Berita Malang Hari Ini

Meriahkan Hari Tari Internasional Ala KBP Malang dengan Kupatan dan Pakaian Kebaya

Momentum perayaan Hari Tari Internasional tahun ini diselenggarakn bersama dengan kemeriahaan momentum Kupatan dan Hari Kartini di KBP Kota Malang

Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
Warga di KBP memeriahkan Hari Tari Internasional dengan kupatan dan pakaian kebaya. Anak-anak dan orangtua bersama-sama memeriahkan momen yang diselenggarakan setiap tahun itu. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Masyarakat di Kampung Budaya Polowijen (KBP) di Kota Malang punya cara tersendiri menyambut Hari Tari Internasional .

Momentum perayaan Hari Tari Internasional tahun ini diselenggarakn bersama dengan kemeriahaan momentum Kupatan dan Hari Kartini.

Oleh karena masih dalam suasana Hari Kartini, anak-anak dan orangtua yang memeriahkan perayaan mengenakan pakaian tradisional.

Baca juga: Dua Prodi di ITN Malang Raih Akreditasi dengan Peringkat Unggul

Anak-anak perempuan banyak mengenakan pakaian kebaya, sedangkan yang laki-laki mengenakan sejumlah pakaian adat daerah di Indonesia.

Penggagas KBP, Isa Wahyudi yang akrab disapa Ki Demang menyatakan warga selalu rutin memeriahkan momentum Kupatan, Hari Tari Internasional dan Hari Kartini.

Momentum yang bersamaan saat ini dimanfaatkan sekaligus oleh warga untuk dimeriahkan bersama. 

"Selain mengenakan pakaian tradisional, anak-anak juga menunjukan tarian," ujar Ki Demang, Sabtu (29/4/2023).

Kupatan juga selalu menjadi momen sakral.

Dalam sebuah tradisi yang panjang di tanah Jawa, tradisi Kupatan erat kaitannya dengan makna saling memaafkan.

Dijelaskan Ki Demang, tradisi Kupatan tidak lain adalah sebagai sarana tradisi halal bi halal.

"Kita saling memaafkan, lalu berkumpul di hari ketujuh dan menikmati hidangan ketupat yang dibuat oleh warga," ujarnya.

Kegiatan perayaan itu juga menjadi ajang edukasi yang ideal bagi anak-anak.

Mereka bermain sekaligus belajar tentang budaya dan makna yang menyertainya.

Mugik Alfianto, selaku Ketua RT 3/RW 2, Kelurahan Polowijen mengungkapkan, kehadiran KBP telah mendorong kreativitas dan potensi ekonomi masyarakat sekitar.

Dulunya, kawasan KBP adalah kawasan biasa. Ada 13 rumah yang berdiri di pinggir sungai kecil.

Setelah berubah menjadi KBP, geliat warga tumbuh. Ekonomi juga tumbuh karena banyaknya wisatawan yang datang.

Kawasan RT 3 itu menjadi KBP karena memiliki sejumlah situs sejarah dan budaya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, situs sejarah yang berada di situ antara lain seperti Sumur Windu Ken Dedes yang erat kaitannya dengan kisah Ken Dedes dipinang Joko Lulo dari Dinoyo.

Versi lain menyebutkan sumur tersebut menjadi tempat mandinya Ken Dedes dan akuwu Tumapel.

Selain Sumur Windu, juga ada juga Mandala Mpu Purwa, yang merupakan susunan batu bata merah yang digunakan sebagai tempat peribadatan suci kaum Brahmana, oleh Mpu Purwa. 

Keberadaan pohon beringin tua di sekitar tempat itu juga diyakini sebagai tempat moksa Joko Lulo.

Ada juga situs sejarah makam Ki Condro Suwono atau yang biasa disapa Mbah Reni.

Mbah Reni ini merupakan seniman topeng Malangan asal Polowijen.

Selain situs sejarah, sosok Mbah Reni juga menjadi penanda situs kebudayaan.

"Alhamdulillah meski areanya tidak luas, dalam perjalanannya banyak memberi kontribusi pada warga. Dari kunjungan wisatawan, ada dampak ekonomi. Di Kota Malang hanya di sini ini saja kampung budaya, kampung tematik yang lain belum ada budaya. Jadi konsep di kampung ini memang kebudayaan," ujarnya.

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved