Setahun Tragedi Kanjuruhan

Mengenang Setahun Tragedi Kanjuruhan, Kronologi Kekalahan Arema FC dari Persebaya Jadi Awal Duka

Mengenang setahun Tragedi Kanjuruhan yang merenggut ratusan nyawa Aremania di Malang. Kronologi kekalahan Arema dari Persebaya jadi awal kerusuhan.

|
Penulis: Frida Anjani | Editor: Adrianus Adhi
SURYAMALANG.COM
Mengenang Setahun Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktobber 2023 

SURYAMALANG.COM - Mengenang Setahun Tragedi Kanjuruhan yang merenggut ratusan nyawa Aremania di Malang. 

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 silam menyisakan banyak kenangan pedih bagi keluarga korban yang ditinggalkan. 

Kejadian menyedihkan ini semua berawal dari kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya dalam laga Liga 1 2022. 

Tragedi Kanjuruhan dipicu dari rasa kecewa Aremania terhadap hasil kekalahan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3 pada Sabtu (1/10/2022) malam.

Saat pertandingan berlangsung para supportter masih dalam suasana kondusif. 

Namun semua berubah ketika peluit panjang akhir pertandingan dibunyikan. 

Kekalahan Arema FC dari Persebaya menjadi pemic awal terjadinya kerusuhan. 

"Selama pertandingan tidak ada masalah. Masalah terjadi ketika usai pertandingan."

"Penonton kecewa melihat tim Arema FC kalah."

"Apalagi ini sebelumnya Arema FC tidak pernah kalah di kandang sendiri melawan Persebaya dalam beberapa tahun terakhir," ungkap Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta saat gelar rilis di Polres Malang, Minggu (2/3/2022) dini hari.

Nico menambahkan, motif para suporter Arema FC turun ke lapangan juga dengan maksud berusaha mencari pemain dan official Arema FC.

"Mereka bermaksud menanyakan ke pemain dan official kenapa sampai kalah (melawan Persebaya)," tuturnya.

Tak ingin kejadian kericuhan menjadi runyam, Nico menerangkan jika petugas pengamanan kemudian melakukan upaya-upaya pencegahan dan pengalihan supaya mereka tidak masuk ke lapangan. Salah satunya dengan menembakkan gas air mata.

"Upaya-upaya pencegahan dilakukan hingga akhirnya dilakukan pelepasan gas air mata."

"Karena sudah tragis dan sudah mulai menyerang petugas dan merusak mobil," papar Nico.

Penumpukan suporter kemudian memicu berdesakan hingga membuat tragedi maut tersebut terjadi.

"Suporter keluar di satu titik. Kalau gak salah di pintu 10 atau pintu 12. Di saat proses penumpukan itu terjadi berdesakan sesak napas dan kekurangan oksigen."

"Tim gabungan sudah melakukan upaya penolongan dan evakuasi ke rumah sakit," kata Nico.

Nico menduga kuat salah satu penyebab jatuhnya korban lantaran kehabisan oksigen akibat berdesakan.

"Suporter keluar di satu titik. Kalau gak salah di pintu 10 atau pintu 12. Di saat proses penumpukan itu terjadi berdesakan sesak napas dan kekurangan oksigen."

"Tim gabungan sudah melakukan upaya penolongan dan evakuasi ke rumah sakit," jelasnya.

Sementara itu, kerusakan juga menyasar kendaraan yang ada di Stadion Kanjuruhan. Paling banyak menyasar kendaraan dinas Polisi.

"Kendaraan yang rusak diserang berjumlah 13 mobil rusak, 10 di antaranya mobil dinas Polri. Sisanya mobil pribadi," ucap Nico.

Menurut Nico, dari 40 ribu penonton yang hadir, tidak semuanya anarkis dan kecewa.

"Hanya sebagian 3000-an yang turun ke lapangan sedangkan yang lain tetap di tribun stadion."

"Ini saya mau menyampaikan kalau semuanya taat mengikuti aturan maka kami akan melaksanakannya dengan baik," jelas Nico.

Nico juga menyakini tindakan yang dilakukan petugas termasuk penembakan gas air mata dilakukan karena adanya respon terhadap kelakuan suporter.

"Semua ini ada sebab akibatnya, kami akan menindaklanjuti dan sekali lagi kami mengucapkan belasungkawa kita akan melakukan langkah-langkah agar tidak terjadi tragedi lagi," tutupnya.

Keluarga dan Korban Masih Trauma

Nur Saguanto (20) tak kunjung mendapat pekerjaan sejak lulus dari SMK pada pertengahan tahun 2022 lalu.

Pria yang akrab disapa Aan ini sudah beberapa kali mengirim lamaran ke sejumlah perusahaan. Tapi, korban selamat tragedi Kanjuruhan ini tak kunjung bekerja.

Insiden di Stadion Kanjuruhan menyebabkan pria asal Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupateb Malang ini mengalami luka di kaki kiri dan wajah. Sekarang Aan masih berjalan dengan tertatih-tatih.

"Sekarang kondisinya sudah membaik. Dulu kaki kiri saya retak. Kalau kena hawa dingin, rasanya keram," ujar Aan kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (29/9).

Sejak kondisinya pulih, Aan lebih banyak berada di rumah. Alumnus SMK Negeri 7 Gondanglegi ini mengaku ingin bekerja seperti teman-temannya.

Aan pun sudah melamar pekerjaan di berbagai tempat. Bahkan Aan pernah melamar kerja di pabrik yang tidak jauh dari rumahnya sebagai tiga kali.

"Saya melamar tiga kali. Hanya sekali mendapat panggilan untuk interview. Tapi setelah itu tidak ada kelanjutannya lagi," terangnya.

Kadang Aan iri dengan dengan teman-temannya yang sama-sama melamar di perusahaan itu dan langsung bekerja. Aan tidak tahu apa alasan dirinya tidak diterima di perusahaan itu. Aan hanya bisa menduga kondisinya yang menyebabkan gagal lolos interview.

Sekarang Aan hanya bisa berada di rumah. Kadang Aan membantu ayahnya bekerja di sawah.

"Agar tidak sumpek kalau berada di rumah terus. Saya juga memulihkan diri biar sedikit lebih kuat," ungkapnya.

Sang ibu, Dewi Fitriyah masih merasakan trauma jika mengingat kejadian kelam itu. Dewi ingat betul bagaimana anaknya harus berjuang untuk sembuh.

Menjelang satu tahun tragedi Kanjuruhan, Dewi masih merasa sedih.

"Kalau lihat status WhatsApp keluarga korban jelang satu tahun ini, saya terharu dan menangis. Alhamdulilah, anak saya bisa selamat," kata Dewi.

Devi Atok Yulfitri pun masih trauma dengan tragedi Kanjuruhan. Pria asal Kecamatan Bululawang ini kehilangan dua anaknya, Natasya (16) dan Nayla (13) dalam insiden yang menewaskan 135 orang tersebut.

Melalui akun Instagram @deviatok23, Devi ATok berkomentar di unggahan akun Malang Corruption Watch (MCW) @mcwngalam.

"Kami mpek gak bisa bekerja. Trauma dan keputusasaan kehilangan anak2 kami. Bagai kiamat dunia. Trauma melihat polisi berseragam di jalanan. Trauma melihat jalan di depan rs wava husada kepanjen. Trauma melihat lapangan sepak bola. Psikis kami hancur," tulis akun @deviatok23.

Sejumlah komunitas akan menggelar peringatan 1 tahun tragedi Kanjuruhan di beberapa lokasi di Malang Raya. Peringatan tragedi kelam sepak bola itu akan digelar di mulai Sabtu (30/9) sampai Minggu (1/10).

Orang tua korban tragedi Kanjuruhan, Siti Mardyan (54) berharap pemerintah konsisten dalam menangani persoalan hukum tragedi Kanjuruhan. Wanita yang akrab disapa Kholifah ini kehilangan anaknya, Mitha Maulidia (26) dalam tragedi Kanjuruhan.

"Saya hanya berharap pemerintah bisa bijak. Kalau keadilan, saya tidak begitu banyak berharap. Tidak mungkin adil, dan tidak mungkin ada keadilan," kata Kholifah.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved