Berita Malang Hari Ini

Mahasiswa Kota Malang Demo Tolak Pengesahan Perppu Cipta Kerja

Mahasiswa Malang menolak disahkannya Perppu Cipta Kerja oleh DPR RI pada 21 Maret 2023 lalu dan beberapa isu lainnya.

Penulis: Benni Indo | Editor: Yuli A
benni indo
Aksi mahasiswa di depan Gedung DPRD Kota Malang. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Para mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (3/4/2023).

Mereka berasal dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Malang. Mereka menyuarakan penolakan terhadap disahkannya Perppu Cipta Kerja oleh DPR RI pada 21 Maret 2023 lalu dan beberapa isu lainnya.


Mahasiswa menuntut anggota DPRD Kota Malang turun menemui mereka. Setelah orasi sekitar sejam, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, Wakil Ketua 3 Rimzah, serta anggota lainnya, Rokhmad menemui pengunjuk rasa. Namun kehadiran Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riadiana sempat ditolak karena semua ketua fraksi tidak hadir. 


Dialogpun sempat gagal dilakukan di bawah rintik hujan yang mulai mengguyur Kota Malang sekitar pukul 16.00 WIB. Menjelang maghrib, dialog dilakukan setelah enam ketua fraksi hadir menemui masa. Made mengatakan menerima aspirasi mahasiswa dan akan meneruskan aspirasi tersebut ke Pemerintah Pusat.


"Kami akan turut perjuangkan apa yang menjadi aspirasi ke pemerintah pusat. Saya minta setelah ini teman-teman mahasiswa bisa membubarkan diri dengan tertib," ujar Made.


Dalam rilis yang diterima Surya, gerakan ini berkaitan dengan isu-isu nasional yang menurut mahasiswa tidak berpihak terhadap keadilan rakyat. Pengesahan Perppu Cipta Kerja disebut ugal-ugalan. Mahasiswa mengingatkan, sebelumnya UU Cipta Kerja telah dianulir oleh MK dan dinilai inkonstitusional.


Hadirnya Perppu Cipta Kerja dianggap sebagai 'kengeyelan' pemerintah. Pemerintah dituding tidak belajar dari putusan MK. Eksekutif dan legislatif dianggap telah bersepakat tidak mengindahkan putusan Pasal 22 UUD 1945 serta putusan MK.


Isu lain yang disoroti adalah ancaman terhadap independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adanya UU No 19 tahun 2019 dianggap telah mengintervensi independensi KPK. Pasalnya, dalam UU tersebut, KPK ditarik masuk menjadi bagian dari pemerintah.


"KPK harus mendapatkan izin jika ingin menyadap. Kondisi ini berpotensi menghambat penyidikan," tulis rilis yang dikeluarkan mahasiswa.


Para mahasiswa juga meneriakan lunturnya nilai-nilai demokrasi ketika pemerintah mengesahkan KUHP yang baru. Dalam KUHP yang baru, masa aksi menilai perlindungan terhadap presiden dan lembaga negara lainnya berpotensi membuat orang yang mengkritik pemerintah dikriminalisasi.


Koordiantor Lapangan aksi Dimas Aqil menambahkan, UU Minerba juga disuarakan oleh para mahasiswa. Tuntutan untuk merevisi UU ini disampaikan mahasiswa. Mereka menilai, UU Minerba telah mengabaikan sisi konservasi lingkungan hidup. Mahasiswa menilai, UU Minerba yang baru memperbolehkan perusahaan tambang tetap beroperasi meski telah terbukti merusak lingkungan. Mahasiswa menuliskan, pengesahan UU Minerba dilakukan serampangan.


Poin berikutnya yang disoroti pendemo adalah UU IKN. Mereka menilai UU IKN disahkan secara prematur. Pembangunan IKN akan menempatkan Teluk Balikpapan sebagai kawasan industri karena akan dijadikan satu-satunya pintu masuk jalur laut ke IKN. Selain itu, jalur tersebut juga menjadi satu-satunya jalur logistik untuk menyuplai kebutuhan pembangunan ibu kota baru.


Akibatnya, lebih 10 ribu nelayan yang setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan akan berdampak serius. Jumlah tersebut terdiri atas 6.426 nelayan dari Kabupaten Kutai Kartanegara, 2.984 nelayan di 5 Kelurahan Maridan, Mentawai, Pantai Lango, Jenebora, Gresik dari Kabupaten Penajam Paser Utara, dan 1.253 nelayan dari Balikpapan.


Isu tragedi Kanjuruhan juga disuarakan oleh para mahasiswa. Mahasiswa mengatakan tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM berat berdasarkan unsur-unsur tindak pidana pelanggaran HAM berat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung. Banyaknya kejanggalan yang muncul selama proses hukum juga memperlihatkan ketidak seriusan aparat penegak hukum dalam mengadili pelaku di tragedi tersebut.


Isu terakhir yang dibawa dalam aksi yakni konflik yang terjadi di Pakel atas kedatangan sebuah perusahaan. Aparat dikabarkan telah menahan tiga petani dari Pakel. Ketiganya ditangkap atas tuduhan penyebaran berita bohong.  (

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved