musim hujan, maka bisa mempengaruhi kualitas kerupuk mudah hancur.
"Cuaca ini juga tidak kalah penting, kalau panas hasil kerupuk yang dijemur bagus," pungkas perempuan memiliki tiga pekerja tersebut.
Omzet Bagus
Untuk harga produk D'KAYAteen semua varian kerupuk ukuran 100 gram yaitu Rp 10 ribu, sedangkan untuk rambak cumi Rp 15 ribu ukuran 80 gram, rengginang ukuran 200 gram Rp 15 ribu.
Berkat kegigihannya, produksi kerupuk bisa terjual hingga luar pulau.
Disinggung omzet, Sri Kayatin mengaku pernah mendapatkan kisaran Rp 30 juta dalam sebulan.
Sedangkan untuk rata-rata sekitar Rp 12 juta.
"Pernah itu dapat hampir Rp 30 juta dalam sebulan, tapi itu belum keuntungan bersih. Harus dipotong bahan produksi, gaji pekerja juga," pungkasnya.