Banyuwangi

Fenomena Beras Oplosan Tidak Pengaruhi Penggilingan Padi di Banyuwangi

Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi tidak terpengaruh dengan isu beras oplosan.

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Aflahul Abidin
PENGGILINGAN PADI - Proses produksi di penggilingan padi CV Sami Jaya di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Rabu (13/8/2025). Penggilingan padi level menengah itu merasa tak terpengaruh terhadap dampak isu beras oplosan. 

SURYAMALANG.COM, BANYUWANGI - Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi tidak terpengaruh dengan isu beras oplosan.

Mereka tetap berproduksi, meski menghadapi beberapa tantangan yang bersifat lokal.

Para pengusaha penggilingan padi di Banyuwangi saat ini lebih terpengaruh dengan permasalahan minimnya serapan gabah.

Penyebabnya, waktu panen raya sudah lewat dan serangan hama.

"Di wilayah Banyuwangi, khususnya di daerah Glagah dan sekitarnya, petani mengalami kesulitan karena dua kali masa panen terkena hama tikus."

"Lalu, bulan tujuh dan delapan juga ada hama burung. Itu menyulitkan untuk para petani," kata Tadius Arianto Effendy, Direktur CV Sami Jaya, kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (13/8/2025).

Baca juga: Pantauan Harga Beras di Pasar Pucang Anom Surabaya Melambung Tinggi dalam Sebulan Terakhir Ini

CV Sami Jaya merupakan perusahaan penggilingan padi level menengah dengan kapasitas pengolahan padi antara 20-30 ton per hari.

Perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Glagah tersebut memproduksi beras premium dengan merek Kebun Anggur.

Masalah hama yang menghantui para petani membuat perusahaan harus mendatangkan gabah dan beras dari berbagai daerah lain di Jawa Timur, seperti Ngawi dan Madiun.

Tutupnya sekitar 40 persen pabrik penggilingan padi dan beras, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Perpadi, tak berpengaruh terhadap perusahaan kelas menengah.

Dengan mendatangkan gabah dan beras dari luar kota, ongkos produksi justru bertambah.

Baca juga: Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Banyuwangi Dipastikan Tidak Ada Kenaikan

"Kami di Banyuwangi saat mendatangkan dari luar kota, harus menanggung biaya ongkos transportasi yang nilainya bisa mencapai Rp 200 hingga Rp 300 per kilogramnya," tambah Tadius.

"Kami sebagai perusahaan yang masih menengah tidak merasakan dampak yang signifikan."

"Kami masih merasakan bahwa harga padi di lapangan itu masih cukup tinggi dan kami mengalami kerugian kalau harga ini terus bertahan," ujarnya.

Di sisi lain, perusahaan penggilingan padi juga harus "bersaing" dengan Perum Bulog yang tengah gencar menyerap gabah kering panen petani dengan harga yang ditetapkan, yakni Rp 6500 per kg.

Halaman
12
Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved