Berita Malang Hari Ini

Jemaat GKJW Sebut Ada Penyelewengan Dana Rp 8,9 Miliar, Desak Polisi Tuntaskan Kasus

Jemaat mendesak polisi menuntaskan kasus dugaan penyelewengan dana hibah sebesar Rp 8,9 miliar milik Kantor Majelis Agung GKJW Malang.

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: rahadian bagus priambodo
dok.ist
Jemaat GKJW Malang sekaligus Anggota Majelis Agung GKJW 2022-2025, Pulung Tursuwalanto mengakui tidak salah jika sertifikat tanah dan bangunan tersebut atas nama pribadi. 


Wartawan Harian Surya sempat menghubungi terlapor BS melalui WhatsApp (WA) dan seluler sejak 9 Oktober, tapi tidak kunjung mendapat respon. Wartawan Harian Surya juga sempat berupaya menemui BS di gereja tempatnya mengabdi yang berada di Kecamatan Gubeng, Surabaya pada 11 Oktober.

Ternyata BS tidak berada di tempat. Menurut pegawai gereja, BS sedang bepergian ke luar kota.
Wartawan Harian Surya juga berupaya menemui BS kembali di gereja pada 13 Oktober. BS juga tidak ada di tempat karena sedang melaksanakan penugasan rutin kegiatan gereja ke rumah jemaat. "Bisa langsung menghubungi beliau melalui ponselnya," ujar pengurus gereja berinisial NL.


Wartawan Harian Surya mencoba menghubungi BS kembali melalui seluler pada 18 Oktober. Namun, tetap tidak mendapat respon. (pam)

Polisi Lansir SP2HP Sebanyak Tiga Kali

MALANG - Penanganan kasus dugaan penyelewengan dana hibah sebesar Rp 8,9 miliar Kantor Majelis Agung Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Malang seperti jalan di tempat. Polresta Malang Kota tak kunjung memberikan hasil penyelidikan dan penyidikan yang signifikan atas kasus tersebut selama dua tahun terakhir.


Sejauh ini penyidik hanya melansir Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) sebanyak tiga kali. Kuasa hukum warga GKJW, Feris Dase mengatakan pihaknya telah menerima beberapa kali surat SP2HP dari penyidik pada 5 November 2021.
Sejumlah surat yang diterima itu belum menunjukkan hasil penegakkan hukum secara signifikan. Bahkan, Feris malah bingung dengan beberapa surat SP2HP yang diterimanya.

Pasalnya, ada kejanggalan pada kepala surat pada kata untuk menjelaskan perihal isi surat. Lazimnya Surat SP2HP tertulis kata 'penyelidikan' sebagai kata kuncinya. Namun, pada beberapa surat malah bertulis kata 'penelitian'.
Feris sudah berupaya menghubungi penyidik. Namun tidak kunjung mendapatkan jawaban. Feris menganggap diksi tersebut aneh, dan tidak biasa untuk surat resmi yang dikeluarkan Polri.

"Saya mau menanyakan, kenapa kok ganti dari penyelidikan ke penelitian. Dalam KUHP kan tidak mengenal kata penelitian," ujar Feris pada 12 Oktober.


Menurut Feris, kasus tersebut tidak wajar karena lebih dari 700 hari tidak kunjung mendapat kepastian penegakkan hukumnya. Feris sempat diskusi dengan pihak penyidik saat hendak memeriksa perkembangan kasus tersebut. Ternyata, penyidik masih berkutat pada kategorisasi penanganan hukum atas kasus ini sebatas pelanggaran aturan keorganisasian kelembagaan, atau sudah masuk ramah kriminalitas pelanggaran tindak pidana.

"Katanya, penyidik masih memberi pendapat. Mereka masih harus melakukan penyelidikan dulu apakah ini pelanggaran atau kejahatan tindak pidana," jelasnya.


Feris menerangkan kasus disebut sebagai pelanggaran jika sejak awal dana tersebut memang digunakan atas persetujuan melalui sidang kelembagaan. "Pelanggaran itu kalau misalnya investasi memang ada akta sidang dari majelis agung bahwa investasi boleh atas nama GKJW. Tapi atas dasar persetujuan dalam sidang," ungkapnya.


Namun konteks kasus ini berbeda. Menurutnya, perbuatan para terlapor sudah masuk dalam kategori pelanggaran tindak pidana karena proses penggunaan uang untuk investasi tersebut menggunakan nama atau diatasnamakan secara pribadi perorangan, bukan lembaga GKJW.

"Kalau investasi tersebut bermasalah, kan dana tersebut tidak dapat kembali ke lembaga karena pakai nama pribadi, dan karena tidak ada standing instruction kesepakatan antar pihak bahwa setelah dana itu cair akan kembali ke lembaga," tambahnya.


Feris Dase menyebutkan apapun itu bentuk sumber dana yang masuk ke rekening resmi milik suatu lembaga, maka sudah sah dianggap sebagai uang lembaga. Artinya, segala cara pengelolaannya patut melalui sejumlah prosedur dan aturan yang disepakati lembaga tersebut.

"Ketika masuk ke rekening gereja, itu akan menjadi uangnya gereja. Penggunaannya pun harus sesuai prosedur," terangnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved