Berita Surabaya Hari Ini

Indonesia Butuh Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir, Saat Ini Hanya 60 Dokter Spesialis yang Ada

Mapping atau pemetaan wilayah sudah dilakukan Kemenkes terhadap dokter spesialis kedokteran nuklir yang jumlahnya masih terbatas

Penulis: Wiwit Purwanto | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Wiwit Purwanto
Forum Group Discussion (FGD) Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia, ajang meningkatkan pengetahuan, khususnya kedokteran nuklir 

SURYAMALANG.COM , SURABAYA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus mendorong pendistribusian Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir di Indonesia.

Mapping atau pemetaan wilayah sudah dilakukan Kemenkes terhadap dokter spesialis kedokteran nuklir yang jumlahnya masih terbatas agar penyebarannya merata di seluruh rumah sakit di Indonesia.

“Terutama pendistribusian kebutuhan secara merata terhadap sumber daya manusia (SDM), baik dokter spesialis kedokteran nuklir, tenaga non medis, tenaga penunjang lainnya, hingga keberadaan fasilitas pelayanan, khususnya rumah sakit yang berstatus paripurna,” jelas Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, drg Yuli Astuti Saripawan MKes.

Pernyataan itu disampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia (PKN-TMI) di Hotel Westin Surabaya, Kamis (24/8/2023).

Menurutnya, jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir di Indonesia saat ini tercatat hanya ada 60 orang, dan belum menyebar secara merata di seluruh rumah sakit di Indonesia.

“Transformasi pada bidang kedokteran nuklir ini bertujuan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat,” lanjutnya.

Di rumah sakit yang strata utama untuk radionuklir, seperti di Pulau Kalimantan ada Rumah Sakit Abdoel Wahab Sjahranie (AWS), nanti tahun berikutnya di Pontianak.

Harapannya, nanti ada di Sumatera kemudian Sulawesi.

Penasihat PKN-TMI, Prof Dr Achmad Hussein Sundawa Kartamihardja, menambahkan FGD ini bertujuan menyamakan pandangan dengan sejumlah jajaran terkait dalam upaya meningkatkan sebaran pelayanan di bidang kedokteran nuklir di Indonesia.

“Ini kegiatan tahunan kami, kesempatan kali ini kami mendatangkan berbagai pihak yang terlibat di dalam kedokteran nuklir,” jelas Prof Hussein.

Pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia kata Prof Hussein, masih banyak bertumpu di wilayah Pulau Jawa, khususnya di Jakarta, sekalipun di sejumlah daerah juga sudah dibuka.

“Di Sumatera satu sudah berjalan dan satu belum karena terkendala izin. Satu di Samarinda. Bali belum, Manado masih proses,” jelasnya.

Kondisi ini dikarenakan keterbatasan jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir yang tidak mencapai ratusan.

“Penduduk Indonesia ini dari 270 juta sekian, tetapi kami hanya punya 60 dokter spesialis, sangat kurang,” ujarnya.

Oleh karenanya, forum diskusi ini dimaksudkan sebagai wadah menyelaraskan pikiran terkait upaya peningkatan jumlah dokter spesialis di bidang kedokteran nuklir.

Sekaligus sebagai ajang meningkatkan pengetahuan, khususnya kedokteran nuklir untuk semua anggota perhimpunan dan spesialis kedokteran nuklir yang saat ini masih terbatas.

Koordinator Kelompok Fungsi Perizinan Fasilitas Kesehatan, Direktorat Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (DPFRZR) BAPETEN, Iin Indartati, menambahkan penerbitan izin operasional layanan kedokteran nuklir di suatu rumah sakit harus melalui sejumlah prosedur yang ketat.

Prosedur ketat karena menyangkut aspek keamanan, khususnya penggunaan Radioisotop maupun Radiofarmaka.

“Karena ini termasuk kategori berisiko tinggi, jadi perizinan untuk kedokteran nuklir yang dilakukan bertahap mulai dari kegiatan konstruksi, operasi, dan yang terakhir kegiatan pembebasan pengawasan,” terangnya.

Forum Group Discussion (FGD) Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia (PKN-TMI) ini dihadiri sejumlah stakeholder, seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan sejumlah pimpinan rumah sakit di Indonesia yang melayani pasien kanker dan radiologi.

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved