Berita Tulungagung Hari Ini
DLH Tulungagung Sudah Sumbang 100.000 Pohon untuk Hutan Tulungagung Selatan, Tak Ada yang Hidup
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tulungagung mencatat sudah ada 100.000 benih pohon dikirim ke Tulungagung selatan selama dua tahun.
Penulis: David Yohanes | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tulungagung mencatat sudah ada 100.000 benih pohon dikirim ke Tulungagung selatan selama dua tahun.
Pohon-pohon itu disumbangkan untuk reboisasi hutan di pegunungan selatan yang dalam kondisi kritis.
Ternyata tidak ada satu pun pohon sumbangan DLH tumbuh besar.
"Makanya sampai saat ini hutan di selatan masih gundul. Nyaris tanpa tegakkan pohon keras," ujar Santoso, Kepala DLH Tulungagung kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (13/10/2022).
Pohon-pohon untuk reboisasi itu sebenarnya sempat tumbuh.
Namun setelah mencapai ketinggian dua meter, pohon-pohon itu dimatikan pelan-pelan lalu dibakar.
Pelakunya adalah para petani penggarap lahan yang kebetulan lahannya ditanami pohon.
Para petani ini mengubah hutan menjadi ladang jagung.
Tegakkan pohon dianggap sebagai pengganggu tanaman jagung, sehingga tidak bisa tumbuh maksimal.
Akibatnya upaya pemulihan kondisi hutan di pegunungan selatan tidak pernah membuahkan hasil.
"Ini yang kita sayangkan, pohon-pohon yang ditanam sengaja dimatikan. Makanya hutan di selatan masih kritis, nyaris tanpa tegakkan pohon keras," keluh Santoso.
Para petani di lahan hutan biasanya bercocok tanam di saat musim hujan.
Mereka mengandalkan air hujan untuk mengairi tanaman jagungnya.
Di masa persiapan tanam, lahan hutan yang sudah gundul ini digemburkan lebih dulu.
Bencana terjadi ketika hujan deras turun ke atas lahan yang sangat luas dengan tanah yang tanpa pepohonan.
Air hujan menggerus tanah yang digemburkan dan membawa apa saja yang dilewatinya.
Terutama material tanah dan bebatuan kecil dari pegunungan yang gundul tadi.
"Begitu hujan turun, tanah yang sudah digemburkan tadi habislah terbawa air. Masyarakat yang di bawah menerima kiriman banjir dan lumpur," ungkap Santoso.
Diakui Santoso, para petani hutan ini maunya hasil yang instan.
Jagung menjadi pilihan karena bisa dipanen dalam waktu tiga bulan saja.
Mereka tidak memperhatikan dampak lingkungan dari pola pertanian yang menggunduli hutan ini.
Padahal pihaknya menawarkan tanaman produktif seperti buah-buahan, kopi dan mahoni.
Di saat tanaman ini produksi bisa memberikan hasil yang tak kalah dengan jagung.
Namun memang butuh waktu sekurangnya 4-5 tahun untuk menunggu tanaman ini menghasilkan buah.
"Kalau mau instannya ya begini ini, kena cuaca ekstrem, hujan lebat terjadi bencana," tegasnya.
Hal sebaliknya terjadi di wilayah Tulungagung barat, khususnya Kecamatan Sendang dan Pagerwojo.
Sekurangnya ada 90.000 pohon yang sudah disumbangkan oleh DLH, dan hampir semuanya hidup.
Tak heran kawasan barat ini melimpah dengan air, dan hawanya sejuk.
Sementara di kawasan selatan sering mengalami kekurangan air bersih setiap kali musim kemarau.
Karena itu menurut Santoso, untuk memulihkan hutan di Tulungagung selatan harus melibatkan petani hutan.
Bukan sekedar melibatkan, namun juga harus membangkitkan kesadaran mereka.
"Kalau tidak selamanya bencana alam akan terus terulang setiap tahun," terang Santoso.
Aktivis Lingkungan Penerima Kalpataru 2018 Kategori Penyelamat Lingkungan, karsi Nero Sutamrin menilai ada ketimpangan di balik bencana ini.
Para petani jagung yang menggarap hutan gundul ini bisa meraup keuntungan yang sangat besar,
Sementara masyarakat di dataran rendah menjadi korban, karena setiap tahun mendapat kiriman banjir dan lumpur.
Selain itu kerusakan infrastruktur yang disebabkan juga sangat massif, seperti jalan sepanjang Campurdarat-Besuki.
Belum lagi sekarang kerusakan destinasi wisata seperti Pantai Gemah yang menyebabkan kerugian ekonomi ratusan orang.
Bahkan Jalur Lintas Selatan (JLS), proyek strategis nasional juga rusak terkena bencana.
"Keuntungan yang didapat tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Sangat tidak adil bagi masyarakat di dataran rendah yang selalu jadi korban," katanya.