Berita Batu Hari Ini

Harga Sapi di Kota Batu Belum Stabil Akibat PMK

Selain harga yang belum stabil, sejak ada wabah PMK warga di Dusun Brau tidak diperbolehkan mendatangkan sapi dari luar daerah.

Penulis: Benni Indo | Editor: rahadian bagus priambodo
SURYAMALANG.COM/Samsul Hadi
ILUSTRASI - Suasana Pasar Sapi Dimoro, Kota Blitar, Kamis (29/9/2022).  

SURYAMALANG.COM|BATU - Harga sapi di Kota Batu masih belum stabil karena wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Ketua Kelompok Tani Margo Mulyo di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Muhammad Munir menyatakan, dampak PMK belum selesai hingga saat ini.

Selain harga yang belum stabil, sejak ada wabah PMK warga di Dusun Brau tidak diperbolehkan mendatangkan sapi dari luar daerah. Alhasil, mereka harus memaksimalkan sapi yang ada saat ini.

Munir mengatakan harga sapi saat ini masih stagnan di angka Rp 20 juta per ekor, sedangkan normanya berada diangka Rp 25 juta hingga Rp 30 juta per ekor. 

Sapi menjadi andalan perekonomian warga Dusun Brau. Dikatakannya, 98 persen warga Dusun Brau menggantungkan seluruh kehidupannya pada produksi susu sapi perah. Sebagian lainnya, fokus pada penjualan sapi.

Ketika harga sapi belum stabil, warga tetap melakukan perawatan sapi secara optimal. Hal itu dilakukan agar produksi susu sapi terus berjalan.

Menurut Munir, produksi susu di Dusun Brau cukup stabil. Jumlahnya bisa mencapai 3000 liter per hari dari seluruh sapi yang ada. Munir berharap ada solusi dari Pemerintah Kota Batu agar harga sapi kembali stabil.

“Kalau musim kemarau persediaan rumput gajah di lahan kering tercukupi. Namun, saat musim hujan datang, peternak harus pandai mencari pakan. Jangan sampai rumput yang memiliki kandungan air tinggi membuat sapi kembung. Selain itu, kebersihan kandang harus terjaga dengan baik,” katanya, Selasa (11/10/2022).

Kondisi yang berbeda dihadapi peternak asal Desa Oro-oro Ombo. Sukirman, seorang peternak dari desa setempat menyatakan produksi susu per sapi yang biasanya bisa sampai 25 liter per hari kini turun hanya menjadi 8 liter. Penurunan  produksi susu ini mengakibatkan kerugian bagi para peternak. 

"Pemulihan PMK di luar dugaan. Ketika sapi sehat, ternyata produksi susunya sangat sulit untuk naik. Dapat saya berikan contoh, biasanya bisa keluar sampai 25 liter, hari ini, tiga bulan setelah sapi sembuh, keluarnya 6 liter hingga 8 liter. Sehingga perlu nutrisi untuk ternak namun tidak terakomodir oleh pupuk bersubsidi," ujarnya.

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diambil yakni memperbaiki bahan makanan sapi. Peternak sangat bergantung pada pakan ternak yakni rumput gajah. Sementara keberadaan rumput gajah kondisi nutrisinya juga perlu ditingkatkan.

Kalianto, Ketua Gapoktan Rukun Santoso menyatakan, ada 145 hektare lahan yang dijadikan tempat untuk penanaman hijauan sebagai kebutuhan dasar pakan ternak. Lahan tersebut milik Perhutani. Dampak PMK juga telah membuat perputaran uang menurun drastis di Koperasi Unit Desa. 

"Sampai hari ini masih terasa sekali. Kalau kita lihat dari beberapa data, misal di KUD Batu, sebelum PMK, perputaran nilai per 10 hari bisa mencapai Rp 3 miliar, pada hari ini ketika terjadi PMK, hanya separohnya yakni, Rp 1,5 miliar dalam 10 hari. Dengan asumsi seperti itu, peran peternakan itu sendiri sangat besar untuk perekonomian Kota Batu," paparnya.

Kalianto mengatakan bahwa para peternak berusaha semaksimal mungkin mencapai pemulihan dari sektor peternakan. mereka berupaya swadaya demi kondisi yang lebih baik. Bahkan memberanikan diri untuk pinjam uang ke sanak keluarganya.

"Kami berupaya mencapai pemulihan dari sektor itu karena apa, mereka yang tidak memiliki pekerjaan lain, kecuali beternak itu sendiri memang sangat terasa. Pinjam sana, pinjam sini, demi upaya pemulihan," paparnya.

Para peternak juga mengeluhkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang dinilainya hanya mendata sapi mati saja. Dinas tidak disebut tidak mendata sapi-sapi yang sakit dan produksi susunya berkurang. 

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Heru Yulianto menyatakan, di tengah kelangkaan pupuk bersubsidi ini, harganya juga tidak murah, solusi yang ditawarkan yakni kembali ke pertanian organik. 

Terkait PMK, Heru mengatakan bahwa penyakit tersebut tidak bisa selesai dalam waktu sat atau dua tahun saja. Butuh waktu cukup panjang untuk benar-benar mentas. dari sekitar 15 ribu sapi di Kota Batu, 500 di antaranya adalah sapi potong.

Data itu menandakan bahwa sapi perah sangat banyak di Kota Batu. Dinas yang ia pimpin sudah berupaya meningkatkan anggaran ke dalam kategori Bantuan Tidak Terduga (BTT). Namun hal tersebut belum bisa terlaksana karena tidak masuk dalam pembahasan Perubahn Anggaran Keuangan (PAK) 2022.

"Awalnya hendak kami masukan ke BTT, tapi sampai pembahasan PAK, BTT tidak bisa dilaksanakan. Akhirnya ada anggaran yang tidak banyak," ujarnya.

Dinas secara tidak langsung mengakui pendataan dilakukan terhadap sapi yang mati. Pasalnya, ada aturan santunan terhadap sapi yang mati. Nilainya Rp 10 juta per sapi dengan maksimal lima sapi.

"Dengan aturan yang baru, santunan sekitar Rp 10 juta. Saat ini ada 170 yang ditampung oleh Pemerintah Pusat dalam gelombang satu dari Kota Batu. Progresnya saat ini, ternak mati tahap dua ada 912 ekor. Insha Allah ini semua peternak di Kota Batu masuk semuanya, tapi bantuannya bertahap," ujarnya.

Heru menegaskan, pada intinya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan siap membantu para petani dan peternak sesuai aturan yang ada. Bantuan itu bisa berupa pelatihan, bantuan alat atau bibit. (Benni Indo)

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved