Berita Surabaya Hari Ini

Hakim Akan Vonis Sahat Tua Simanjuntak Besok, Jaksa Menuntut 12 Tahun Penjara

Sebelumnya, Sahat Tua P Simandjuntak dituntut pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar dan dicabut hak politik selama lima tahun.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Yuli A
luhur pambudi
Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak, terdakwa korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (26/9/2023) siang. Sebelumnya, Sahat Simandjuntak dituntut pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar dan dicabut hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun.  

Sebelumnya, Sahat Tua P Simandjuntak dituntut pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar dan dicabut hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun. 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak bakal divonis terkait perkara korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (26/9/2023) siang.

Hal tersebut disampaikan oleh hakim ketua majelis persidangan, Dewa Suardita, seusai pelaksanaan sidang duplik atau pembelaan atas tinjau JPU melalui replik kasus tersebut, pada Jumat (22/9/2023). 

"Mudah mudahan tetap sehat. Tetap berdoa untuk sehat. Persidangan kami tunda pada selasa tanggal 26 September 2023 dengan agenda putusan dari majelis hakim, jamnya kami telah sepakati siang ya," kata hakim ketua, Dewa Suardita, seraya mengetuk tiga kali palu hakimnya. 


Sebelum memungkasi sidang yang berlangsung sejak siang hingga sore hari itu, hakim ketua Dewa Suardita menegaskan, tidak akan ada pihak lain yang dapat mempengaruhi majelis hakim dalam memutuskan vonis hukuman terhadap para terdakwa. 


Pihak majelis hakim persidangan bakal tetap teguh pada prinsip yang berlaku dan tentunya akan tetap objektif dalam memutuskan suatu perkara yang menyeret seorang terdakwa. 


"Kami tidak ada yang mempengaruhi, bagaiamana pun tugas dan kewenangan majelis hakim adalah memutuskan secara objektif," ujar hakim ketua, Dewa Suardita. 


Oleh karena itu, hakim ketua Dewa Suardita berpesan kepada semua pihak untuk tidak bermain-main dengan proses peradilan atas perkara ini. 


Apalagi, perkara ini, sudah mulai masuk tahap akhir. Yakni, agenda sidang pembaca putusan atau vonis terhadap terdakwa. 


"Kami harapkan dan selalu kami ingatkan, jangan sampai nanti ada pengaruh atau mempengaruhi majelis yang sifatnya mempengaruhi putusan," katanya. 


Hakim ketua, Dewa Suardita menjelaskan, pihaknya sengaja berulang kali menegaskan hal ini sebelum pelaksanaan sidang lanjutan agenda putusan atau vonis terdakwa. 


Pasalnya, semua pihak atau perangkat peradilan memiliki tanggung jawab memiliki tanggung jawab masing-masing agar pelaksanaan persidangan atas perkara ini berjalan secara objektif. 


"Tugas pengadilan, menimbang dan memeriksa mengadili perkara secara objektif. Jangan sampai ada intimidasi kesan di persidangan. Yang kami adili adalah berdasarkan fakta di persidangan. Fakta yang utuh, dan menimbulkan keyakinan," ungkapnya. 


Manakala memang terdakwa ketidakpuasan dengan hasil putusan sidang nantinya. Hakim ketua, Dewa Suardita mengatakan, pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan banding. 


"Namun demikian, namanya putusan pengadilan, ada yang bisa menerima dan ada yang tidak. Nanti sudah diputus, dan ada yang tidak terima, ada upaya hukum banding. Yang penting tupoksi kita di sini adalah mengadili," pungkas hakim ketua Dewa Suardita. 


Sementara itu, JPU KPK Rio mengatakan, pihaknya berharap dalam pelaksanaan sidang putusan vonis atas perkara tersebut seluruh dakwaan yang disusun oleh pihaknya terbukti keseluruhan. 


Dan, terdakwa dapat dikenai sanksi atau putusan vonis dari majelis hakim sesuai dengan tuntutan yang telah disampaikan dalam sidang beberapa pekan lalu. 


"Harapan kami dakwaan kami terbukti. Tuntutan kalau bisa sependapat. Itu harapan JPU," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, Senin (25/9/2023). 


Sebelumnya, Sahat tetap ngotot membantah tuduhan atas korupsi dana hibah Rp39,5 miliar, saat menjalani sidang lanjutan di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (23/9/2023) siang.


Bantahan tersebut disampaikan kembali dengan nada suara khas baritonnya secara nyaring dalam agendakan sidang duplik; jawaban atas tinjauan replik JPU pada sidang pekan lalu. 


Sahat menyampaikan tiga poin bantahan atas dakwaan yang disampaikan JPU sepanjang jalannya persidangan tersebut. 


Pertama. 


Sahat menegaskan, dirinya tidak mengenal almarhum M Chozin sebagaimana fakta persidangan. 


Selain itu, tidak ada alat bukti yang menunjukkan adanya komunikasi antara dirinya dengan almarhum M Chozin, secara langsung, dalam platform alat komunikasi apapun, sejak tahun 2019 hingga 2022.


Bagi Sahat, JPU hanya mengandalkan alat bukti komunikasi antara almarhum M Chozin dengan terdakwa lain; Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, untuk menyimpulkan keterkaitan hubungan antara Sahat dengan M Chozin. 


"Dan sebagaiman fakta persidangan Sdr. Abdul Hamid dan Sdr. Ilham Wahyudi telah menerangkan pertama kali mengenal saya pada bulan Pebruari 2022," ujar Sahat dengan nada suara yang lugas melalu pelantang alat pengeras suara ruangan sidang. 


Kedua. 


Sahat mengklarifikasi terkait dalam catatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tangga 15 Desember 2022, yang dibuat oleh JPU dalam dokumen replik, pekan sebelumnya.


Yang menyebutkan bahwa dirinya mengenal sosok Almarhum M Chozin dari terdakwa lain; Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi pada Februari 2022.


Menurut Sahat, dirinya sengaja menyebutkan nama M Chozin karena semata-mata bentuk upaya kooperatif dari dirinya selama menjalani pemeriksaan untuk BAP. Dan, bukan disimpulkan sebagai tanda bahwa Sahat mengenal M Chozin. 


"Adapun saya menyebut nama Alm Chozin sebagai bentuk kooperatif saja selama pemeriksaan, bukan untuk disimpulkan saya kenal Alm Chozin," terangnya. 

 


Ketiga. 


Sahat menanggapi BAP dirinya pada tanggal 6 April 2023. Bahwa, ia mengatakan, dirinya tidak pernah diperiksa terkait penerima Rp39,5 miliar selama ditahan di KPK sejak 15 Desember 2022 sampai pemeriksaan sebagai tersangka terakhir tanggal 6 April 2023.


Namun pada tanggal 11 April 2023 pada saat saya diperiksa melalui online sebagai saksi persidangan terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. 


Muncul pertanyaan tentang dirinya. Pertanyaan itu menggali seberapa kenal Sahat dengan Almarhum M Chozin, terkait penyerahan uang Rp39,5 miliar dari terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kepada Almarhum M Chozin yang diberikan kepada dirinya. 


Sahat menegaskan, dirinya sudah membantah bahwa tidak kenal Almarhum M Chozin dan tidak pernah menerima uang Rp39,5 miliar dari terdakwa Abdul Hamid Ilham Wahyudi melalui Almarhum M Chozin. 


Kemudian, pada tanggal 12 April 2023, atau satu hari sebelum berkas P-21 tanggap 13 April 2023. Ia sempat kembali diperiksa sebagai saksi terhadap Tersangka Rusdi.


Dalam pemeriksaan itulah muncul tabel-tabel dan pertanyaan tentang penerimaan uang Rp39,5 miliar.


Atas adanya itu, dalam BAP-nya sebagai saksi tersebut, ia sudah membantah, tidak pernah menerima uang Rp29,5 miliar, dari Almarhum M Chozin.


"Saya memang mengaku bersalah, tetapi saya memohon untuk mengklarifikasi jumlahnya bukan Rp39,5 miliar, sebagaimana fakta persidangan saya menerima Rp2,75 miliar selama tahun 2022 sejak saya enal Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, sedangkan Rp36,7 miliar tidak pernah saya terima dari siapapun," terangnya. 


Selain itu, menurut Sahat, beban sanksi dengan membayar uang pengganti Rp39,5 miliar, dirasa berat baginya dan anggota keluarganya.


Termasuk dengan sanksi pokok masa tahanan 12 tahun berdasarkan tuntutan JPU, ditambah pencabutan hak menduduki jabatan publik secara politik selama lima tahun. 


"Yang akan menghukum saya dan keluarga sebagai sanksi sosial selamanya, dan saya tidak mampu harus membayar Uang Pengganti (UP) yang sangat besar itu," katanya. 


Sahat juga tak lupa kembali meminta belas kasihan hakim untuk pengampunan atau keringanan hukum terdakwa Rusdi salah satu staf sekretariat atau office boy (OB) Kantor DPRD Jatim, yang terseret kasus korupsi dirinya. 


"Saya benar-benar merasa menyesal dan bersalah telah membuat keluarga saya menderita dan membuat Rusdi dan keluarganya menderita, kiranya Tuhan mengampuni dosa-dosa saya dan saya tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi seumur hidup saya," pungkasnya. 


Diberitakan sebelumnya, Sahat Tua P Simandjuntak dituntut pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar dan dicabut hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun. 

Hasil sidang tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU KPK Arif Suhermanto, dalam agenda sidang lanjutan di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (8/9/2023).


Sekadar diketahui, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak diduga menerima uang senilai Rp39,5 Miliar, sehingga didakwa dua pasal berlapis dalam kasus korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jatim. 


JPU KPK Arif Suhermanto menyebutkan, Sahat terbukti telah menerima suap dana hibah dari dua terdakwa sebelumnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022


Dakwaan pasal Sahat, pertama terkait tindak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.


Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.


Kemudian, dikutip dari Kompas.com, dua terdakwa kasus penyuapan pimpinan DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng, telah divonis dua tahun enam bulan penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. 


Dalam amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Tongani, terbukti menyuap pimpinan dewan terkait dengan dana hibah.


Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Hal yang memberatkan vonis terhadap keduanya. Yakni, tidak mendukung upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Namun, ada hal yang meringankan vonis keduanya, yakni menjadi pelaku yang berkerja sama dalam pengungkapan tindak pidana korupsi

 


Profil Sahat Tua Simanjuntak


Dikutip dari Kompas.com, Sahat merupakan anggota DPRD Jatim dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Daerah Pemilihan IX yang meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi. 


Sahat juga menduduki jabatan sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Jatim periode 2020-2025. 


Penetapan Sahat sebagai Sekretaris DPW Partai Jatim disahkan dalam Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Nomor: SKEP-8/DPP/GOLKAR/IV/2020. 


Sebelumnya, terdakwa juga menjabat anggota DPRD Jatim periode 2009-2014 dan periode 2014-2019.


Perjalanan Sahat di dunia politik dimulai ketika ia menempuh studi di Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya) pada 1998 silam. 


Sosok yang menurutnya memberikan inspirasi untuk terjun ke politik adalah Ketua DPD Golkar Jatim Martono dan anggota DPR RI dari Golkar Anton Prijatno.


Ia mengaku sering berbicara dengan dua orang tersebut, termasuk masalah yang dihadapi ketika tegabung dalam Senat Mahasiswa. Dari situlah, Sahat sempat menduduki posisi sebagai Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Ubaya pada tahun 1990 silam.


Perjalanan politik anggota DPR Dapil 9 Jatim ini lantas berlanjut ke Golkar setelah memutuskan bergabung dengan partai ini sejak 1990.

 


Tiga Kali Gagal Nyaleg


Sahat diketahui beberapa kali sempat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, namun gagal. Hal tersebut terjadi pada Pileg Jatim 1997 dan 1999 serta Pileg DPR RI 2004. 


Diketahui, Sahat baru terpilih sebagai anggota DPRD Jatim pada Pemilu 2008 mewakili daerah pemilihan (dapil) 1. 


Ia juga sempat ditunjuk sebagai Ketua Fraksi DPRD Jatim 2014-2019 bahkan berlanjut hingga menduduki kursi Wakil Ketua DPRD Jatim hingga saat ini.

 


Harta kekayaan Sahat 


Dalam LHKPN yang dilaporkan kepada KPK pada 2021, Sahat tercatat mempunyai tiga bidang tanah dan bangunan yang jika ditotal semuanya bernilai Rp7,4 miliar serta kas dan setara kas senilai Rp1,5 miliar. 


Tak hanya itu, Sahat juga menyimpan beberapa mobil mewah, salah satunya adalah Toyota Vellfire (2015) yang bernilai Rp 600 juta. 

Mobil lain yang dimilikinya, yakni Toyota Voxy (2018) senilai Rp 430 juta dan Mercedes Benz E250 (2016) senilai Rp700 juta. Jika ditotal, Sahat mempunyai kekayaan sebesar Rp 10,7 miliar.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved