Siapa Salma, Sosok Wanita yang Buat Jefri Nichol Minta Maaf di Atas Materai? Ini Awal Mula Kasusnya

Siapa Salma? Nama ini menjadi buah bibir, bahkan trending topik di twitter karena membuat Jefri Nichol minta maaf di atas materai.

Editor: Adrianus Adhi
Twitter
Jefri Nichol dan permintaan maaf di atas materai 

SURYAMALANG.com - Siapa Salma? Nama ini menjadi buah bibir, bahkan trending topik di twitter karena membuat Jefri Nichol minta maaf di atas materai.

Informasi yang SURYA MALANG himpun, kasus tersebut ramai karena Jefri Nichol disorot setelah menyebarkan data pribadi warganet di Twitter.

Gara-gara aksinya menyebarkan data pribadi seorang warganet, Jefri Nichol pun banjir hujatan dari netizen.

Hal itu bermula ketika Jefri Nichol membalas cuitan yang ditujukan untuk hatersnya.

Jefri lantas menyebut nama Salma beserta kawasan tempat tinggalnya. Dia juga mengunggah foto profil milik Salma.

Setelah tiga hari data pribadinya disebarkan, Salma mendesak Jefri untuk menghapus unggahannya.

"Sebelum saya bertindak lebih jauh, tolong itikad baiknya kepada @jefrinichol (chulo papi) untuk menghapus postingan tersebut dan meminta maaf karena hal tersebut sangat merugikan saya.

Baca juga: Ibu dan Bayi di Ponorogo Ditahan Gegara Tak Mampu Bayar Biaya Persalinan, Viral di Media Sosial

Baca juga: Biodata Pria Aceh Juara Lomba Azan di Arab Saudi, Suara Merdu Ustaz Dhiyauddin Bikin Juri Menangis

Kalau tidak ada respon akan saya lanjutkan kepihak yang berwajib karena tindakan tersebut sudah melanggar aturan hukum yang berlaku," tulis Salma dalam twitnya.

Jefri Nichol memang aktif meladeni twit warganet di Twitter bahkan mereka yang menantangnya.

Setelah mendapat ancaman itu, Jefri Nichol melalui akun pribadinya, menyampaikan permintaan maaf pada Salma karena telah menyebar data pribadi.

Permintaan maaf Jefri Nichol ini sebagai jawaban atas permintaan dari netizen bernama Salma Eka Putri yang datanya disebar dan menantikan itikad baik sang aktor.

"Halo Eka, saya mau minta maaf udah salah kira kamu sama orang yang ngehate saya dan udah nyebarin data pribadi kamu (doxing) dan saya mau bilang juga data yang saya post itu ga lengkap dan itu tadinya buat nakutin hater yang saya kira itu kamu. Sekali lagi saya minta maaf Eka," tulis Jefri Nichol dalam sebuah twit, dikutip dari akun @jefrinichol, Jumat (7/4/2023).

Baca juga: Suara Abidzar Bikin Raffi Ahmad Merinding Ingat Almarhum Uje, Langsung Takut Rafathar Bernasib Sama

Baca juga: Fakta Pengendara Motor Melintas di Atas Air Sebrangi Lautan, Ternyata Tak Sehebat yang Terlihat

Yang terbaru, Jefri Nichol juga membuat pernyataan minta maaf melalui akun twitternya.

"Saya melakukan kesalahan. Sekarang saya belajar bertanggung jawab atas itu, juga belajar untuk berendahan hati karena saya sudah bertemu dan dimaafkan. Terima kasih, Salma."

Arti Kata Doxing

DOXING, atau dalam literatur dikenal dengan istilah doxxing, adalah tindakan mengumpulkan informasi terkait data pribadi seseorang untuk kemudian diungkapkan atau diposting kepada publik secara ilegal.

Doxing biasanya bertujuan untuk penghinaan, penguntitan, pencurian identitas, mempermalukan, atau tindakan pelecehan virtual, dengan target individu tertentu.

Dalam literatur cyberlaw, doxing adalah salah satu bentuk cybercrime yang berasal dari kata dropping dan documents.

Doxing mulai digunakan satu dekade silam akibat banyaknya tindakan peretasan yang dilakukan oleh hacker.

Namun, kini tindakan itu bisa lebih mudah dilakukan karena difasilitasi adanya teknologi digital terbaru.

Kasus yang banyak terjadi, doxing dilakukan dengan sengaja untuk meneror seseorang.

Hukum Pidana Doxing di Indonesia

Regulasi tentang cybercrime di Indonesia yang terkait dengan doxing terdapat pada Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2OO8 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menetapkan perbuatan yang dilarang dan sanksinya.

Doxing juga diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Pasal 30 ayat (1) jo. Pasal 46 ayat (1) UU ITE menerapkan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta, atas akses ilegal terhadap sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.

Sedangkan pada Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat 2 UU ITE mengancam hukuman pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda maksimal Rp 700 juta atas akses ilegal terhadap komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan memperoleh informasi dan/atau dokumen elektronik.

Kedua, Pasal 30 ayat (3) jo. Pasal 46 ayat (3) UU ITE mengancam hukuman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda maksimal Rp 800 juta, atas tindakan melawan hukum melakukan penerobosan, melampaui, atau penjebolan terhadap sistem pengamanan komputer.

Ancaman lebih berat berupa hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 800 juta dikenakan atas intersepsi atau penyadapan sistem elektronik milik orang lain (Pasal 31 ayat (1) jo. Pasal 47 UU ITE).

Ketiga, Pasal 32 ayat (1) jo pasal 48 ayat (1) mengancam hukuman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar, atas perbuatan melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan, suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain, atau milik publik.

Keempat, Pasal 32 ayat (2) jo. Pasal 48 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak, atau melawan hukum dengan cara apapun, memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan /atau denda maksimal Rp 3 miliar.

Kelima, Pasal 32 ayat (3) jo. Pasal 48 ayat (3), UU ITE mengenakan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 miliar atas perbuatan membuka akses informasi elektronik yang sifatnya rahasia, sehingga dapat diakses publik.

Sedangkan dalam UU PDP ketentuan meliputi larangan memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian subyek data pribadi.

UU PDP juga mengatur larangan mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya atau menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, dengan sanksi pidana antara 4 sampai 5 tahun dan/atau denda 4 sampai Rp 5 miliar rupiah.

Baca juga: Respon Kumala Cipta Dewi Setelah Video Kumala Viral Heboh, Si Seleb TikTok Singgung Pemerannya

Berita Arema Hari Ini Populer: Belanja Pemain di Bursa Transfer, Peluang Maringa Lawan Persebaya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved